3 (third) MFALL

20 0 0
                                    

       Bus telah berhenti tepat di halte. Kini aku sudah berada di Seoul. Kakiku melangkah turun dari bus dengan perlahan. "Huh..." desahku begitu keluar dari bus tersebut.

       Dari halte tersebut, aku berjalan kaki menuju ke gedung apartemen terdekat, dengan melihat GPS ku. Di gedung apartemen tersebutlah, aku menyewa apartemen. Apartemen dengan harga yang paling murah di sana. Selama di Korea, aku tak boleh boros boros. Aku harus hidup hemat, jadi ya menyewa apartemen yang paling murah sajalah.

       "Ini dia kunci apartemennya," ujar seorang wanita pekerja di apartemen tersebut dengan menyodorkan sebuah kunci padaku.
Kuterima kunci tersebut, "gamsahamnida," ujarku sambil tersenyum. Setelah itu, wanita tersebut pergi dari hadapanku.

      Mengenai apartemenku, aku hanya menyewanya selama setahun. Karena uangku memang cukup menyewa selama setahun, lagipula aku akan kembali ke Indonesia setelah pekerjaanku selesai disini.

     Kubuka pintu apartemen di hadapanku. Begitu kulihat didalamnya, ternyata dalamnya sangat sederhana. Persis seperti rumah kos kosan di Indonesia, hanya saja apartemennya walaupun sederhana, tapi bersih dan juga teratur.

      Kuhempaskan badanku ke sopa yang ada. Kuhilangkan rasa letihku disana sambil mulai memikirkan apa yang akan aku lakukan selama di Korea selain dari bekerja. Jalan jalan, belanja, dan lain lain. Oh tidak. Seharusnya aku lebih banyak memikirkan pekerjaanku disini ketimbang memikirkan jalan jalan.

      Aku akan bekerja di sebuah tempat kecantikan di Korea. Tempat kecantikan tersebut menerima pekerja dari luar negeri sepertiku. Tiga hari lagi aku akan segera masuk bekerja di sana, seperti yang tertera pada E-mail yang dikirim mereka padaku. Aku daftar bekerja di tempat kecantikan tersebut dengan cara online dan dalam proses yang sangat panjang, hingga akhirnya aku diterima disana.

       Aku belum tau pasti sih tentang tempat kecantikan tersebut. Mengenai tempatnya saja, aku hanya tau alamatnya dari E-mail yang dikirim oleh pihak tempatku akan bekerja tersebut. Oh ya... satu lagi. Kemarin saat di Indonesia, aku baru saja mendapat paket dari pihak tempatku bekerja tersebut, di dalamnya adalah kartu ke anggotaanku sebagai salah satu pekerja disana. Wah... awalnya aku tak menyangka sih sampai sejauh itu. Aku belum sama sekali bertemu atau bekerja, tapi mereka langsung saja memberiku kartu keanggotaan.

       Kubangkitkan posisiku yang tadinya berbaring di sopa. Kurogoh ke dalam tasku, untuk mengambil dompetku yang berisi kartu-kartu. Aku hendak melihat-lihat lagi kartu keanggotaanku yang baru saja dikirim kemarin itu. Aku punya dua dompet, satu yang berisi uang dan satu lagi berisi kartu kartu penting.

       Kukeluarkan dompet di dalam tasku. Ternyata dompet yang kukeluarkan adalah dompet yang berisikan uang-uangku. Kurogoh kembali ke dalam tasku. Sudah tak ada lagi apa apa di dalamnya, selain earphone, sapu tangan, dan handphone.

        Aku mengerang frustasi, "aargh... kemana dompetku!"

        "Aarggh... Tadi, kan, kuletak disini," ujarku frustasi sambil sibuk membongkar tas selempangku yang tadi kupakai. "Aishh... kemana sih?!"

       Erangan frustasi dan juga umpatan umpatan keluar dari mulutku. Sampai akhirnya aku menangis. Sudah menjadi kebiasaanku, kalau setiap mencari dan tak ketemu ketemu, pasti aku selalu menangis.

      "Hikss... kemana sih, aku sudah capek nyarinya," ujarku setelah berhenti mencari. Tadinya aku bukan saja mencari di tasku, tapi juga di koperku. Namun, tetap saja tak ketemu.

       Masalahnya, kenapa aku sampai menangis? Karena di dalam dompet tersebut berisi kartu yang memang sangat penting. Passport, kartu KTP, kartu keanggotaan bekerja, SIM mobil, dan masih banyak lagi. Ini pasti menjadi masalah yang sangat besar bagiku.

      "Hiks... mama..." tangisanku menjadi isakan-isakan yang memenuhi seluruh ruangan. Mungkin ini hari pertama yang sangat menyialkan selama aku berada di Korea.

      Kuraih handphoneku. Aku berniat akan menelpon Ibu. Aku bingung dan sangat gelisah saat ini. Dengan menelpon Ibu pasti setidaknya aku akan sedikit merasa lega.

     "Ma..." panggilku dengan suara parau, begitu Ibu menjawab telfonku.

     "Selya, ada apa, sayang?"

     "Ma... hiks..." Rasanya aku tak sanggup menceritakan kepahitan begini. Bukan karena aku takut dimarahi Ibu, ibu tak akan marah, tapi aku jadi tambah sedih saja saat mau mulai akan menceritakannya.

      "Kenapa selya? Kenapa menangis, sayang?" tanya ibu dengan khawatir.

      "Ma... dompet Selya yang isinya kartu semua, hilang, ma. Selya bingung mau gimana. Soalnya di dalamnya tuh ada passport, KTP, dan SIM milik Selya. Passportnya itu loh, ma. Gimana ini? Selya takut tak bisa kembali ke Indonesia, ma. Hiks..." ujarku dengan panjang lebar.

       "Ya ampun,sayang. Kok bisa sih? Aduh...gimana ya? Atau mama datang kesana aja? Daripada kamu tak bisa pulang ke Indonesia lagi"
   
      Kalau Ibu datang bisa gawatlah. Aku pasti disuruh balik ke Indonesia langsung. Maksudku,kan, kehilangan passport dan tak bisa pulang ke Indonesia itu,maksudnya pulang ke Indonesia setelah siap satu tahun bekerja.  Aku menyesal karena sudah bilang sama Ibu.

      "T-tidak, ma. Hm... ini dompetnya sudah jumpa... hehhe. Ternyata jatuh di dekat sopa ini," ujarku berbohong. Daripada di suruh pulang ke Indo nantinya. Soalnya aku sudah semangat sekali ingin bekerja disini.
Masalah dompet itu, sambil bekerja selama satu tahun, aku pasti bisa menemukannya. Semoga Tuhan merestuiku dalam misi pencarian dompet tersebut dan aku akan segera menemukannya.

      "Oh benarkah, sayang? Syukurlah. Mama sangat khawatir padamu."

      "Hahah iya ma. Aku mau beresin barang barang dulu, ya, ma. Bye mama!" Tanpa menunggu jawaban dari ibuku, aku langsung mengakhiri panggilan tersebut.

      "Mati sudah hidupku...." umpatku dengan pelan.

                                 ***

My First and Last Love (PCY) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang