26

5.6K 1K 28
                                    

Sudah hampir satu minggu yang Nata lakukan hanyalah berdiam diri. Tak ada pergerakan pasti darinya selain menatap keluar jendela, termangu, dan melamun.

Sorot mata yang dulu terlihat bersemangat, kini menghilang ntah kemana, tatapannya kosong, seakan tak punya gairah lagi dalam hidup.

Dokter menyatakan bahwa Nata keguguran, bayi kami terlalu lemah sampai tidak lagi bernyawa di dalam perut Nata.

Dia menganggap bahwa semuanya adalah salahnya, salah dirinya, dan itulah mengapa Nata sangat murung belakangan ini.

"Nat, makan dulu" kataku sembari meletakkan nampan bubur di nakas sebelah kasur.

Nata tak menjawab ucapanku, dia tetap menyibukkan diri menatap keluar jendela, mengharapkan sesuatu akan kembali.

Siapa yang kamu tunggu, Nat? Aku bahkan ada di belakangmu? Ada tepat di belakangmu, kamu tidak sadar? Pantulan bayanganku bahkan tergambar jelas di jendela kaca.

"Nat," kupegang pundaknya.

Tak berdampak apapun untuk membuatnya menoleh ke arahku.

Nat, berbaliklah, tatap aku, jawab panggilanku.

"Nat," panggilku sekali lagi.

Tetap tak ada balasan darinya.

Ya Rabbi, apa yang harus kulakukan?

"Nata," panggilku dengan nada lirih, tak berharap lagi untuk dirinya berbalik padaku.

Ternyata aku salah, sedikit demi sedikit wajahnya tertoreh ke arahku, menatapku dengan tatapan kosong yang bahkan tak ada pantulan diriku di sana.

Ya Allah, Nata, maafkan aku, aku tidak bisa menjagamu.

"Nat, relakan saja semuanya," kuelus pipinya yang semakin tirus, kantung matanya semakin menghitam. Aku bahkan tak tega melihatnya. "Kita awali semuanya dari awal ya?"

Setetes air mata turun dari pelupuknya, wajahnya mengerut dalam kesedihan.

"Relakan dia, aku yakin ini memang sudah Qadarullah, kita harus menerimanya"

Kulihat, untuk menelan ludah saja dia kesusahan, matanya bahkan harus terpejam merasakan sakitnya menelan ludah sendiri.

"Kamu tidak tahu perasaanku, Yoong." bisiknya dengan bibir pucat. "Aku kehilangan dia"

"Kamu pikir hanya kamu yang kehilangan dia?!" bentakku tanpa sadar.

"Sadar Nata! Aku juga calon ayahnya, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku tidak sepertimu yang terpuruk dalam kesedihan seperti ini?!"

Kukalut dalam amarahku, sepertinya aku belum sadar bahwa setan sedang berbisik di telingaku.

"Kamu pikir aku tidak tersiksa dengan semua ini? Aku sama sakitnya denganmu Nata, tapi aku tidak berbuat hal menyedihkan seperti yang kamu lakukan. Sadar Nata kamu sangat menyedihkan sekarang!"

Astaghfirullah

Apa yang baru saja aku katakan? Aku membentak Nata?

Ya Rabb, suami macam apa aku ini?

Lelehan air mata Nata semakin banyak, tanganku yang mencengkram kedua bahunya langsung ditepis. Dia berdiri di hadapanku, menatapku dengan amarah yang bercampur dengan ketakutan yang amat dalam.

"Aku memang menyedihkan, Yoong." bisiknya lirih dan berlalu meninggalkanku.

Ya Rabb, apa yang sudah aku perbuat? Bahkan aku sudah menyakiti hati istriku. Maafkan hamba-Mu Ya Rabb, maafkan lidah tak bertulang ini, aku yang salah, aku yang terselimuti amarah.

Ya Rabb, aku menyesal.

Nata, maafkan aku, kumohon maafkan aku.

beda + m.yg ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang