SATU - MENOLAK PERJODOHAN

205 20 4
                                    

DARA


"Update terakhir udah P-21*, Mas."

"Nggak lama lagi akan sidang pertama. Kamu simpan nomer HP JPU* kan? Langsung kontak dia dan koordinasi."

"Baik, Mas, siap." Aku memutus sambungan telepon dari Mas Ben, partner di HAD Lawfirm. Ya, itu adalah firma hukum tempatku mencari nafkah selama beberapa tahun terakhir.


Gini nih kalau telat bangun. Aku cuma sempat sikat gigi dan mandi. Perut keroncongan belum terisi. Muka gembul dan double chin hasil timbangan yang geser ke kanan belum dipermak make up. Untunglah macet, jadinya aku bisa dandan.
Ponsel yang aku taruh di jok sebelah, tepatnya di atas file case berisi dokumen terkait perkara berbunyi. Aku melepas Syca – Lash Out Love dari bulu mata sebelah kanan demi menjawab panggilan dari orang yang kutahu mau bahas apa.

"Ck." Aku mendengar diriku berdecak saat melihat siapa yang menelepon. Pengen nggak diangkat, takut nggak dikasih warisan.

Biarpun ayahku ini ngeselin, tapi duitnya banyak. Maklumlah namanya juga dokter bedah. Sekali operasi saja sama dengan gajiku tiga bulan. Ya udahlah, aku angkat aja.

"Kenapa, Yah?"

"Dara, udah di jalan ya?"

Gimana sih, udah tahu pakai nanya lagi. Aku membuang napas. Sabar, sabar.

"Iya. Kenapa, Yah?"

"Kamu malam ini jadi kan ke Paul?"
Aku tahu restoran yang Ayah sebut. Nggak jauh dari kantor. Masalahnya aku nggak ingat pernah janjian sama Ayah di sana.

"Ngapain? Ayah ulang tahun?" Aku sampai ngecek kalender buat memastikan. Ya masa lupa sama ulang tahun bapak sendiri? Ternyata nggak kok. Ayah kan zodiaknya Pisces. Ulang tahunnya sudah lewat jauh.

"Kamu nggak ingat ya kita mau ketemuan sama Zufar?"

Hadeh, Zufar mana lagi ini? Kayaknya aku nggak ingat Ayah pernah nyebut nama dia.

"Itu, residen bedah di rumah sakit." Ayah menambahkan karena aku lama nggak merespons.

Paling-paling Ayah mau jodohin aku lagi. Nggak masalah. Mengingat bentuk tubuhku yang sebelas dua belas sama kulkas tiga pintu, memang susah mencari cowok yang suka sama aku. Namanya juga cowok itu makhluk visual. Dikasih istri yang cantik macam Inara saja bisa selingkuh.

"Ibunya masih ada?" tanyaku.

"Hmmm..."

Tuh, kenapa malah Ayah yang ragu-ragu menjawab?

"Kalau masih punya ibu, aku nggak mau lho, Yah," kataku antipati duluan.

"Jangan begitu. Kenalan saja dulu siapa tahu cocok. Umur kamu sudah mau 30 tahun."

Aku memutar bola mata. "Ya terus?"

"Kok terus? Ya kamu harus secepatnya menikah supaya kalau mau punya anak nggak berisiko tinggi. Anakmu pun berkemungkinan besar mengalami SIDS* atau down syndrome kalau hamil di usia di atas 35 tahun."

"Memangnya siapa yang mau punya anak?" Aku menggerundel.

"Hush, Dara!"

Paham child free lagi berisik dikampanyekan belakangan. Aku bukannya mau ikut-ikutan menolak berketurunan, cuma pengen iseng saja. Aku nggak takut Ayah marah, aku cuma takut akibatnya. Orang yang mengincar warisan ayah banyak sekali. Ahli waris yang membunuh pewaris nggak berhak atas warisan. Meskipun aku nggak niat membunuh, tapi alasan bisa dicari-cari. Kalau sudah berhubungan dengan uang, saudara sedarah bisa jadi musuh. Apalagi yang cuma sedarah 50%.

"Gini aja, Yah, kita bikin kesepakatan. Ayah boleh ngenalin aku sama cowok asalkan ibunya udah almarhumah. Kalau bapaknya masih ada nggak apa-apa lah. Asal belum nikah lagi."
Aku mendengar embusan napas Ayah di speaker. Mungkin Ayah frustrasi punya anak kayak aku.

"Ayah cuma kenal satu orang laki-laki lajang yang ibunya udah nggak ada."

"Oh ya, siapa tuh? Aku sama dia aja," jawabku semringah.

"Mang Usra." Ayah menyebut nama supirnya.

"Yang bener aja, Yah. Masa aku sama Mang Usra?"

"Makanya buatlah syarat yang wajar-wajar saja. Kalau syaratnya seiman, sehat jasmani rohani, pendidikan minimal S1, tinggi minimal 170 senti, punya pekerjaan tetap, Ayah masih bisa carikan dari kenalan. Masalahnya syaratmu itu susah."

"Bikin pengumumam aja, Yah. Barangsiapa yang berjenis kelamin laki-laki dan ibunya sudah meninggal, dipersilakan kawin sama anak saya."

"Ngawur kamu!"

Ngawur gimana? Padahal saranku ini sangat kreatif dan inovatif lho. Kenapa sih Ayah nggak bisa open minded sedikit saja. Dasar gen X.

"Sabar. Usia Ayah bukan balita lagi, bukan di bawah lima puluh tahun. Nggak boleh marah-marah."

Niatku baik, mengingatkan daripada Ayah kenapa-kenapa sebelum bikin surat wasiat di notaris.

"Wis lah sak karepmu!"

Tut, tut, tut.

Ayah ngambek. Dasar Pisces, baperan. Kayaknya aku mau nambahin syarat jadi suamiku lagi deh, zodiaknya nggak boleh Pisces.

***

Catatan:

1. P-21 : Merupakan kode dalam Kejaksaan yang artinya penyelidikan sudah lengkap sehingga siap disidangkan.
Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 518/A/J.A/11/2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Nomor 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, terdapat kode administrasi untuk setiap perkara di Kejaksaan.

2. JPU atau Jaksa Penuntut Umum merupakan salah satu jaksa yang ada di Kejaksaan. Tugasnya menuntut perkara pidana di pengadilan. Adapun jaksa yang lain adalah Jaksa Penyelidik, Jaksa Penyidik, Jaksa Eksekutor, dan Jaksa Pengacara Negara.

3. SIDS atau Sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada bayi. Diduga dipengaruhi beberapa faktor salah satunya kehamilan ibu di usia terlalu muda atau terlalu tua.

***

Hello Sexy Readers,

Cerita baru lagi, kolab sama Kak rachmahwahyu. Bakal update setiap Rabu.

Yang kangen Benedict Andes bisa ikuti cerita ini sambil nungguin Swinger Club update. Kalau mau baca cepat silakan ke Karyakarsa.

Oh ya, ada yang kangen Sherly di ceritanya Ry-santi? Iya, pacarnya Pak Jaksa Eric. Sherly bakal jadi senior dan bestie-nya Dara.

Alurnya agak lambat karena saya menggunakan 2 POV yakni POV Dara dan POV Harfandi secara bergantian.


OUR SIMPLE DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang