"Terkadang, seseorang baru sangat berarti ketika raganya sudah pergi. Entah pergi karena sudah tak dihargai lagi, atau pergi dan tak akan pernah kembali. Jangan mengadu pada bumi, ketika dia sudah pergi. Yang seharusnya kau salahkan adalah dirimu sendiri. Kemana kau disaat dirinya dalam keadaan pulih? Dimana kau saat air matanya jatuh ke pipi? Tidak ada, kan? Maka berdamailah dengan diri agar kenyataan tidak begitu perih dan kau tidak terlalu meratapi."-Althea.
_••_
Pukul 06:38
"Rara bangun, sayang. Kamu harus sekolah."
Lelaki itu, Raymond. Setia berdiri menunggu Adiknya membukakan pintu. Aneh, biasanya
jam segini gadis mereka sudah heboh menyuruh Tezza dan Rio untuk cepat menghabiskan sarapan pagi mereka. Perempuan itu bahkan bangun paling awal dari seluruh penghuni rumah Dimitri, setelah Althea beribadah, maka ia langsung mandi dan sudah nangkring di meja makan pukul setengah enam pagi. Gadis itu makan dengan sangat lahapnya tanpa menunggu para lelaki Dimitri turun.Atau bahkan ketika sarapannya telah habis tapi para kaum Adam itu belum turun, maka Althea mengadakan penggerebekan masal. Dimulai dari kamar Rio, Tezza, Ahron, dan terakhir Raymomd. Althea paling jago membuat keempat kakaknya membuka mata tanpa merasa ngantuk lagi. Dia hanya cukup mencium pipi kakak-kakaknya kemudian mengucapkan 'Selamat pagi'. Maka dipastikan, para lelaki itu akan langsung mandi. Lalu menyambut kedatangan mereka dengan senyum yang ceria.
Tapi kali ini, mereka tidak disambut dengan senyum ceria milik sang malaikat. Membuat para lelaki itu berebutan untuk membangunkan Althea, tapi selalu saja mereka gagal karena dalil si Raymond yang selalu mengatakan,
'Aku kakak tertua, maka mengalalah.'
Justru dimana-mana, kakak tertua yang mengalah pada adik-adiknya. Benar-benar kakak yang menyebalkan.
Tak ada suara sahutan dari dalam. Ray langsung membuka pintu dengan kunci serep yang telah ia pesan. Terlihat jelas tubuh mungil Althea menggigil kedinginan, sampai-sampai gadis itu menekukan lututnya.
Raymond mematikan Ac, hawa nya tidak dingin. Kemudian mengecek suhu badan Althea.
"Astaga! Kau demam, sayang."
Raymond berlari kearah Interkom yang ada di dinding sisi kanan kasur Althea. "Bi, tolong panggilkan dokter Ayman. Rara sakit. Sekarang!" bentaknya pada wanita paruh baya itu.
Dengan tergopoh-gopoh, Bi Nur menelepon dokter Ayman—dokter khusus yang keluarga Dimitri percayakan—dengan telepon rumah yang ada di dinding luar ruang makan. Ahron yang melihat Bi Nur berlari langsung menanyakan ada apa. Perempuan paruh baya itu menjelaskan bahwa Althea sedang sakit. Membuat ketiga laki-laki itu berlari menaiki tangga menuju kamar Althea.
"Lyra kenapa, kak?" tanya Ahron.
Raymond mengalihkan tatapannya sekilas lalu fokus pada sang adik,"Rara demam. Suhu badannya panas sekali."
Napas gadis itu berhembus tak beraturan.
"Kenapa lama sekali mereka membawakan air yang ku minta!" gerutu Raymond. Tak lama kemudian seorang maid membawakan air dengan handuk kecil pesanan Raymond. Raymond bahkan masih sempat-sempatnya membentak maid malang itu karena pekerjaannya yang sangat lelet. Kain putih itu diletakkan dikening Althea.
"Bunda..." lirihnya merindukan sang Bunda.
"Iya, sayang. Nanti Bunda pulang, kok." pelukan hangat Tezza berikan.
Tiba-tiba suara ketokan pintu terdengar, orang yang ditunggu-tunggu sudah berdiri disamping maid yang mengantarkan Ayman ke kamar Althea. Mengambil tetoskop. Kemudian memeriksa suhu tubuh Althea dengan termometer dan mengecek kondisi mulutnya. Setelahnya Ayman menulis resep obat untuk Althea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisthisi
Teen FictionAlthea Lyra Dimitri Wanita cantik, baik, pintar,sedikit tomboy,dan permata kedua setelah bunda nya dikeluarga Dimitri. Entah kesialan atau malah keberuntungan yang menimpahnya,sehingga harus mempunyai empat saudara laki-laki yang begitu possesive t...