KTH [3/4] Mom - You're not fine, Taehyungie

518 70 0
                                    





Di usia delapan belas Taehyung mulai mengerti segalanya. Pertanyaan yang tersimpan di benak Taehyung selama bertahun-tahun lamanya akhirnya terjawab. Kala itu, untuk pertama kalinya dirinya marah dan menangis teramat kecewa pada sang ibu. Alasannya sederhana, saat itu Taehyung hanya ingin ibunya menghadiri acara akhir tahun tingkat SMA-nya. Namun sang ibu tidak memenuhi permintaannya, padahal ketika itu waktu yang Taehyung minta tidaklah banyak. Tapi mengapa ibunya begitu sulit melakukannya.

"Eomma, aku mohon datanglah. Ini hari kelulusanku—aku tidak ingin sendiri, Eomma. Aku mohon datang sebentar saja."

Taehyung memohon, saat itu. Akan tetapi sang ibu dengan ketidakpeduliannya malah menutup sambungan telpon secara sepihak.

"Eomma..."

Saat itu juga Taehyung hanya bisa melirih lemah, menahan sesak luar biasa dan menangis seorang diri. Jika teman-temannya menangis bahagia karena kelulusannya—di pelukan ibu mereka, maka tidak untuk Taehyung.

Taehyung sedih, kecewa, dan marah.
Menangis, sakit—teramat sakit, sampai isakannya pun serasa menambah luka di hatinya terasa semakin perih—baginya.

Sampai akhirnya—ia pun berani mempertanyakan alasan mengapa ibunya tega bersikap seperti itu.

"Mengapa Eomma begitu membenciku?"

Maka sang ibu menjawab, "aku membenci semua yang ada pada dirimu—sangat. Sampai tidak ada alasan untukku agar tidak membencimu. Aku benci ketika kau tersenyum—padaku. Membuatku teringat kembali pada lelaki brengsek yang tidak bertanggung jawab—pergi meninggalkanku, ketika aku menunggu akan janjinya!"

Maka, Taehyung tidak bisa berkata. Hanya menatap pilu wanita yang melahirkannya itu—menampakkan raut wajah akan kepedihannya. Taehyung tahu, bagaimana rasanya jika ia berada di posisi sang ibu. Tapi—mengapa Taehyung yang harus menerima semua ini?

Lantas selanjutnya, sebuah permintaan yang berhasil menusuk pelan hati Taehyung namun menyakitkan— terucap dari bibir manis sang ibu, "pergilah, Taehyung-ah. Tolong tinggalkan aku dan Jungkook di sini. Kau akan mendapat kebahagiaan jika tinggal bersama keluarga ayahmu. Aku akan menyerahkanmu pada mereka, karena aku tidak bisa merawatmu seperti yang kau harapkan. Sungguh, aku tidak bisa. Hanya memiliki Jungkook saja—sudah cukup bahagia untukku."

Mendengar itu, membuat hati Taehyung seperti terkoyak hancur oleh ribuan benda tajam. Nafasnya seakan direnggut paksa hingga membuatnya sesak—mati rasa. Hingga akhirnya, air mata lah yang mewakili segalanya. Di usia delapan belas, Taehyung harus menelan pernyataan pahit nan menyakitkan itu.

Lantas apa Taehyung memutuskan pergi? Atau membenci sang ibu atas pengakuannya yang menyakitkan itu?

Maka jawabannya, tidak.
Saat itu bukanlah akhir segalanya. Kim Taehyung yang terlalu menyayangi ibunya memilih menolak permintaannya. Tidak apa jika kehadirannya tidak di anggap, Taehyung yang sudah terlampau bodoh tetap memilih tinggal. Keacuhan sang ibu, tatapan dinginnya—serta kebenciannya, malah menjadi candu untuk Taehyung.

Buktinya—ia masih bisa tersenyum, ia masih bisa tertawa. Meski, Taehyung hampir melupakan—bagaimana caranya menangis. Bahkan dapat dihitung berapa kali Taehyung menangis setelah kejadian itu, selain menangis karena melihat adiknya Jungkook terluka.

Dan sekarang sudah dua tahun berlalu.

Permintaan dari sang ibu kala itu—terulang kembali. Tapi, Taehyung masih enggan untuk pergi. Ia tidak mau melakukan itu. Meski sang ibu terus mengatakan, apa kau tidak ingin bahagia bersama ayahmu?

Padahal jika perlu jujur Taehyung katakan, ibunya lah kebahagiaan yang selalu Taehyung nantikan. Sedikit saja ibunya mau memberi, demi Tuhan—itu yang akan membuatnya bahagia.










Story of BangtanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang