Berlomba

240 8 3
                                    

"Pasien nomer 112." Seorang wanita paruh baya, memakai kemeja biru muda dan celana panjang hitam berbicara keras.

"Ya bu." Pria berumur tiga puluh tahunan menyahut.

"Silahkan masuk."

Dengan sigap, ia memapah seorang pria yang usianya jauh lebih tua. Orang itu terlihat lemah, tubuhnya kurus kering tetapi perutnya terlihat besar membuncit.

"Silahkan duduk." Lelaki berkumis tebal berumur lima puluhan tahun memepersilahkan duduk. Berpakaian serba hitam, membuatnya terlihat lebih tua dari umurnya. Keduanya pun segera duduk di kursi kayu.

"Apa keluhannya." Tanya si lelaki berkumis

"Begini mbah Gendulaya, Bapak saya sudah lama sakit - sakitan. Kadang perutnya melendung dan tidak bisa buang air besar. Kadang kakinya yang bengkak dan kesakitan."

"Hmmm nama bapak sampean siapa?"

"Namanya Kasta mbah."

"Bin?"

"Bin Jemad."

Setelah mendapat nama, mbah Gendulaya mengheningkan cipta sesaat.

"Apa bapakmu punya musuh?"

"Saya kurang tahu mbah, bapak saya cuman penjual sembako."

"Bagaimana pak, njenengan punya musuh?"

Kasta bin Jemad hanya menggeleng lemah.

"Mmm ya ya. Coba bapaknya dibaringkan dikasur." Sang paranormal menunjuk ke arah kasur yang ada disamping kanannya.

Kasta dibaringkan pelan - pelan. Perutnya yang melendung terlihat kembang kempis seirama dengan napasnya yang lemah.

Mbah Gendulaya berdiri disamping kirinya. Ia lalu menarik napas panjang dan dihembuskan cepat. Dengan segera tangan kanannya ditempelkan diatas perut Kasta yang melendung.

"Ahhkkkk aahduhh." Kasta mengerang kesakitan.

"Haah." Dengan sekali hentak tangan mbah Gendulaya diangkat cepat seperti sedang mencabut sesuatu. Pak Kasta pun terdiam.

"Ini mas lihat." Mbah Gendulaya menunjukkan sebuah benda berupa kain putih yang diikat mirip pocong.

"Astaga, apa itu mbah." Anak pak Kasta terkejut.

"Bapakmu ada yang njahili." Mbah Gendulaya membuka ikatan dan gulungan kain putih. Didalamnya ada seikat rambut, beberapa paku dan tanah. Bau belerang segera tercium dari buntelan kain putih.

"Hmmm...,lagi-lagi aliran Gunung Lor." Gumam Gendulaya dalam hati setelah mencium bau belerang.

"Lalu bapak saya gimana mbah?"

"Tenang saja, mudah - mudahan segera sembuh. Lihat, perutnya sudah kempes."

"Oh iya mbah, lalu kira - kira siapa pelakunya mbah?" Anak pak Kasta penasaran.

"Yang jelas, ini masalah persaingan bisnis. Nanti bapak sampean saya pagari biar tidak diserang lagi."

"Terimakasih mbah, oh iya biayanya berapa?"

"Untuk biaya nanti di kasir depan, ini saya kasih resep untuk pemulihan kondisi bapak Kasta."

* * *

"Ati nyawiji, nyawiji ing kalbuku.

Jabang bayi Sasi dadiyo siji. Siji tan bakal lali.

Persaingan Alam Gaib (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang