09

4 2 2
                                    

Selama lima jam tanpa henti Hietra dan Audrey berjuang keras mengoperasi sang kapten agar selamat, semua usaha telah mereka lakukan, kini hasilnya tergantung pada nasib. Hietra tertidur di ruang peristirahatan, sedangkan Audrey masih setia disamping Agra dalam keadaan terlelap.

Usaha keras dari Hietra dan Audrey berhasil, setelah seharian beristirahat dalam tidur sang kapten akhirnya menunjukan pemulihan sedikit demi sedikit. Tubuhnya yang seperti mumi dengan masker oksigen dimulut membuat dia terlihat menyedihkan sekarang.

Hietra, Nick, dan Brez datang mengunjungi Agra menggantikan Audrey yang harus menjalankan tugasnya di posko pertahanan. Tak lama Nick dan Brez juga harus beranjak untuk bertugas, menyisakan Hietra seorang. Perlahan monitor yang menampilkan kondisi tubuh Agra mulai menunjukan peningkatan.

Akal Agra menolak untuk percaya dia masih hidup, namun disinilah sekarang dia berada. Mengumpulkan tenaga yang ada menahan rasa sakit dan berusaha sadar dari tidur panjangnya. Mata ungu Agra terbuka menatap langit-langit bewarna abu-abu dengan lampu putih redup.

Melihat itu Hietra kaget dan tidak percaya, sang kapten kini sadar. Awan mendung tertiup oleh angin kebahagian, setetes air mata jatuh dari mata hitam indah milik Hietra.

"Seharusnya kau masih tidak sadar selama kurang lebih seminggu, namun lihatlah! Kau bangun sekarang, tapi tetaplah istirahat kapten jangan memaksakan dirimu lagi."

Mata Agra melirik Hietra yang diliputi rasa senang, senyum juga terukir disana.

"Aku akan mengabarkan lainnya. Beristirahatlah kapten."

"Berapa hari aku tidak sadarkan diri," kata Agra dengan nada rendah.

"Sekitar dua hari, sekarang baru saja malam."

"Dimana Audrey?" Agra berusaha mengumpulkan tenaga sehingga terdengar lirih.

"Dia sedang bertugas sekarang, dia baik-baik saja. Kuharap kau juga begitu, aku akan pergi. Beristirahatlah kapten." Hietra pergi.

Pikiran Agra tenggelam dalam perasaan sedih, hidupnya yang dia serahkan pada takdir kini bertulis lain. Air mata dia jatuh begitu saja, merutuki nasibnya yang menyedihkan.

"Kapten, kau sudah sadar? Syukurlah," kata Nick yang datang tiba-tiba.

"Ini berkat. Doktor kita."

"Kau benar, tanpa istirahat sedetikpun selama lima jam dia berjuang mengoperasimu, mengobatimu, dan merawatmu. Kita beruntung punya teman yang sehebat dia." Nick tersenyum getir.

"Kalian membicarakanku?" Hietra datang.

"Kami membicarakan malaikat, bukan iblis sepertimu," kata Nick yang dibalas kasar Hietra, namun akhirnya mereka larut lagi dalam tawa.

Hanya dapat melihat itu, hati Agra melunak. Bisa melihat kejadian itu merupakan suatu kebahagiaan. Kebahagiaan terbesar. Mata Agra berkaca-kaca, dia enggan menangis dihadapan teman-temannya.
"A-ada apa kapten?" Tanya Hietra yang masih mencubit tangan Nick dengan geramnya.

"Terima... Kasih." Agra tidak bisa lagi membendung perasaan.

*****

Gedung tinggi milik salah satu perusahaan terkenal berdiri kokoh diterpa angin dan sinar bulan. Keadaan begitu tenang, namun tidak dipikiran Rendy yang kini terjebak di kubangan tanda tanya. Kantor Rendy yang berada di puncak tertinggi gedung Zry Corp disana dia sedang menatap dari balik dinding kaca pemandangan kota Alpha yang gemerlapan cahaya.

Dua orang datang. Xera dan
seorang Nerver laki-laki berusia sebelas tahun berambut pirang.

"Kami siap tuan," kata Xera sedikit tertunduk.

NERVTEX: Perang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang