Bogor, 18 Februari 2019
Seperti biasa, aku berjalan menuju kelasku. Seperti biasa, semua orang akan menutup hidungnya malah ada beberapa orang yang bertingkah seolah ia ingin memuntahkan semua isi perutnya ketika aku lewat. Tapi kali ini aku memakai earphone dan menyetel musik dengan volume penuh. Dengan ini, aku tidak akan mendengar cacian lagi dari mereka.
Langkahku terhenti ketika seseorang, entah siapa yang berada di belakangku, menepuk bahuku. Aku membalikkan badanku agar bisa melihat orang yang menepuk bahuku. Aku mengernyitkan alis, "Kevino?"
Ia tersenyum hingga matanya hampir tertutup sempurna seraya melambaikan tangannya, "Hai!"
Aku membuka earphone lalu melihat sekelilingku, mereka menatap kami dengan tatapan heran. Mungkin saja mereka bingung, kok ada orang yang berdekatan denganku bahkan sampai menyapaku? Ah, untuk apa aku memperdulikan mereka?.
Omong-omong tentang Kevino, kok ia bisa berada di sekolah ini? Memakai seragam yang sama dengan siswa di sekolah ini. Ia anak baru? Murid pindahan? Atau mungkin murid lama yang baru saja kukenal?
Aku kembali melangkahkan kakiku, disampingku ada Kevino. "Kamu murid di sekolah ini?" Tanyaku.
"Iyap! Aku baru saja pindah ke sekolah ini," tuturnya, aku menganggukkan kepalaku mengerti.
"Bisa antar aku ke ruang kepala sekolah?" Pinta Kevino.
Aku menganggukkan kepalaku. Kami berjalan menuju ruang kepala sekolah sambil sesekali berbincang. Tatapan para murid ketika aku melewati mereka seperti tatapan sang harimau pada seekor kucing, ganas, seperti ingin menerkam. Ya pantas saja, Kevino ini memang tampan, bahkan sangat dan dengan enaknya ia berjalan denganku, bercengkrama tanpa memerdulikan bau badanku.
"Ada apa dengan mereka?" Tanya Kevino berbisik di telinga kananku.
Aku menolehkan kepala ke arahnya sebentar, "pertama karena bau badanku dan kedua karna kamu berjalan denganku terlebih lagi kita berbincang. Mereka sangat aneh jika ada orang yang sekedar mendekatiku, mereka seolah hanya ingin melihatku sendiri, tidak boleh ada yang mendekatiku bahkan berbincang seperti ini."
"Mereka salah, mereka hanya menilai orang dari satu sisi tanpa melihat dari sisi lainnya."
"Apa maksudnya?"
"Aku tahu kamu pintar, coba cerna kalimatku sendiri." Ucapnya disertai kekehan.
"Apa kau tidak merasa bau?" Tanya salah satu siswi saat aku melewatinya.
Kevino menolehkan kepalanya padaku. Aku menunduk menahan malu. Menahan sakit hati. Kevino merangkul bahuku. Kami masih tetap berjalan tanpa memperdulikan pertanyaan itu.
"Hei! Apa kau tidak merasa bau?"
"Bau ikan busuk!"
"Jangan dekati dia, atau kau akan tertular baunya!"
"Aneh! Baru kali ini ada orang yang berdekatan dengannya hingga berbincang bahkan kini merangkulnya. Indra penciumanmu sedang bermasalah bukan?"
Mereka berbicara saling saut-menyaut, saling membesarkan volume suara mereka, saling mencaci mencoba merendahkanku, saling mencaci mencoba menjauhkanku dengan Kevino. Kavino semakin erat merangkulku. Tapi kini, bukan hanya aku yang menunduk, Kevino juga.
Akhirnya, kini di hadapanku sudah ada pintu menuju ruang kepala sekolah. Kami sudah sampai bertepatan dengan bel masuk kelas. Kevino masuk ke dalam ruang itu sedangkan aku kembali ke kelas. Lorong kelas sudah mulai sepi, semua murid sudah berada di dalam kelasnya masing-masing kecuali para murid yang memang dasarnya suka membolos, mereka pasti sedang berada di kantin atau rooftop.
Aku masuk ke dalam kelasku. Tak lupa dengan rutinitas bodoh yang selalu kulakukan sebelum masuk kelas. Semua murid kelasku sudah memakai masker dan duduk di tempatnya masing-masing. Aku duduk di tempatku yang berada di pojok ruangan.
Tumben sekali guru yang mengajar di kelasku belum datang, biasanya ia akan datang lebih awal, 10 menit sebelum bel masuk. Merasa bosan, aku menenggelamkan kepalaku pada lipatan tangan. Menutup mataku karena bingung akan apa yang harus kulakukan.
"Selamat pagi anak-anak. Kali ini ibu membawa siswa baru. Silahkan perkenalkan dirimu, nak." Perintah guru itu pada sang siswa baru.
Aku terbangun karena pengumuman dari guru yang kini berada di depan kelas bersama sang siswa baru. Mengumumkan bahwa di kelasku kini kedatangan siswa baru. Aku melihat siswa itu, ia juga melihatku. Pandangan kami saling bertabrakan. Ia tersenyum. Aku lantas kembali menenggelamkan wajahku pada lipatan tangan.
"Hai! Saya Kevino Aditya. Salam kenal." Ternyata Kevino kini berada di kelas yang sama denganku.
"Kevino, silahkan kamu duduk di bangku samping Devi," hanya itu yang dapat kudengar, sepertinya saat ini Kevino sedang berjalan menuju tempat Devi dan duduk di sampingnya. Kenapa tidak di sampingku? Ah tidak mungkin. Mana ada yang orang ingin menjadi teman sebangku ku?
"Hai!" Aku mengernyit kemudian mengangkat kepalaku dan menoleh ke bangku sampingku saat tangan seseorang menepuk bahuku. Kevino ada di sana, di sampingku, sedang duduk dan menampilkan senyumnya.
"Bukan di sana, Kevino. Di tempat Devi yang berada di depan meja yang saat ini kau duduki." Ucap sang guru. Ia menunjuk tempar Devi.
Aku menatap Kevino. Ia menggeleng, "aku akan duduk di sini."
"Tidak, kau akan mencium bau ikan busuk!" Sang guru kini menaikkan nada suaranya.
"Tidak masalah."
"Tidak masalah? Itu masalah!" Ucapku dengan nada pelan, mungkin hanya akan terdengar olehnya.
"Tidak masalah. Tenang saja, aku tidak akan mencium bau badanmu itu."
Aku mengernyit heran, "apa maksudmu?" Tanyaku, ia mengedikkan bahunya acuh lalu mulai fokus pada pelajaran yang sudah dimulai.
***
"Jadi?"
"Tidak."
"Kumohon, hari ini saja."
"Aku malu."
"Tidak apa."
"Aku malu."
"Tidak akan. Kamu akan baik-baik saja."
"Aku malu!"
Kevino diam saat aku membentaknya. Ia menundukkan kepalanya. Aku merasa bersalah. Aku mendekatinya, "aku minta maaf, itu tidak sengaja terucap."
"Tidak apa, seharusnya aku yang meminta maaf. Jika tidak mau tidak apa, kita pulang saja."
Aku menggelengkan kepalaku cepat, "tidak apa. Kita pergi saja sekarang. Ayo."
"Kamu yakin?" Kevino mulai menegakkan kepalanya, matanya menatapku, meyakiniku.
Aku menganggukkan kepalaku dengan tempo pelan, "aku yakin. Ayo."
Kami mulai berjalan menuju parkiran sekolah. Rencananya hari ini kami akan pergi ke mall. Kevino mengajakku, awalnya aku menolak karena aku tidak ingin ia malu karena bau badanku. Aku juga tidak ingin mendengar cecian dari pengunjung mall lainnya. Atau mungkin pahitnya, aku tidak ingin diusir dari mall itu hanya karena bau badanku.
Sebelumnya, aku sudah pergi ke toilet untuk sekedar mencuci tangan menggunakan antiseptik agar bau badanku sedikit tertutupi.
Kevino memberhentikan langkahnya. Aku mengikutinya. Ia membuka tasnya dan terlihat seperti mencari sesuatu. Ia sepertinya sudah mendapatkan sesuatu yang tadi ia cari, ia memberikannya padaku. Aku menautkan alisku heran seraya mengambil itu. Parfum. Ini parfum dengan merk terkenal. Dan benar-benar wangi serta tahan lama. Dan yang membuatku heran adalah parfum yang ia berikan ini tidak terjual di pasaran indonesia. Ah, atau mungkin ia membelinya ketika di London?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M OK - BODY SHAMING
Short StoryAku memang berbeda, tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya. Tubuhku memang jauh dari kata sempurna, tidak seperti kebanyak orang pada umumnya. Aku memang terlihat kotor dan mungkin bau. Tapi apa salah jika aku hidup? Bukankah hidup seseorang it...