02. Why Am I Like This?

855 96 20
                                    

Netra Evelyn mampu menangkap objek yang dicarinya sejak tadi, Sehun. Dia berada di belakang tempat duduknya dan pemandangan yang tak seharusnya ia lihat, justru nampak dengan jelas. Laki-laki yang ia suka itu dengan berciuman, ah tidak, bercumbu mesra dengan seorang wanita yang tak ia ketahui. Bagai disambar oleh halilintar bertegangan tinggi, likuid bening yang mati-matian ia tahan dari tadi akhirnya tumpah dengan mudah -menganak sungai. Tubuhnya bergetar hebat, buket bunga serta bingkisan kado yang ada dalam genggamannya terjatuh perlahan ke lantai. Kedua tangannya berusaha menutup mulut agar tangisannya tak berusara, kakinya menuntutnnya untuk pergi meninggalkan tempat itu. Kepalanya bekerja lebih keras menyadari suatu hal, wanita yang bersama Sehun terdengar merayu dengan nada manja, suara wanita itu ... dan pakaian yang dikenakannya ... benar-benar mirip dengan apa yang dikenakan oleh kakaknya tadi pagi. Memori otaknya masih merekam jelas apa yang terjadi dalam ruangan itu, setelah cukup puas dengan permainan tautan bibir, Sehun terlihat benar-benar ingin menanggalkan pakaian yang dikenakan oleh wanita itu. Namun, wanita itu mendongak dan memegang tangan Sehun, seolah menahan agar laki-laki itu untuk tidak melakukannya, padahal yang diinginkan justru sebaliknya.


Evelyn bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas, yang membuatnya semakin tak bisa mengungkapkannya lewat rangkaian kata-kata, berderet kalimat. Ia lebih memutuskan untuk pergi dari ruangan itu, menuju lift untuk menuju lantai dasar kantor. Di dalam lift, seolah tubuhnya tak memiliki tulang, ia langsung menangis dalam keadaan terduduk. Ia tak bisa menggambakan bagaimana perasaannya saat ini, ia terpukul hebat saat mengetahui sebuah fakta, laki-laki yang ia suka adalah tunangan dari kakak yang begitu ia sayang. Layaknya film yang yang terputar di bioskop, ia masih mengingat kejadian natal tahun lalu saat mereka sedang makan malam. Pantulan dirinya di dalam lift seakan menyeretnya menuju masa lalu saat mereka sedang makan malam tepat di Hari Natal.

"Makanlah ini," ujar Elena mengambilkan daging yang sudah ia masak di piring adiknya sambil tersenyum lebar.

Merasa janggal dengan tingkah sang kakak, Evelyn bertanya penuh selidik setelah senyum lebar yang mencurigakan dari kakaknya itu, "Kenapa?"

"Tak apa-apa," jawab Elena masih tersenyum.

"Bohong," Evelyn masih menuntut kebenarannya.

"Sebenarnya ... aku baru saja dilamar oleh seorang laki-laki," Elena akhirnya mengaku, meskipun tersipu malu saat mengutarakan kabar bahagia itu pada sang adik.

"Hah? Benarkah?!" Evelyn memekik, terlalu bahagia mendengar kabar itu dari bibir sang kakak.

Elena mengangguk, raut wajah bahagia tergambar jelas, dan ia menggenggam erat tangan Evelyn, berusaha meyakinkan apa yang sudah ia lontarkan itu benar adanya.

"Lalu kau jawab apa?"

Tak ada respons dari Elena, wanita itu terdiam.

"Apa kau mengiyakan lamarannya?" Evelyn kembali bertanya, ia ingin tahu kelanjutannya, hingga membuatnya lebih cerewet dari sebelumnya.

"Tentu saja , iya." Elena beranjak dari kursi kemudian menarik tangan adik kesayangannya itu menuju ke arah ruang tamu.

"AAAAHHHHH!" Keduanya berteriak bersama untuk merayakan hal tersebut, rasa bahagia Evelyn menyeruak menginggat kakaknya sebentar lagi menginjak usia tiga puluh empat tahun itu dilamar oleh seorang pria.

"Eonni, kau tahu?"

"Apa apa?"

"Aku ingin mengenalkan seorang yang aku suka padamu suatu saat nanti, ketika waktunya sudah tepat."

「✔」 Montage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang