Teh Poci + Es?

11 0 0
                                    

Pernah di suatu waktu aku mengikuti pelatihan bersama teman kantor, Lina, selama 5 hari di Cikarang. Selesai pelatihan kami tidak langsung pulang, tapi menginap dulu dan berjalan-jalan asik di sekitaran Jakarta.

Kebetulan kami menginap di sebelah Taman Menteng. Pagi-pagi kami berjalan ke taman, kemudian maraton jalan ke berbagai tempat. Mulai dari masuk Monas, btw beberapa kali ke Monas aku cuma foto-foto di halaman, ke Galeri Nasional Indonesia sampai akhirnya terdampar di Grand Indonesia.

Pulang ke hotel sore itu dalam kelelahan yang sangat. Sepertinya kegiatan yang baru saja kami jalani selama 5 hari- pagi belajar, malam ngerjain tugas- sangat menguras tenaga, ditambah lagi perjalanan ujuk-ujuk kami di sekitaran Jakarta dari pagi sampai siang hari itu. Alhasil, begitu mencium bantal kamar hotel kami langsung pingsan sampai malam menjelang.

Kami terbangun untuk mandi dan shalat, kemudian karena kelaparan kami keluar kamar buat mencari makanan. 

Di seberang hotel ada beberapa rumah makan. Kami memasuki rumah makan yang kelihatan ramai pengunjung dan ternyata suasananya lumayan nyaman dengan dekorasi etnik tradisional. Karena sepertinya menu utama di restoran itu adalah sate, maka kami memesan menu dengan sate di dalamnya. Lina memesan teh poci untuk minum, karena dia lagi pengen yang hangat-hangat.

Selagi menunggu makanan kami datang, masing-masing dari kami menerima notifikasi email dan pesan di handphone yang menyatakan kalau penerbangan kami besok di majukan. Bayangin aja, penerbangan pukul 12.30, dimajukan menjadi penerbangan pukul 7 pagi..haa..

"Eh, sialan banget nih. Nggak bisa nyantai-nyantai bangun nih besok," aku mengeluh.

"Iya nih, mana kita belum beli oleh-oleh buat di kantor pula.." Lina menimpali.

Sambil ngobrol kami berselancar di internet, mencari oleh-oleh oke yang bisa kami beli di bandara dan di terminal kami pagi-pagi buta. 

Lagi asik, tiba-tiba si Mas pelayan datang mengantarkan minuman kami. Segelas teh panas biasa buat aku, dan pesanan Lina yaitu teh poci. Teh poci punya Lina disajikan dalam baki yang terbuat dari kayu dengan sisi anyaman. Di dalam baki itu ada poci teh yang terbuat dari tanah liat dan sebuah cangkir yang berisi tiga bongkahan nyaris bening, berbentuk kotak.

"Eh, saya mesan teh poci kok dikasih es?" tanpa sadar Lina berucap. Aku juga menatap gelas itu dengan heran sama seperti Lina.

Mas nya memandang kami beberapa saat. "Itu gula mba, bukan es."

Bhaaaak! Kami ketawa bareng menutupi perasaan awkward yang mendadak muncul. Kami mengangkat bongkahan gula itu dengan sendok sambil mengamati benda yang mirip sekali dengan es blok. Haha, ya maafkan karena kami nggak pernah melihat gula blok seperti ini, wajar kan kalo kami salah sangka? Tapi kenapa juga kami tadi nggak diam aja dan memeriksa barang itu setelah si Mas nya berlalu? Kan kalo gini jadi tengsin. 

Sampai kembali ke hotel kami masih tidak bisa menahan tawa kami setiap kali teringat teh poci plus es itu.


(pict from wikipedia)


SWEET ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang