004

1.8K 377 46
                                    

pagi itu jimin dapet kelas siang, dosennya minta diundur dan nggak ada yang bisa ngisi pagiㅡdia udah kebiasa bangun pagi soalnya. makanya sehabis minum kopi, jimin masih baca-baca jurnal medis sambil sesekali buka kamus online dan wikipedia kalau ada yang nggak dia mengerti. padahal aslinya jimin juga bukan orang yang rajin-rajin amat.

begitulah nasib anak kedokteranㅡdan mahasiswa jurusan kesehatan, terutama jimin, kalau nggak ada kuliah, minimal nyicil materi depan atau ngulang-ngulang hal yang dipelajari sebelumnya. jimin kan tidak mau lulus kuliah cuma kebeli gelar doang.

tiba-tiba, ada ketukan di pintu dan seruan 'koran!' yang benar-benar datar. jimin akhirnya menoleh dan beranjak dari laptopnya sambil ngelepas kacamata yang tadi dia pake. sekitar sebulan yang lalu, jimin juga nggak tahu kenapa dia jadi langganan koran.

mungkin selingan dari istilah-istilah medis yang bikin sakit kepala, atau setidaknya ia bisa bertukar bincang dengan para pengantar koran yang ramah.

namun, kenapa pengantar koran ini rasanya berbeda? seperti susah diajak bicara?

jimin membuka pintu, menemukan seraut wajah pucat dengan kantung mata menghitam, bibir tipis yang nampak enggan tersenyum juga matanya yang terlihat selalu bosan.

pengantar koran di depannya ini berekspresi murung, seperti capek setiap waktu dan terlihat kurang tidur sekali.

"koran pagi ini, selamat menikmati," bibirnya bahkan tidak nampak bergerak sama sekali, ia mengambil segulung koran di tas dan menyerahkan pada jimin. "permisiㅡ"

"bentar, bentar. santai dulu," cegat jimin, menahan pengantar koran yang sudah mau berbalik itu. delikan tajam si pengantar koran tersebut. "kamu orang baru ya? saya kok baru lihat?"

ada jeda sebentar sebelum pengantar koran itu mengangguk. "iya, baru disini."

"nama kamu siapa?"

jimin menahan senyum saat mendapati pandangan menilai dari si pengantar koran. terlihat lucu dan menghibur. "kenapa kamu harus tahu nama saya?"

"biar saling kenal?"

"ngapain? kan saya cuma pengantar koran dan kamu pelanggan," walau begitu, tampang si pengantar koran masih lempeng-lempeng saja, "saya pergi dulu, masih banyak koran yang mesti diantar."

"oh, oke," jimin mengangguk, sama sekali tidak merasa tersinggung dan malah terkekeh pelan, "ntar kapan-kapan, disini jadiin terakhir aja."

"biar apa?"

"biar bisa ngobrol lebih banyak?"

terdengar dengusan pelan, namun alih-alih merasa jengkel, jimin malah tertawa. entah kenapa merasa sangat puas mendengar respon begitu. rupanya kuliah di bidang kesehatan benar-benar melatih mentalnya dengan sangat baik.

"kamu orang kesepian ya," begitu komentar si pengantar koran sebelum berlalu dari teras rumah jimin, sama sekali tidak membalas lambaian tangan mahasiswa kedokteran itu.

bahkan si pengantar koran itu tidak memberitahu namanya sama sekali. sudah begitu, mengatainya pula. [ ]

🌌 mint.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang