23

6.4K 1.1K 63
                                    

Aku tersenyum saat tangan istriku dengan terampil mengikat dasiku hingga rapih, tak lupa wajahnya yang selalu dihiasi senyuman membuatku jatuh, jatuh ke dalam pesonanya.

"Yoong, nanti aku kayanya pulang agak malam,"

"Ada apa?"

"Besokkan hari pers" jawabnya.

Nata bekerja disalah satu instansi negara, Kemkominfo RI, dibidang staf ahli sosial. Sedangkan aku bekerja di salah satu perusahan asing yang bergerak di bidang bahan baku kayu.

Aku tak pernah mengekangnya harus selalu di rumah dan menjadi ibu rumah tangga, aku tak pernah sama sekali melarang jika dia ingin menjadi wanita karir. Aku selalu membebaskan apa kemauannya, asal dia tahu batasan pekerjaan yang harus dia lakukan, dan tetap mengutamakan perannya sebagai istriku.

Aku mengangguk setuju, "memang pulang jam berapa?"

"Aku tidak bisa prediksi kapan pulangnya, tapi nanti aku hubungi kamu kalau pulang" jawabnya dengan senyuman yang semakin melebar.

Tak lupa aku mengecup keningnya sebagai ucapan terima kasih karena sudah membantuku bersiap untuk kerja.

Nata berlalu ke dapur.

Tapi tak berapa lama aku mendengar suara orang muntah, dan itu berasal dari dapur.

Buru-buru aku menghampirinya, "Ya Allah, Nat, kamu kenapa?!"

Bukannya menjawab dia malah terus memuntahkan isi perutnya yang kosong, jadi hanya air yang keluar.

Kubantu mengusap tengkuknya agar merasa baikan. Tapi dia kembali memuntahkan air ke wastafel, lalu membasuh mulutnya dengan air.

"Nat," panggilku.

Nata balik badan lalu bersandar pada kitchen set marmer di belakangnya.

"Yoong, aku tiba-tiba pusing"

Aku mengecek keningnya, tidak panas, tapi wajahnya memang sangat pucat.

Ya Allah ada apa dengan Nata?

Apa jangan jangan...

"Nat?!" kami saling melempar pandangan seakan satu pemikiran.

"Tunggu sebentar" seruku seraya berlari keluar apartemen, menuju apotek yang berada di lantai bawah. Kubeli alat pengetest ke hamilan dengan terburu-buru, setelah itu aku kembali lagi ke apartemen dengan secepat kilat.

"Coba kamu test" kusodorkan plastik berisi testpack yang masih tersegel.

Nata sempat menatapku dengan ragu, tapi aku membalasnya dengan senyuman. Seakan memberi semangat kepadanya, apapun hasilnya nanti aku akan selalu terima.

Aku mengangguk lalu mengecup keningnya sebelum Nata pergi ke kamar mandi.

Cukup lama aku menunggu Nata di depan pintu kamar mandi, mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, mungkin ada sekitar sepuluh menitan.

Bahkan aku sudah tidak peduli jika aku telat kerja, kalau bisa hari ini aku meliburkan diri saja. Hatiku begitu rancu hingga rasanya tak bisa tenang.

Ya Allah berilah yang terbaik di atas yang terbaik untuk kami, dan jadikan apapun hasilnya selalu membuat kami bersyukur kepada-Mu, Ya Rabb penguasa alam. Aamiin.

Kucoba mengambil nafas, buang, mengambil nafas lagi, buang, hingga perasaan kalutku meluntur perlahan. Ya Allah aku sangat tidak sabar dengan hasilnya.

Semoga berharapku hanya kepada-Mu agar aku tidak kecewa. Aamiin.

"YOONGI!" teriak Nata membuatku terlonjak kaget. Aku langsung mendorong pintu kamar mandi.

Dan sesegera mungkin Nata melompat ke dalam pelukanku.

"Yoong, strip dua! Strip dua!" dia memperlihatkan dua garis di dalam alat pendeteksi kehamilan itu.

Membuatku hampir menangis.

Kutatap Nata yang sudah berlinang air mata, wajahnya basah sampai bedak yang dia pakai sedikit luntur di pipi kuning langsatnya.

Kutangkup wajah itu agar lebih indah untuk dipandang, kembali kukecup keningnya, seraya berkata, "terima kasih" dari lubuk hatiku yang paling dalam.

Semoga hari ini akan menjadi hari terindahku.

"Kita izin ya hari ini, kita ke dokter"

Nata mengangguk dengan senyuman haru. Sekali lagi kukecup wajahnya sebagai ungkapan rasa bersyukur.

Bersyukur telah memiliki Nata dalam hidupku, dan bersyukur jika doaku terwujud untuk menjadi ayah dari anak-anak Nata kelak.

Alhamdulillah, terima kasih Ya Rabb, semoga ini yang terbaik untuk aku dan Nata. Aamiin ya rabbal'alamin.

beda + m.yg ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang