#6

21 0 0
                                    

Kilas balik mengenai ini semua, bukan bermaksud menyesali meskipun akan terdengar begitu. Setelah mengetahui keadaan ini, jika boleh, waktu itu aku akan memilih untuk tidak jatuh cinta padanya. Waktu itu -yang bahkan aku tidak tahu kapan aku memulainya. Yang aku tahu, saat itu dia datang sebagai obat di kala aku terluka, sebagai angin di kala kemarau yang begitu menyesakkan, dan sebagai hujan yang jatuh di tanah yang gersang.

Dari hitungan hari hingga hitungan tahun, dia semakin terasa jauh untuk kugapai. Jauh, semakin tidak terlihat. Ada saat ia terlihat cukup jelas, tapi saat baru saja aku akan mengejarnya, ia sudah hilang dari penglihatanku.

Aku bertanya pada diriku sendiri, "Beginikah takdir berbicara? Jika memang sudah waktunya ia pergi, sekeras apa pun usahaku untuk mengejarnya ia akan tetap pergi."

Banyak teman yang meminta saran padaku tentang masalah yang serupa dan kukatakan pada mereka, "Ya sudah mau bagaimana lagi, kan semua ini dituliskan memang biar kita bisa belajar bersabar dan mengambil semua pelajaran yang ada di dalamnya. Yang perlu kita lakukan adalah terus melanjutkan hidup kita, karena Tuhan memang berkehendak hidup kita seperti itu."

Dan berkata ternyata memang semudah itu, tetapi saat menjalaninya tak semudah yang dikatakan. Untuk sabar, untuk ikhlas, untuk pasrah, tidak semudah itu.

Ada saat dimana aku merasa perasaanku begitu bergejolak tak tertahankan, dan yang bisa kulakukan hanya menangis. Aku bahkan tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Semakin aku memedulikannya semakin ia jauh, semakin ia terlihat ingin aku segera pergi dan tidak mengganggunya.

Untungnya di saat aku ingin bercerita -meskipun itu jarang terjadi- ada ibuku yang sabar mendengarkan dan ada satu orang sahabat yang setia menemaniku. Ibuku tak memiliki banyak waktu untuk memainkan ponselnya dan berhubungan denganku setiap waktu, tapi Yenny -sahabatku- adalah satu-satunya orang yang membuatku kagum karena mampu bertahan denganku selama ini bahkan meski harus dipisahkan oleh jarak dan tidak bisa sering bertemu. Bagaimana tidak, kebanyakan temanku akan pergi dan kembali menjadi orang yang asing setelah berpisah dan jarang bertemu. Saat ini dia adalah satu-satunya orang yang kusebut sahabat, sisanya hanyalah sekumpulan teman yang bahkan akan tetap bahagia meski tidak ada aku.

Setidaknya masih ada sesuatu yang bisa kujadikan alasan untuk melanjutkan hidup ini.

Seiring ia yang semakin jauh, aku merasa hampa, dan ada saat dimana aku merasa saat itu adalah posisi terbawah yang pernah aku alami. Depresi atau apalah itu disebutnya. Hari-hari yang kujalani terasa palsu dan kosong, selalu merasa sedih dan ingin menangis tak peduli waktu dan tempat, merasa seperti tidak memiliki tujuan dalam hidup. Dan kurasa hal itu wajar karena aku baru saja keluar dari rutinitas yang cukup lama kujalani dan tiba-tiba saja aku harus beradaptasi dengan segala keadaan yang berubah secara signifikan.

"Sebesar inikah pengaruhnya terhadap hidupku selama ini?"

Tapi aku bersyukur aku telah melewati masa itu, meskipun terkadang masih merasa sedih jika teringat setidaknya aku bisa merasa mataku dapat terbuka dengan lebar dan merasakan cahaya yang memasukinya.

Semoga kalian suka dan terima kasih sudah membaca tulisan random ini. Love you readers.

3 November 2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hati - Aku dan Segala TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang