#8

101 10 1
                                    

Setelah hari itu aku benar-benar mengurung diri di apartemenku. Ku abaikan ratusan panggilan dari makhluk astral yang sangat tidak ingin ku sebutkan namanya saat ini. Juga bel rumah yang sering berbunyi, yang ku tau pasti itu siapa.
Aku juga mengabaikan pesan dari Yoongi yang mengatakan kalau dia sudah sampai di Korea dan akan sangat sibuk dengan persiapan album baru mereka.

Aku benar-benar mengurung diri. Ke kampus pun aku tidak hadir.
Aku masih saja tidak bisa mempercayai apa yang ku lihat pagi itu di kamar hotel jahanam itu. Otakku sama sekali tidak bisa mengingat apapun yang terjadi malam itu. Kepalaku terasa sangat sakit saat berusaha mengingatnya. Aku merasa memoriku pun memaksa aku untuk melupakan apa yang ku lihat pagi harinya. Benar-benar tidak bisa menerima hal itu.
Air mataku juga terus mengalir setiap kali aku mengingat Yoongi. Mengingat bagaimana aku berniat untuk menjaga diriku untuknya. Mengingat bagaimana dia tidak pernah sekalipun dekat atau mencoba dekat dengan wanita selain aku. Dan aku .. dengan jiwa petualang itu, seringkali mencoba bermain-main dengan laki-laki yang ku anggap pantas untuk ku permainkan.

Aku rasa, ini adalah karmaku.

Aku menarik rambutku tanpa sadar, berteriak, menangis sejadi-jadinya menyesali semuanya.

Seandainya saja malam itu ku turuti kemauan Yoongi untuk ikut kembali ke Korea, semua ini tidak akan terjadi.

Yoongi-ah .. apa yang harus ku lakukan? Aku sudah kehilangan kepercayaan diri bahkan untuk sekedar menyebut namamu saat ini.

Miane .. mian ...

Tanpa terasa itu sudah seminggu terjadi berulang-ulang.

Aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku dengan diriku sendiri. Memutuskan untuk melanjutkan hidupku dengan keadaan seperti ini. Waktu tidak bisa ku ulang meski aku terus menerus menangis memintanya kembali.

Aku membersihkan ruanganku, diriku dan bersiap-siap menghadapi orang yang paling ku takuti saat ini. Yoongi.

Aku memesan tiket untuk kembali ke Korea hari itu juga. Aku mematikan ponselku setelah aku mengirimkan pesan kepada Yoongi bahwa aku akan ke rumahnya.

Dari bandara aku langsung menuju rumah Yoongi. Dia tidak ada. Aku menunggunya di depan rumahnya. Cuaca hari itu mendukung sekali dengan adegan menyedihkanku ini. Hujan deras dan angin yang begitu kencang. Setelah sejam menunggu, aku melihat mobil Yoongi melaju cepat memasuki pekarangan rumah. Dengan tidak menghiraukan hujan, Yoongi berlari mendekatiku, Jin dan Namjoon mengikutinya di belakang. Yoongi langsung memelukku, membawaku masuk ke dalam rumahnya. Aku duduk di sofa dan Yoongi memberiku minuman hangat, merapikan rambutku dengan tangannya, memegangi pipiku yang dingin.

"Miane Nana-ssi. Aku terlambat menemuimu. Aku kira kau akan masuk sendiri, passwordnya masih sama" ucap Yoongi penuh rasa bersalah.

"Gwenchana Yoongi-ah .. aku memang ingin menunggumu seperti itu."

Dia menatapku bingung. Demikian halnya dengan Jin dan Namjoon yang duduk di hadapanku.

"Nana-ssi.. apa yang salah? Kenapa kau tampak kehilangan berat badanmu dan begitu lesu?" Tanya Jin penasaran.

"Apa kau sakit?" Sambung Namjoon.

Aku menggeleng. Yoongi kembali menyentuh keningku. Menyentuh pipiku. Kemudian menggenggam tanganku. Yang terang saja mampu membuatku benar-benar ingin menangis saat ini. Tapi aku tidak boleh membiarkan Jin dan Namjoon tau masalahku.

"Hyung .. Bawalah Nana ke kamarmu. Dia tampak sangat lelah." Kata Namjoon.

Yoongi mengangguk. Mengajakku naik ke kamarnya di lantai atas. Disana Yoongi menyalakan penghangat ruangan, membantuku untuk merebahkan diri di ranjangnya. Aku menatapnya dengan tatapan yang mungkin sulit diartikannya. Dia mengelus kepalaku berkali-kali.
Aku menarik tangannya yang besar dan hangat. Mengenggamnya lalu memejamkan mataku. Sebelumnya ku lihat dia tersenyum meski banyak tanda tanya di matanya.

-SeeSaw-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang