-3-

41 11 0
                                    

-Selamat membacaaa yaa, maaf kalau enggak jelas manteman.-
.
.
Rakha berkali kali mengumpat tidak jelas. Ia kini sedang berada di rumah sakit, menyusul ibunya yang marah-marah tidak jelas.
Rakha memberhentikan langkahnya. Ia mendengar sebuah teriakan di lorong rumah sakit.
Ia tahu betul, dari awal kata 'flashback' sampai 'tidak segan segan menghinanya' dengan suara tinggi itu suara ibu nya.
Ia shock. Sungguh shock. Ia baru mengetahui apa yang di alami Kahi.
'Seberat itu kah masalah hidup Kahi?' Batin Rakha dengan perasaan menyesal.
Bahkan ia mendengar suara Ayah Kahi yang tidak pantas untuk di ucapkan.
Itu ayahnya Kahi? Mengapa sangat angkuh dan jahat?
Rakha pun memajukan langkahnya untuk menemui ibunya.
.
.
"Ibu, mengapa ibu tidak bilang Kahi itu Hiyang?" Tanya Rakha. Seli mendengus kesal. "Kamu ga pernah nanya." ketus Seli. Rupanya seli masih kesal dengan teman brengseknya itu.
"Aku tidak tahu.. hidup Kahi.. seberat itu.." Rakha mulai frustasi. Ia merasa bersalah, karena setiap malam ia selalu menerror Kahi dengan berbagai ancaman.

  "Tante, Kahi sakit apa?" Tanya Rakha. "Dia minum obat tidur sampai overdosis." Rakha terkejut. 'Apa apaan?' Pikirnya.
Masuk akal jika ia ingin hidup tenang. Rakha menjadi semakin bersalah. Ia meringis ketika mendapat tatapan tajam dari pembantu Kahi, yang selalu tahu segalanya tentang kahi, termasuk pelaku yang menerror Kahi.
"Kahi.. gimana Tante?"
"Kahi masih di tangani.. ia betul betul kritis..." Naura menangis.
"Meski kahi tidak menerimaku sebagai ibunya, tetapi setidaknya jaga dirimu Kahi..." Naura bergumam kecil, namun masih bisa di dengar oleh Rakha.
"Kok bisa?" Tanya Rakha.
Naura menatap Rakha dengan sendu.
"Ia bilang, Kahi ga bisa menerimaku karena Kahi ga pantes buat dapet Ibu. Ia betul betul membenci semua nya termasuk dirinya, Rakha."
Rakha akhirnya tahu betul, alasan Kahi menjadi anak yang sangat dingin di sekolah maupun di luar.
.
.
.
"Beneran Bu Kahi sudah pindah?" Tanya Rakha. Sudah satu minggu ini, Kahi belum bangun dari koma nya.
"Iya hanya saja belum siuman"
Rakha tersenyum kecil. Ia pun segera pergi menuju rumah sakit.
.
.
.
Ruangan 341. Rakha melihat Kahi yang tidur dengan tenang. Tidak ada siapa siapa di sana. Akhirnya Rakha memasuki ruangan tersebut.
"Kahi.. maafin gue ya, kini gue tau segalanya tentang lo. Gue harap lo maafin gue kali ini.."
Tidak ada yang sadar bahwa ada sepasang mata yang sedang memperhatikan mereka berdua, seperti sedang menaruh kesal. Matanya kali ini membiarkan Rakha bersama Kahi yang masih setia dengan alam bawah sadarnya.
.
.
.
.
.
.
.
"FATIHHH!"
"Hm"
"TIH!"
Fatih berdecak sebal. Ia kini berada di depan pintu mobilnya, berkat diseret temannya, Alexander Acello Anze yang biasa di panggil Anze.
"Lo kok marah mulu dah?" Tanya temannya, Anze.
"Terus lo ngapain nyeret gue?"
"Lo udah buat kaki gue lumutan, cuk" kesal Anze.
"Itu lo, bukan gue." Bela Fatih
"Tapi lo malu-maluin gue, marah marah mulu kek cewek" protes Anze.
"Diam Anzeng" hanya cukup dua kata yang membuat Anze berdecak sebal. "Nyebelin lo mah da."
Fatih pun memasuki mobilnya.
"Lo ngapain ke rumah sakit dodolll" protes Anze.
"Kahi."
Anze mengerutkan dahi.
"Pacar lo? Hah?"
Fatih mengendikkan bahu. Anze kembali menggerutu, sebal karena Fatih tiba tiba tidak jelas. Bukan tiba tiba. Itu setiap hari_-
"Lo bakal pindah ke sekolah gue kan?" Fatih mengangguk.
"Adek laknat lo?"
"Bakal pindah."
"Loh?"
"Gue yang suruh."
"Pindah ke aksel lagi?"
Fatih mengangguk.
"Lo senyum dah, datar mulu"
Fatih pun bedecak sebal, dan senyum menyeringai.
Itu membuat Anze bergidik ngeri. "Ish si lo mah ngapain sih anjing" Fatih pun kembali ke wajah datarnya.
"Serba salah Anzeng"
"Ya bukan gini goblok"
Gitu aja sampe mereka ngelahirin telur :)
Akhirnya mereka pun sampai di rumah mewah milik Fatih setelah debat sekian lamanya.
"Ze gue mo nanya kayanya"
"Nanya aja."
"Gue pengen deket sama tu cewek"
Anze melotot. Menatap Fatih dengan perasaan tidak percaya. "Lo? Ini bener lo?"
"Jawab aja anjing"
"Iya gausa ngegas kali. Lo, harus deketin dia, jangan peduliin adek lo. Eh ko lo tau adek lo bersalah ato gimana gitu."
"Ya kan gue serumah bangsat"
Anze menyengir kuda.
"Ohh. Ya yaudah lah gausa ngegas, mending lo deketin dia dulu, kalo sukses silahkan lo tanya tips lagi ke gue."
Anze pun meraih ps 4 milik Fatih. "Minjem ya Tih"
"Tiap hari juga lo langsung main ga pake izin segala"
"Hehehe"
.
.
.
-Vote dan komen nya ya
Makasih bagi yang udah baca.-

Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang