"Jangan kangen," ucap gue pada Anjas karena pedenya.
"Sinting," Anjas mengalihkan koper dari tangannya ke tangan gue, "Lo kan pelupa kayak orangtua, jadi nanti pas udah sampe koper lo jangan lupa dibawa." gue mendengus ke arahnya.
Dia mengingatkan gue saat gue liburan naik bus, asli koper gue ketinggalan sampe harus balik ke terminal lagi. Tapikan ini naik pesawat, mana mungkin gue lupa.
"Dit, temen gue nih. Dijaga ya, dia ngga kuat kalau minum, minum cola aja langsung teler," kami menertawakan Anjas yang ngga bisa minuman beralkohol. Adit hanya mengangguk singkat sambil menampilkan lesung pipinya.
Selama kurang lebih 2 jam 30 menit akhirnya gue tiba di Bandar Udara Internasional Kuala Namu. Gue mengedarkan pandangan ke arah yang mana ada orang-orang yang akan menjemput gue.
"Shirin," Gue menoleh ke arah sumber suara, ngga nyangka orang yang udah lama ngga kontekan tiba-tiba jemput gue. "Udah lama nunggu, rin." masih ngga nyangka semenjak insiden satu tahun yang lalu, dan sekarang dia jeput gue, demi apa.
Dia mengambil alih koper dan ransel yang gue bawa. Gue cuma bisa melihat apa yang terjadi saat ini, "kamu kok diem aja, rin." lagi-lagi dia mencoba mengajak gue berbicara.
"Ini serius ya, aku memang dijeput sama kamu," masa keluarga gue gini amat, ngga ada yang mau jemput gue sih. Tega banget sama anak gadisnya.
Dia menampilkan senyuman yang tak pernah berubah sejak dulu, "kebetulan kan aku kerja di Bandara ini rin, jadi waktu denger kamu mau balik aku atur ke mama kamu buat jeput," Gue hanya menyimak tanpa mau menanggapi lagi.
Kebetulan yang luar biasa.
Setibanya di parkiran mobil, dia lalu membawa mobil meninggalkan bandara, menuju rumah orangtua gue. Selama diperjalanan gue bingung mau membahas apa. Padahal puluhan pertanyaan mau meledak dikepala gue. Kenapa harus dia?
Ridho, senior saat gue Sma. Selama hampir tiga tahun, gue cukup dekat dengan dia. Karena kedekatan gue dengan dia keluarga gue mikirnya gue punya hubungan khusus dengan dia. Dan yang lebih parahnya ngga ada yang berani deketi gue saat itu karena orang-orang mikirnya gue pacarnya Bang Ridho.
"Kok Abang kerja di Medan bukannya Abang menetap di Batam ya," pertanyaan pertamaku akhirnya keluar dengan baik.
Dia menjawab satu-persatu pertanyaan yang gue lontarkan. Mulai dari kabar keluarganya, pekerjaan dia disini, kegiatannya apa aja, dan lainnya. Padahal cuma satu pertanyaan yang pengen gue tanya dan masih gue simpen dengan baik di otak gue.
Tibalah kami di rumah berpagar silver yang sedang dibukakan oleh wanita cantik yang mirip dengan gue, namanya Intan, anak ke tiga mama yang paling kecil. masih sekolah kelas tiga Sma. Dia menyalim tangan gue lalu memeluk gue, ada yang kangen juga ternyata.
"Belum tidur dek, kan besok sekolah." gue melihat wajahnya yang tidak ada tanda-tanda mengantuk sama sekali.
Dia menggeleng cepat, "kan nunggu kakak pulang, ayo Bang Ridho masuk dulu." gue menoleh kearahnya yang sedang memegang koper, lalu mencoba mengambil alih ransel yang gue pegang.
Gue menggeleng,"Yang ini aku aja, yuk masuk."
Belum pernah rasanya gue disambut begini dikeluarga gue. Pake makan-makan, kumpul keluarga padahal uda tengah malam. Sampe-sampe ponakan gue anak dari Bang Dirga belum tidur padahal umurnya sudah menginjak 3 tahun.
"Udah jam 12 lho kok pada belum tidur sih," kata gue sambil mencomot Risol buatan Kakak ipar, Kak Reni.
"Nungguin kamu lah dek," jawab Bang Dirga. "Nanti kalau ngga ada yang nyambut kamu balik lagi ke Jakarta, kan ribet." Kami semua tertawa termasuk Bang Ridho. Well dia belum pulang ternyata.
Entahlah semenjak insiden waktu itu gue tidak bisa menutupi rasa ketidaksukan gue ke Bang Ridho. Apapun yang berhubungan dengan dia membuat gue enggan menjadi manusia pada umumnya. Gue merasakan mata mama menyuruh gue untuk melihat kearah Bang Ridho, oh ternyata dia mau balik.
"Thank you Bang sudah repot-repot," gue mengantarnya sampai depan mobilnya.
"Sama-sama," masih dengan senyum diwajahnya yang tak habis-habis. "Shirin," panggilnya.
"Ya."
"Boleh kapan-kapan aku ajak kamu jalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me?
Teen FictionShiren, seorang gadis yang hampir menginjak usia 20 tahun, harus menahan sabar setiap teman-temannya meledekinya karena statusnya yang sudah hampir 4 tahun menjomblo. "Kapan ren punya pacar?" Tidak masalah jika teman-temannya yang menanyakan hal itu...