02

33 11 13
                                    

Malam gelap tersingkap oleh cahaya sang surya yang baru saja meninggi. Pria berkerah tinggi bersandar tak sadarkan diri. Sedangkan suara dari telinga kanannya memanggil dia tanpa henti.

"Kapten! Kapten!"

Tak ada jawaban yang didengar. Hanya sebuah dengkuran samar-samar.

"KAPTEEEN!" Remaja berambut kuning bernama Phet berteriak, berusaha menyadarkan sang kapten.

Pria itu terkejut, lantas dia berdiri dan menatap curiga tempat disekitarnya. Akhirnya dia sadar bahwa itu panggilan dari wicom.

"Kapten!" phet masih memanggil kaptenya yang sudah siaga.

"Sudah!" Membentak, "aku sudah ba- ah maksudku aku sudah selesai."

"Kau tidur kapten? Huh menyuruh jangan tidur ternyata kau sendiri malah melanggarnya," dengus Phet.

"Yah sudahlah. Jangan dibahas lagi. Ada apa sebenarnya kau ribut-ribut?"

"Kak Sava datang. Dia bilang akan menggantikanmu, makanya ku panggil. Tapi tidak dibalas, jahat kau kapten."

"Siapa yang datang?"

"Sava kapten. S-a-v-a."

Mungkin karena efek mengantuk pria itu kurang fokus. Dia mengerjapkan matanya lalu mengucek selama dua detik lalu berusaha fokus. "baiklah. Tunggu disana."

Pria itu menguap dengan santainya. Dia bersihkan tempat sekitarnya yang banyak bungkusan makanan ke dalam ranselnya, Setelah itu mengendongnya dengan bahu kananya. Tangan kirinya berupaya keras mengangkat koper besar mekanik miliknya.

Kurang lebih setengah jam pria itu sampai di sebuah menara setinggi dua puluh lima meter, berwarna hitam, di bagian bawahn terlihat lebar dan mulai ramping ketika keatas. Dua siluet yang tingginya berbeda terlihat di atap menara.

Setelah melewati ratusan anak tangga yang memutar pria itu sampai tanpa menunjukkan rasa lelah. Sesampainya di atas menara dia bertemu dengan seorang bernama Sava pria berambut hitam lurus, berwarna kulit tan, memakai rompi pelindung yang sama dengan Sang kapten hanya saja pelindung miliknya mempunyai lengan hitam panjang yang melindungi tanganya, ditambah dia memakai celana warna kamuflase hijau dan hitam.

"Bagaimana malam mu kapten Agra?" Sava tersenyum lebar.

"Lumayan," jawab Agra. "lumayan mengecewakan," Agra melirik Phet. Sava pun ikut melakukan hal sama dengan Agra walapun bingung apa maksud yang dia katakan.

"Apa?" Spontan Phet menatap kedua senior di depannya secara bergantian.

"Sudahlah. Lupakan, tolong awasi Phet ya Sav. Bimbing dan awasi dia, ini bukanlah permaian ini pelatihan bagi dia." Agra terlihat sibuk dengan ransel miliknya.

"Baik kapten. Ngomong-ngomong kau mau kemana kapten?" Celetuk Sava.

Dia berhenti mengacak isi ransel itu lalu mengeluarkan jaket hitam polos bertudung lancip, "aku ingin ke kota. Ada yang ingin kubeli."

"Kalau begitu, kurasa kacamata itu harus dilepas."

Agra melepas kacamata berlensa merah di dahi dia. lalu menepuk dada bagian kirinya sebanyak dua kali. Lalu Dex terlihat menyebar di bagian tubuhnya-kepala dan kedua tangannya. Setelah selesai tanda itu berhenti dia memakai jaket hitam tadi menurunkan ujung jaket itu sampai menutupi sabuk yang banyak tersangkut senjata disana.

"Jam berapa sekarang?" Agra selesai memakai jaket.

"Um... Jam tujuh pagi," seru Phet.

"Ngomong-ngomong kau sudah dengar cerita hantu itu kapten?" kata Sava.

NERVTEX: Perang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang