At Office

578 20 0
                                    

Radit’s POV

        Sudah dua minggu ini aku tidak bertemu dengan Gigi. Setelah malam terkutuk ketika Gigi menginap di rumah, paginya aku menitahkan Yoga untuk mengantar Gigi pulang ke kandangnya alias rumahnya. Bukan apa-apa, kalau aku yang mengantarnya pulang, aku ga bisa menjamin dia akan sampai tujuan dengan selamat sentosa sejahtera.

        Malahan, sekarang aku sering bertemu dengan Vina di kantor. Ya, Vina akhir-akhir ini sering datang ke kantorku membawa makan siang, lalu kami akan mengobrol-ngobrol santai sebentar untuk menghabiskan jam istirahat siangku.

Tok.tok.tok..

Sepertinya bukan Vina, karena tadi dia sudah bilang kalau siang ini ga bisa datang ke kantorku. Mungkin sekertarisku..

“Ya masuk” ujarku.

Dan.. ternyata yang datang adalah Ivy. Mau apa dia ke sini? Dia adalah salah satu teman wanitaku. Dia cantik, sangat cantik.. sangat feminine tapi juga bisa sangat liar. Tapi dia sudah kutinggalkan beberapa bulan yang lalu karena yaa.. sudah bosan.

“Haii sayaaang.. Aku kangen banget sama kamu. Kenapa kamu ga pernah hubungin aku lagi?” rajuknya manja yang kini sudah duduk di pangkuanku.

“Sorry, aku sibuk” jawabku santai lalu kembali memfokuskan diri pada pekerjaanku. “Hmm, dan apa bisa kamu duduk di tempat yang seharusnya?” kataku tanpa mengalihkan tatapanku kepadanya. Terlalu buang-buang waktu..

Bukannya bangkit tapi dia malah menarik wajahku mendekatinya dan menatapku menggoda. “Tempat aku seharusnya ya di sini” ucapnya lirih dengan senyum mautnya. Lalu, ia semakin mencondongkan wajahnya mendekati wajahku, dan aku tahu apa yang akan terjadi setelah ini..

“Ehem” Sebuah suara dehaman terdengar dari arah pintu.

Ini bukan seperti apa yang kuprediksikan. Aku menoleh ke sumber suara.

Heii siapa yang berani-beraninya mas-

Sebentar..

Sepertinya orang itu familiar..

GIGI??

Penampilannya sangat berbeda. Rambutnya yang sebahu ia kuncir kuda sehingga terlihat lebih rapi. Ia memakai high heels hitam, rok pensil selutut berwarna ungu tua, dan blouse putih yang setiap incinya amat sangat pas di tubuhnya. Membuat setiap lekuk tubuhnya terekspos dan menggo- Cukup! Cukup sampai di situ Radit! Masih ada wanita feminine nan seksi dipangkuanmu. Kembali ke akal sehatmu.

Sorry ganggu kegiatan siang kalian” ujarnya santai.

Dia masih bisa menampakkan tampang santai ketika melihatku dengan seorang wanita dan dengan posisi seperti ini? Apa dia ga merasa malu? Risih atau cemburu?

“Gue cuma mau ngasih ini kok. Makan siang..” lanjutnya yang kini sudah ada dihadapanku dan Ivy, sambil mengangkat paperbag di tangannya.

Pandanganku beralih pada paper bag tersebut. Namun, ada sesuatu yang membuatku lebih tertarik. Blouse putihnya terawang.. Apa hanya penglihatanku yang terlalu tajam? Tapi kalo emang terawang berarti orang-orang kantor melihat pemandangan ini dong?

“Ivy, kamu pulang dulu, nanti akan aku hubungi,” usirku secara halus. Saat ini ada yang lebih penting..

Pembalasan..

Dendam..

“Loh kok itu cewek pergi? Gue seriusan cuma mau nganter ini di suruh nyokap. Ya udah gue keluar yaa” katanya sambil menaruh paper bag di atas meja lalu beranjak menuju pintu.

Apa itu yang kulihat? Dia memakai bra hitam dibalik blouse putih ketatnya? Sangat menantang..

Belum saatnya untuk pulang, sayaangg..

        Sebelum Gigi sampai di depan pintu aku sudah memeluknya dari belakang. Tubuhnya kaget merespon sentuhanku. Aku sedikit bermain di area tengkuknya, dan tubuhnya melemas seketika. Gotcha!!

“Terimakasih sudah memberikan pemandangan indah buat gue. Tapi kenapa warna hitam? Gue lebih suka warna merah.. lebih menggoda” bisikku tepat di telinganya yang membuat dia bergidik.

I. Really. Like. It.

Sebelum dia berontak aku sudah melepaskan pelukanku dan juga jasku, lalu kusampirkan jasku di bahunya.

Kini aku membalikkan tubuhnya dan menariknya ke arahku sampai hanya tersisa sedikit jarak. “Gue suka banget pemandangan indah ini, apalagi dari depan. Tapi cukup untuk konsumsi pribadi, ga ada yang boleh liat selain gue” ucapku sambil menatap tepat di manik matanya yang hitam legam.

Mata hitam legamnya tak bisa kubaca. Aku ga bisa mengira apa yang saat ini dia pikirkan. Tapi satu yang kutau.. Kali ini aku menang telak! Dia sama sekali ga berkutik..

Kukaitkan lenganku di pinggangnya dan membawanya keluar ruangan. “Kita makan di luar aja. Tiba-tiba mood gue langsung jadi baik. Mungkin karena lu, Gi”

“Andin, saya keluar dulu yaa. Kalo ada yang penting hubungi saya aja” ucapku pada sekertarisku.

“Baik pak” jawabnya.

“Kita mau kemana nih?” tanyaku pada Gigi yang sekarang lagi ciut, hahaa.

“Pulang” jawabnya dingin.

“Oke, lady” balasku dengan senyum kemenangan.

Makannya Gigiku sayaang, jangan main-main sama Radit..

*****

Maaf banget yaa baru bisa update cekalaanngg. Kemaren lagi sibuk sama urusan kuliah hehe. Makannya aku update dua kali. Oh iya aku sangat mengharapkan komen dari kalian biar aku bisa tau apa ceritaku layak buat diterusin atau engga. Soalnya aku ngerasa makin kesini ceritaku makin alay hahaa. Please don't be silent reader kawaann. Aku sangat mengapresiasikan komen kalian baik positif maupun negatif. Lopyuuu ;*

Oh iyaa, ini ada fotonya Radit. Semoga ga mengecewakan

Who win the game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang