Melalui pencarian panjang, akhirnya dia menemukan tempat tinggal sementara. Sebuah ruangan cukup lebar namun rendah yang juga hanya berpenerangan minim. Tempat itu sederhana bahkan dindingnya terbentuk dari tanah galian, disana tidak terlalu banyak ada benda, yang paling berkesan hanyalah sofa merah panjang. Fasilitas disitu layaknya rumah lain dengan dapur, toilet, dan kamar mandi, yang kurang adalah kamar untuk tidur.
"Jadi, dimana aku tidur?" tanya Agra.
"Jika kau ingin tinggal disini, kau harus menaati aturan. Pertama, jangan ganggu aku, kedua, jangan merusak apalagi mengotori tempat ini, ketiga, jika kau membawa seseorang tanpa ijin padaku kau akan kuusir, keempat, jangan pakai barangku seperti milikmu, kelima, kau harus turut kepadaku." pria bermata hijau itu mendekati sofa merah.
"Ah, baiklah. Tapi dimana aku harus tidur?"
"Terserah," kata pria bermata hijau yang sudah terbaring nyaman di sofa merah miliknya. "Aku ingin tidur, jangan ganggu aku!"
"Baiklah, hanya... Satu hal lagi, siapa namamu?"
Hening sesaat namun akhirnya pria bermata hijau itu menjawab, "Nord."
Malam akhirnya berganti pagi cerah, semua rasa lelah Agra hilang setelah tidur selama enam jam. Walau beralaskan keras dan berbantal ransel dia sendiri.
Begitu juga sang tuan rumah yang kini telah rapi dan bersih. Bersiap pergi untuk bekerja.
"Kau ingin pergi kemana?" tanya Agra.
"Bekerja."
"Bekerja apa?"
"Jangan banyak tanya. Apakah kau juga ingin pergi? Tapi pergi atau tidak, aku tak peduli. Asalkan kau harus rahasiakan dan jaga tempat ini agar aman," kata Nord lalu pergi meninggalkan Agra sendirian.
Sendirian di tempat yang baru Agra tinggali membuat dia agak canggung. Beberapa buku berserakan, langit-langit cukup berdebu, dan peletakan barang juga agak kurang rapi. Terbesitlah suatu ide yang bisa dibilang sedikit mulia di kepalanya, yaitu merapikan dan membantu membersihkan tempat yang jadi tempat tinggal sementaranya.
Dengan sapu di tangan dan kain yang menutupi hidung dan mulutnya dia mulai menjalankan tugas bersih-bersih. Sebenarnya Agra sendiri bukanlah orang yang rajin apalagi cinta kebersihan, namun dia setidaknya ingin membuat sang pemilik rumah senang. Karena dia tidak akan punya uang untuk membayar sewa, untuk malam tadi karena dia penuh dengan lelah maka dia harus berbohong mendapatkan apa yang sudah di depan mata.
Bukannya berniat untuk membohongi, namun dia punya rencana yang harus butuh langkah banyak dan rumit untuk sampai ke hasil yang diinginkan. Selagi memikirkan rencana untuk menggagalkan perang, dia juga berpikir mencari uang. Entah dengan bekerja atau hal lainnya.
Setelah menyapu, melap, dan menyusun. Akhirnya pekerjaan dia selesai. Dan sekarang saatnya dia menjalakan rencananya, yaitu mencari tahu pencipta dari sang pembunuh. Lalu saat itu, dia tahu langkah apa yang harus diambil.
Keluar dari lubang persembunyian, Agra kembali menyusuri jalanan bersih dan penuh dengan ketenangan. Melihat matahari meninggi ditemani dengan tawa anak-anak, senyum yang bertebaran, dan yang paling indah adalah, tanpa adanya suara-suara kebencian. Siapapun yang berada disini pasti akan terjangkit virus kebahagian.
Entah bagaimana keadaan dunia dulu sebelum terjadinya pertempuran yang mengakibatkan hampir seluruh dunia hancur, namun dilihat dari sejarah dan buku-buku yang menceritakan dunia sebelumnya maka perbedaannya sangatlah besar sekarang. Di kota yang disebut sebagai potongan surga tidak pernah mengenal yang namanya rumah bordil, narkoba atau obat-obatan terlarang, tempat minum minuman keras, tempat perjudian, dan pasar gelap. Berbeda dengan kota bawah tanah yang hanya sebelas dua belas dengan tempat terkutuk sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERVTEX: Perang Takdir
Science-FictionEden, sebuah negri masa depan yang nyaris sempurna dengan teknologi canggih, masyarakat patuh, dan pemimpin yang murah hati. kini nasibnya berada ditangan seorang yang asing. . . . . . Agra, seorang kapten divisi pertahanan harus rela tersungkur da...