"Kau sudah siap?" Pria berumur 21 tahun berpakaian rompi pelindung tanpa lengan ditambah dengan kerahnya yang tinggi sampai menutupi mulutnya membuat dia terlihat sangat misterius, dia tidak lain adalah Agra, kapten divisi pertahanan yang sedang bertugas sekarang . Dia bertanya melalui alat komunikasi kecil—wicom— yang berada di telinga kanannya.
Dia mengirimkan pesan ke seorang yang berada di menara hitam tinggi yang terletak jauh di belakangnya.
Pesan itu tersampaikan. Seorang remaja berambut kuning yang sedang tengkurap memegang rifle berlaras panjang yang berada di atas menara hitam, merespon dengan penuh keraguan. "emh ... Sudah siap."
"Waspadalah! Ini adalah praktek pertamamu. Fokus dan lakukan saja. Dan.... berapa Android pemburu yang kau lihat sedang menuju kesini?" Agra merapatkan dirinya ke pohon yang sudah berumur tua berbadan besar dan warnanya telah menjadi hijau gelap.
Tanpa basa-basi remaja berambut kuning yang berada di menara hitam setinggi dua puluh lima meter melaksanan tugasnya, dia mulai mengintip dari balik Scope berlensa hijau, berusaha meninjau area hutan yang cukup rindang di depannya. Dia terlihat mencari sesuatu, dan tak lama apa yang dicari dia temukan. "Ada tiga android pemburu yang menuju kesini. Bersiaplah kapten."
"Untukmu saja."
Malam yang sunyi, yang terdengar hanya suara serangga yang saling bersahutan. Dua menit kemudian langkah kaki berat terdengar samar-samar lalu kian jelas di telinga pria berkerah tinggi itu. Langkah kaki itu tidak lain adalah milik dari robot berpostur tubuh seperti manusia. Ada banyak Android yang diproduksi dengan tujuan dan fungsi yang beragam mereka dipakai manusia untuk melakukan tugas-tugas yang sulit. Dan mereka disini juga karena perintah, perintah untuk membunuh para non-Nerv.
Batang silinder hitam sepanjang lima centimeter diraih Agra dari sabuknya, dia menekan tombol merah di batang silinder tadi, tak lama cahaya biru redup panjang membentuk sebuah bilah pedang yang kian lama makin terang, itulah senjata yang terbuat dari unsur cahaya yang dipadatkan disebut pedang plasma. Tangan kanannya memegang erat pedang plasma sedangkan tangan kirinya sudah ada pistol beramunisikan peluru plasma, kedua benda itu menaikan kepercayaan diri pria itu bahwa dia akan menang.
Dari arah belakang tiga android bersenjata berat celingak-celinguk menelaah setiap sisi hutan dengan mata lebar yang merah menyala, berusaha menemukan kaum non-Nerv. Tanpa disadari android yang berjalan paling depan muncul di samping kiri Agra. Dengan ayunan secara vertikal lengan android itu terpisah akibat tebasan pedang plasma dia, keadaan menjadi sulit. Pria berkerah tinggi menarik dirinya lagi ke balik pohon untuk berlindung. Dua android lainya mundur sebanyak empat langkah lalu menembak satu-satunya pertahanan Agra, lubang besar dan kecil tercipta seketika bersamaan dengan peluru plasma yang berderet muncul dari moncong senjata para android. Jika pohon itu punya mulut dia pasti sedang menjerit sekarang.
"Apa yang kau lakukan Phet? Kenapa kau tidak tembak mereka?" kata Agra yang berusaha menekan tombol di wicom dengan tangan yang masih sibuk memegang erat pedang plasma yang masih menyala-nyala.
"Anu... Aku kesusahan membidik."
"Sudut pandangmu terbatas? Baiklah, kuusahakan. Tapi tetap incar mereka, aku akan buat celah." Agra menenangkan dirinya seraya mengokong pistol di tangan kirinya.
Berlari dengan sedikit menunduk, pria itu kabur ke arah kanan dengan cepat. Kedua android itu sontak berusaha membidik dia. Namun, tembakan demi tembakan bisa dihindari dengan mudah. Sebelum sempat bersembunyi Agra berhasil mengenai leher kedua android yang menyerangnya, Masing-masing mendapat dua tembakan.
Dengan tergesa dia memilih sebuah pohon besar lalu bersembunyi. Sekarang dia dengan para android itu berjarak sepuluh meter. Tiap hembusan yang keluar dari mulutnya terasa cepat, tapi di menit kemudian hembusan itu mulai melambat. Dua android itu terlihat eror, mereka membidik secara acak, dan tentu saja itu ulah Agra. Dia merusak sensor android yang berada di bagian leher, tapi itu hanya sebentar, kini mereka kembali pulih. Mereka bersiap untuk menyerang, langkah penuh perhitungan mereka lakukan untuk mendekati dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERVTEX: Perang Takdir
خيال علميEden, sebuah negri masa depan yang nyaris sempurna dengan teknologi canggih, masyarakat patuh, dan pemimpin yang murah hati. kini nasibnya berada ditangan seorang yang asing. . . . . . Agra, seorang kapten divisi pertahanan harus rela tersungkur da...