Sungguh tidak di duga, yang muncul adalah gadis lusuh yang kedua tangannya membekap beberapa makanan. Mata dia tak bergeming ketika melihat Agra dan Dwi bersiap akan mencincang bahkan melubangi tubuhnya. Tapi dia bukanlah android, jadi hal sadis semacam itu tidak diperlukan.
"Apa yang kau lakukan disini," tanya Dwi mematikan bilah api yang menyala-nyala. Senter dia arahkan ke sekitar kaki gadis itu untuk melihat dia lebih jelas lagi.
Agra menolak untuk berpikir ini adalah jebakan, tapi dia harus selalu waspada. Memangnya siapa yang tahu mana yang benar ketika berada di tengah kegelapan?
"Aku," gadis itu berucap pelan "Aku melihat kak Dwi dan kakak ini ketika baru masuk. Awalnya... Kukira kalian penyusup, namun akhirnya aku sadar bahwa sosok itu adalah pelindung kota ini."
"Kau kenal dia Dwi?" Agra masih setia memasang sikap waspada.
"Um... Aku ragu. Bagaimana bisa kau berjalan di tengah gelap seperti ini?"
"Aku..." Gadis itu menunduk.
Agra mulai mengangkat tinggi pistolnya. Sedangkan Dwi hanya menatap penuh selidik gadis di depan mereka.
"Aku hanya mengikuti kalian, berusaha mengetahui apakah kakak benar-benar Dwi."
"Bagaimana bisa kau hidup di tempat gelap seperti ini?" Agra kini mulai teepancing menginterogasi gadis memiliki tatapan tak bersalah.
Tiba-tiba gadis itu berusaha merogoh saku, yang membuat Agra terkesiap tapi dia masih bisa menahannya karena fakta belum terkuak.
Dengan santainya dia mengangkat senter kecil bewarna merah muda. "Aku memakai ini."
"Baiklah," suara Dwi mulai percaya akan sang gadis. "Katakan siapa namamu, dimana kau tinggal, dan satu pertanyaan lagi, apa nama dunia luar?"
"Aku tinggal di jalan nomor dua-dua-satu. Namaku adalah Vira. Dan... Sebenarnya aku tidak ingat kota luar."
"Mustahil, di umurmu sekarang kau sudah masuk sekolah. Kau pasti diajarkan tentang pengetahuan umum bukan?"
"Aku." Vira mulai terisak. "Tidak pernah sekolah."
Tanda tanya lagi bagi Dwi, dia yakin pasti akan aturan kota ini. Semua anak-anak sudah masuk sekolah umum di saat umur enam tahun, dan Dwi rasa Vira setidaknya sudah mencapai umur itu.
"Kau mengenal namaku bukan? Kalau begitu sebutkan dimana aku bekerja."
"Tentu saja, kakak bekerja di divisi pertahanan. Bahkan sekarang sudah menjadi kapten!" riang Vira. Yang dibalas tatapan terkejut Agra dan Dwi.
"Kurasa aku harus percaya padamu." Dwi menggantung gagang pedangnya dan memasukan revolver ke sakunya yang besar.
"Apa yang kau lakukan sehingga tidak pergi ke kota atas?" tanya Agra yang sudah bisa mempercayai anak ini.
"Aku tidak bisa, aku harus menjaga ibu."
"Ibumu sakit?" tanya Dwi.
"Iya, dia tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Makanya aku tidak bisa bisa bersekolah untuk merawat ibu hingga kini."
"Kau merawatnya sendirian?" Agra memasukkan pistolnya lagi ke sabuknya.
"Aku tidak memiliki anggota keluarga lain, maka dari itu aku harus menjaga dan merawat ibu disini. Sendirian."
"Bisa kau antarkan kami?" tanya Dwi.
"Bisa, ayo ikuti aku." kaki kecil gadis bernama Vira itu langsung bergerak maju dengan sentar merah muda miliknya yang menyala terang ke depan. Dan Agra dan Dwi mengekor di belakang dia dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERVTEX: Perang Takdir
Fiksi IlmiahEden, sebuah negri masa depan yang nyaris sempurna dengan teknologi canggih, masyarakat patuh, dan pemimpin yang murah hati. kini nasibnya berada ditangan seorang yang asing. . . . . . Agra, seorang kapten divisi pertahanan harus rela tersungkur da...