Kamu tersipu malu ketika layar ponselmu menghadirkan seseorang yang amat dirindui olehmu. Seseorang yang tiga tahun terakhir ini memiliki peran penting di dalam hidupmu. Seseorang yang berhasil menduduki singgasana di hatimu. Dan seseorang yang kini membuatmu tak bisa menyembunyikan rona senyuman yang terpancar indah dari ranum tipismu. Kamu tak henti tersenyum malu dan tertawa kecil ketika orang itu menuturkan kalimat-kalimat yang terdengar manis, serta merta dibumbui nada menggoda layaknya seorang pemuda kepada gadisnya. Ia orang terkasihmu, pemuda yang memiliki nama lengkap Park Jimin. Kamu sering memanggilnya Jimin, terkadang Nchim—jika kamu sedang bersikap manja pada kekasihmu itu. Iya, dia adalah kekasihmu. Orang yang mendapatkan predikat istimewa di kehidupanmu. Tapi, sayangnya—sekarang kamu dan Jimin tengah berjauhan. Lebih tepatnya, jarak sedang menguji kekuatan cinta kalian. Sudah setahun berlalu, dimana Jimin tengah mengejar gelar sarjananya di salah satu negara bagian Eropa sana, dan kamu sebagai pihak yang menunggunya di Seoul.
Meskipun begitu, Jimin tidak pernah menjadikan jarak sebagai alasan untuk tidak mengabarimu. Pemuda itu tak pernah absen melaporkan setiap inci kegiatannya di sana padamu. Hanya saja Jimin seringkali menyalahkan jarak ketika ia mengeluh karena terlalu berat merindukanmu. Menjadikanmu wanita paling bahagia karena dimiliki oleh sosoknya. Jimin sangat menyayangimu lebih dari apapun, pria itu selalu mengatakan hal itu padamu.
"Aku sangat menyayangimu..." Kata pemuda itu, lagi—entah sudah keberapa kalinya Jimin mengatakan itu setelah tiga puluh menit berlalu kalian melakukan video call.
"Aku pun menyayangimu, Jim." Balasmu disertai senyum manismu. Bahkan senyummu terlampau manis, siapa pun yang melihatnya pasti akan terpaku—menatapi senyum yang menyempurnakan kecantikanmu.
Percayalah, Jimin akan menjadi laki-laki terberuntung jika ia berhasil bergandengan denganmu menuju altar untuk mengucapkan sebuah janji pernikahan."Ah, maafkan aku. Sepertinya obrolan kita harus di akhiri dulu, masih ada aktivitas lain yang harus aku selesaikan. Bagaimana ini? Tidak apa-apa kan, Sayang?" Terdengar samar nafas berat Jimin yang sepertinya mau tak mau harus mengakhiri obrolannya bersamamu. Tentu saja kamu melihat jelas wajah cemberut kekasihmu itu, hingga membuatmu terkekeh ringan.
Jimin terlihat lucu serta menggemaskan sekarang."Tidak apa-apa, Chim Sayang. Esok hari kan kita bisa melakukannya lagi. Aku akan selalu menunggu coletahanmu—menceritakan hari-harimu di sana, begitu juga sebaliknya. Terima kasih untuk tak pernah melewatkan ceritamu pada gadismu ini, Jim." Sahutmu ditambahi tutur kata rasa terima kasihmu pada Jimin. Meski samar, vocalmu terdengar sedikit bergetar mengatakan itu. Hazelmu pun perlahan berkaca-kaca menatapi sosok Jimin yang dipastikan sekarang tengah tersenyum lebar padamu.
Kamu berusaha menepisnya.
Lantas kamu tersenyum kembali, agak berat—akhirnya mampu menampilkan sedikit senyum lebar hingga membuat kelopak matamu menyipit.
"Jaga kesahatanmu di sana ya, Jim. Aku akan selalu menunggumu di sini." Ucapmu, terlihat tulus dan menampakkan sebuah harapan.
"Ya, akan aku pastikan itu. Kamu juga, jagalah kesehatanmu. Dan aku harap kamu pun tak akan pernah bosan menungguku. Aku akan segera kembali. Jadi, tunggulah aku di sana." Tutur Jimin terdengar lembut dan hangat akan ketulusan.
Kamu pun mengangguk-anggukan kepalamu dengan cepat, beriringan dengan senyum yang didominasi haru.
"Aku mencintaimu, Jim."
"Aku lebih mencintaimu, Hyura."
Percakapan yang diakhiri lambaian tanganmu dan flying kiss yang berhasil membuat Jimin terkekeh di seberang sana. Namun kamu tak memperdulikannya, kamu pun tidak malu meski orang-orang di dalam cafe—tempatmu berada sekarang telah menatap heran padamu. Apalagi saat setelah Jimin benar-benar menghilang dari layar ponselmu saat panggilan itu sudah berakhir—yang menyisakan dirimu terisak tiba-tiba serta menangkup wajahmu oleh kedua tanganmu.
Kamu menangis.
Terdengar pilu dan menyedihkan.
Lantas, siapa aku untukmu sekarang?
"Aku tidak bisa meninggalkan Jimin. Dia terlalu tulus mencintaiku, Tae."
Kamu menatapku. Hazelmu kini beruraian air mata. Menatap diriku yang sejak tadi dengan kebodohan hanya diam, melihat dan mendengar—percakapanmu bersama Jimin.
"Aku tidak bisa melanjutkan pengkhianatan ini. Ini tidak benar. Aku dan—kamu, salah. Maafkan aku, Taehyung."
"Ayo kita akhiri hubungan ini."
Kalimat yang ringan terucap dari mulutmu, namun berhasil menghancurkan relung hatiku.
Ternyata—aku telah terlambat untuk memilikimu, Hyura. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Bangtan
FanfictionKumpulan Fanfiction BTS oneshoot, twoshoot, side story, dan lain-lain. Cast : Member BTS (random) Genre : Romance, Sad, Hurt, Drama, Family, Angst, Brothership copyright : 2018 -Chamochi