5 (fifth) MFALL

15 0 0
                                    

     Drrt

     Handphoneku berdering di atas meja dapur. Saat ini aku sedang memasak untuk sarapanku. Dengan langkah tegas, aku mengambil handphoneku dan segera kembali mengaduk makanan di panci.

     "Hai, sayang..." sapaku setelah menekan tombol hijau. Kuselipkan handphone tersebut di antara bahu dan telinga sebelah kiriku. Kemudian aku kembali berkutat pada panci.

     "Hai, sayang. Selya... kau sekarang sedang apa, sayang?"

      "Aku sedang memasak, Kei," ujarku sambil tersenyum dan masih mengaduk makanan di panci.

     "Masak apa, hm?"

    "Biasalah. Nasi goreng. Aku bingung mau masak apa. Jadi ya sudah ini sajalah," ujarku sambil mematikan kompor dan memindahkan makanan dari panci ke piring.

     "Aku merindukanmu, Selya," ujar Kei dengan nada manjanya. Aku pun tertawa karena mendengar hal itu. Kei selalu sukses membuatku tertawa kalau dia sudah berbicara dengan nada manjanya itu. Aku suka kalau Kei berkata dengan nada itu, suka sekali malahan.

      "Aku juga merindukanmu, Kei," jawabku tak kalah manja. "Apa Kei-ku sudah makan?"

      "Sudah sayang," jawabnya.

      Kuletakkan piringku di atas meja makan kemudian aku berjalan ke arah kulkas dengan tanganku yang beralih memegang handphone di telingaku.

     "Mama bilang, kau kehilangan dompet. Kartumu ada disitu semua. Kenapa bisa sampai hilang?" tanya Kei dengan nada datar kali ini. Aku lantas saja membeku dibuatnya.

     "Kei... kau marah padaku?" tanyaku ragu.

      "Aku khawatir padamu, Selya. Aku selalu memikirkanmu. Seharusnya kau tak usah bekerja disana," nada bicara Kei berubah menjadi khawatir.

      Masalah dompet itu, kan, sudah kukatakan pada ibu kalau aku sudah menemukannya? Apa Ibu tak mengatakannya pada Kei.

     "Kei, aku sudah menemukannya. Apa mama tak mengatakannya padamu? Dompet itu sudah ketemu," kembali aku berbohong, tapi kali ini kepada Kei. Sebenarnya aku berbohong agar mereka tak khawatir padaku juga tak menyalahkan keinginanku untuk bekerja di Korea.

       "Iya, mama mengatakannya. Tapi aku tetap khawatir padamu, Selya. Jangan pernah hilangkan apapun yang berharga lagi. Jaga barang barangmu dengan benar," ujar Kei dengan tegas. "Aku khawatir padamu," ujarnya menambahkan.

      "Aku janji, Kei," ujarku sambil membuka kulkas. Di kulkas aku awalnya hendak mengambil minuman kaleng yang biasa suka aku minum saat di Indonesia, tapi ternyata tidak ada. Aku sampai amnesia, ini bukan Indonesia tapi Korea. Kenapa aku malah mencari minum kalengan Indonesia? Bahkan kulkas saja hanya berisi makanan ringan dan beberapa sayuran. Aku belum belanja lagi setelah tiga hari yang lalu aku belanja seluruh perabotan.

      "Kei, bahan makananku habis. Aku mau pergi ke mall. Aku tutup telfonnya, ya? Bye, sayang..." ujarku.

      "Ya, sayang. Jaga dirimu baik baik. Jika terjadi apa apa, hubungi aku, mama, ayah, ataupun kakakmu. I love you, Selya..."

      "Ya, Kei. I love you too," ujarku sambil tersenyum manis. Akhirnya kuputuskan hubungan panggilanku bersama Kei. Setelah itu aku segera bersiap siap untuk pergi ke mall.

                                       ***

      "Sayur, sudah. Buah, sudah. Makanan ringan, sudah," ujarku sambil memeriksa barang belanjaanku yang ada di keranjang belanja. "Ehmm... apa lagi, ya?" tanyaku pada diri sendiri.

My First and Last Love (PCY) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang