Rain, miss him...

448 38 0
                                    




Harmonisasi lagu All Of Me yang di populerkan oleh John Legend mengalun merdu mendominasi suasana cafe, menggema indah ke setiap sudut ruangan. Musik yang hanya di dominan dengan iringan nada piano mampu menghanyutkan beberapa pengunjung di dalamnya—tenggelam bersama lamunan mereka masing-masing. Termasuk diriku, yang saat ini menikmati kesendirian, di meja yang terletak tak jauh di sebelah kaca cafe. Hingga aku bisa melihat jelas bagaimana orang-orang di luar sana berlalu lalang melindungi dirinya dari rintikan air hujan yang tengah berjatuhan dari langit. Ya, saat ini Seoul di guyur hujan—lagi.

Kutatap mereka melalui kaca yang mulai berembun karena rembesan air hujan yang membasahi. Aku tersenyum kecil melihatnya. Bagaimana cara orang-orang di luar sana menghindari hujan dengan cara mereka sendiri. Ada yang berjalan santai menikmati setiap guyuran hujan yang menjatuhi payungnya, ada yang berlari tergesa-gesa karena tak memakai pelindung hujan sama sekali, dan ada pula yang sudah berteduh di bangunan yang berada di bahu jalan sana, sekedar menunggu kapan hujan akan reda meski tak tahu dengan pasti.

Dan aku di dalam cafe, tidak paham dengan suasana saat ini. Terutama pada hatiku. Di luar hujan, namun entah mengapa sayup-sayup suara rintikan sang hujan menyatu hangat dengan melodi yang memenuhi rungu, membuatku perlahan tenggelam dalam suasana melankolis. Terdengar dramatis, penggalan liriknya yang manis—justru terasa menusuk hati. Entah, mengapa malah terasa begitu bagiku.

Sejenak aku terpaku. Saat kedua obsidianku menangkap sepasang remaja SMA yang tengah berteduh di sebuah halte, tak jauh dari cafe tempatku berada.

Mereka berdua kini menjadi objek pandanganku. Setengah melamun—aku menerka-nerka apa yang tengah dilakukan si pemuda untuk gadisnya. Lantas bibirku mengulum senyum tipis, apa yang aku pikirkan benar. Tatkala si pemuda menggosok-gosok tangannya, lalu menangkup kedua belah pipi si gadis—yang kulihat dia tengah menggigil kedinginan. Gadis itu tersenyum memandangi pemuda yang tengah berusaha menghangatkannya, memberikan jaket yang dipakainya. Lantas keduanya saling bertemu pandang—menatap diam, hingga berakhir saling melempar senyum. Manis sekali.

Aku pun tersenyum. Seakan ikut merasakan, apa yang tengah gadis itu rasakan. Namun, seketika senyumku menyurut. Teringat sesuatu. Bahwa aku pernah mengalami masa seperti mereka. Aku ingat, hujan saat itu. Lima tahun yang lalu tepatnya. Aku pernah di posisi gadis itu, bersama seorang pemuda yang selalu menemaniku—dulu.

Mereka mengingatkanku pada dia.
Derasnya hujan, mengalirkan lagi kenangan.
Ah—tidak. Mengapa aku harus mengingat dia di saat seperti ini.

Hujan. Merindukannya—tiba-tiba.

Pemuda yang tak bisa bersamaku. Pemuda yang memilih menyerah pada perasaannya, mengabaikan perasaanku, dan membiarkanku tertawa dan bahagia bersama orang lain. Bukan bersamanya.

Tidak, tapi aku yang salah di sini. Karena terlalu buru-buru memberikan hatiku pada orang lain, ketika ia jauh dariku. Andai—andai saja, aku lebih sedikit bersabar. Akankah saat ini aku menjadi gadisnya?

Sesak. Sungguh, tiba-tiba dadaku terasa sesak mengingatnya. Sakit karena merindunya. Tanpa sadar aku telah meloloskan sebulir air hangat mengaliri pipiku. Hampir terisak, dengan cepat aku menyadari kebodohanku saat ini. Cepat-cepat aku menghapus air mataku, tak ingin pengunjung cafe menyadari bahwa aku tengah rapuh saat ini. Kembali menatap sekilas mereka berdua di sana masih dengan posisi yang sama, lantas aku berusaha untuk tak melihatnya lagi. Berusaha abai; menatapkan mataku pada layar laptop yang masih menyala di depanku, memfokuskan diri kembali—bahwa tujuanku diam di cafe ini sekedar untuk menikmati secangkir cokelat panas, menemaniku mengerjakan tumpukan tugas kuliahku.

Berusaha tuli dari suara-suara di sekitarku. Hujan di luar sana, dan lagu yang masih terputar merdu. Serta merta melupakan—dia.

Beberapa sekon kemudian, ponselku bergetar. Untuk ini aku tidak bisa mengabaikan. Mungkin orang di rumah menghubungiku, ingin menanyakan di mana aku sekarang disaat hujan seperti ini. Pasti. Namun dugaanku salah. Layar ponselku menampakkan nama kontak seseorang beserta fotonya—seorang pemuda tampan dengan senyum malaikatnya.

Story of BangtanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang