Dulu, ah bagaimana memulainya, 'dulu' terdengar seperti sudah sangat lama padahal masa itu belum masuk hitungan tahun.
Begini saja, sebelum liburan semester ini. Meskipun kami tidak lagi bertukar pesan, sesekali ia masih melakukan videocall denganku. Hal itu sangat menenangkanku dari semua asumsi buruk meskipun aku tidak tau apa yang ia pikirkan dan rasakan mengenaiku setelah 'penolakan' yang tidak ku sengaja itu. Aku tidak tau dan ia tidak pernah memberiku kesempatan untuk mengetahuinya walau sedikit.
Tapi semakin lama, ia semakin menghilang. Hari-hariku tidak pernah tenang, seperti ada sebagian dari diriku yang hilang tapi entah apa. Aku merindu, tetapi entah pada apa, pada siapa. Aku menjadi seperti orang yang bingung, linglung. Jangan tertawa, karena ini benar adanya. Semakin ia menjauh, semakin aku tidak mengerti dengan diriku sendiri.
Apa ia sudah berhasil melupakanku? Apa ia sudah mampu menjalani hidupnya tanpaku? Apakah videocall-videocall kemarin hanya caranya membiasakan diri tanpaku, makanya semakin lama intensitasnya semakin sedikit?
Tetapi setelah kupikir-pikir sepertinya begini adalah jalan yang terbaik untuk saat ini. Meskipun aku tidak suka, meskipun aku tidak menginginkannya. Karena walaupun jika kami kembali bersama pasti tidak akan seperti dulu, semuanya telah berbeda. Bahkan sepertinya, kembali padanya sama sulitnya dengan memulai hubungan dengan orang baru.
Ah, bahkan setelah ku bercerita panjang lebar seperti ini tulisan online masih belum muncul juga di bawah namanya. Mungkin ia sedang bekerja, yaa sepertinya begitu. Aku harus mulai belajar menenangkan diriku sendiri dan mencoba berhenti berasumsi yang tidak-tidak. Meskipun sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging.
Lucu sekali.
Meski terkadang, penghindaranku itu justru membuatku seperti hidup dalam kenangan, aku berpikir aku masih hidup di masa-masa bersama kami. Seperti diriku sendiri yang memaksaku untuk beranggapan "kami masih bersama atau suatu saat kami pasti akan kembali bersama, semuanya akan baik-baik saja."
Semua rasa sakit ini datangnya entah darimana. Karena yang kupahami adalah sebenarnya rasa sakit itu seringkali hanya pandangan subjektif seseorang. "Aku disakiti olehnya" seringkali hanya pengalihan terhadap fakta bahwa rasa sakit itu berasal dari berbagai asumsi dan konflik batin yang kau buat sendiri. Padahal objek yang dianggap menyakitimu tidak tau bahwa apa yang dilakukannya bisa menyakiti orang lain. Ia tidak sengaja bahkan tidak terpikir olehnya bahwa itu akan merugikan orang lain. Maka dari itu aku sering-sering mengoreksi diriku sendiri apakah rasa sakit ini dari diriku atau benar dari orang lain. Jika memang benar dari orang lain, benarkah kesalahannya sebesar apa yang kurasakan, kira-kira begitu.
---
Aku jadi teringat pada pertemuan terakhir kami beberapa waktu lalu. Sebenarnya saat itu ada banyak hal yang kuingin ia ketahui. Seperti misal mengapa aku tak banyak menatap wajah maupun matanya. Lucu. Sepertinya aku akan memberitahunya disini saja. Aku akan sangat beruntung jika ia membaca ini karena sepertinya ia tak suka membaca hal-hal seperti ini. Makanya sulit sekali menyampaikan perasaanku padanya. Aku bukan orang yang pandai berbicara dan sebagian besar apa yang aku bicarakan itu tidak penting karena aku seringkali tidak memikirkannya terlebih dahulu. Aku akan menulisnya, sayang sepertinya ia tak suka membaca. Jadi mau tidak mau aku harus kuat menahannya.
Mengapa aku tidak sering menatapnya saat itu? Jawaban singkatnya adalah aku berusaha untuk sadar diri. Ya, sepertinya begitu. Tapi sesekali aku menatapnya karena aku memang tidak bisa menahan diri, mata itu terlalu memikat. Pada saat aku jatuh, pada saat itu juga aku harus menyadari bahwa ia bahkan sudah tak ingin ditatap olehku, ia memilih berpaling. Kau tau apa yang kupikirkan? Aku sudah bukan lagi orang yang ia inginkan.
Sakit sekali rasanya.
Lagi-lagi aku harus sadar diri. Mungkin ini adalah balasan dari 'penolakanku' saat itu. Memang benar, tidak baik menyalahkan diri sendiri. Tetapi bagaimana menurutmu? Aku sedang sangat ingin menyalahkan seseorang atas keadaan ini. Dan aku berusaha untuk tidak menyalahkan orang lain.
Tetapi kurasa, sudah cukup senangnya bukan main bisa bertemu dengannya. Membicarakan banyak hal dan bersama menikmati pemandangan serta hembusan angin yang menyejukkan. Rasanya ingin terus seperti itu dan tak ingin waktu berlalu begitu saja. Aku sudah tidak peduli pada apapun, padahal ada banyak hal yang harus kukerjakan di rumah.
Karena pada akhirnya, sekali lagi Tuhan memberiku kesempatan untuk mengukir kenangan bersamanya. Kenangan yang sederhana, namun sangat indah. Aku tak ingin menyia-nyiakan saat-saat seperti ini.
•••
Lanjut?
Vote dan komentar kalian sangat kutunggu ❤
22 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati - Aku dan Segala Tentangmu
Teen FictionApa yang akan tertinggal dariku setelah aku tiada? Seberkas jejak, kenangan yang terukir di ingatanmu atau justru hilang tanpa bekas. Aku berusaha berpikir bahwa kau mengerti diriku, yang padahal aku tidak tau apapun mengenaimu. Semuanya hanyalah as...