Life : Love Life VIII

73 18 3
                                    

Haechan ngehampiri Vita yang sedang jalan bersama Jaemin, tatapan flat gak ada aura bersahabat lagi diantara mereka. Vita nyadar kehadiran Haechan, cuman perempuan bermarga Park itu pura-pura gak tau.

"VITT!!"panggil Haechan gak santai.

"Dipanggil itu jawab"kata Haechan.

Jaemin yang ngelihatnya jadi was-was, gimana pun dia gak mau dicap sebagai penikung sama sahabatnya ini, tapi mau gimana lagi kalo Vita terus ngerengek minta bantu dia ngehindar dari Haechan sebentar? Jaemin gak mau terlibat masalah yorobun.

"Bicarain sama Haechan, jangan main kucing-tikus, gak nyelesain apa-apa"kata Jaemin ngelangkah pergi ninggalin sepasang kekasih itu.

"Ayo ketaman, aku mau bilang sesuatu"ajak Vita tanpa menatap Haechan.

Haechan masih mandang Vita tanpa eskpresi, walaupun kekasihnya udah melangkah namun ia tetap berada didepan.

"Sorry, kita udahan Vit" kata Haechan dingin.

Vita membalikkan badannya menatap Haechan, air mata nya deras turun, kata-kata yang udah disusun seketika menghilang.

"Karena masalah perusahaan, hubungan kita juga kena imbasnya?"tanya Vita.

"Chan...hiks"

Haechan ngehela nafas, malingin wajahnya ke para murid yang berlalu lalang ke kelas itu. Dia termasuk hati soft sebiasa mungkin nahan diri biar gak meluk sosok didepannya itu.

"Chan jawab aku.." lirih Vita.

"Gue minta udahan apa susah nya sih?"

"Alasannya apa Chan"

"GUE BOSAN SAMA LO NJIR! UDAH LAH YA LO GUE SAMPE DISINI SEKARANG"

Pertahanan Vita pecah, dia nangis sejadinya. Tanpa peduli Haechan pergi ninggalin dia tanpa satu kata pun. Vita mandang punggung Haechan yang menjauh, air matanya kembali turun, kepalanya mendadak berdenyut sakit.

"Bangun Vit, jangan nangisin orang goblok kaya gitu" kata Jaemin.

Iya dia sedari tadi nyaksiin putusnya hubungan temannya itu.

Jeno sampai dirumahnya, ya dia pulang. Habisan papahnya nyuruh dia pulang cepat-cepat. Langsung aja dia keruangan papahnya yang udah ada mamahnya itu. Perasaan nya kok mulai gak enak.

"Apa kabar Jen?" tanya sang mamah.

"Seperti yg mamah lihat" balas Jeno.

Papahnya duduk setelah berdiri mandangin anak semata wayangnya itu, "Apapun keputusan papah, papah gak nerima penolakkan Jen" kata papah nya serius.

Jeno mau protes, tapi tatapan membunuh papahnya ngebuat dia bungkam seketika.

"Ada apa Pah?" tanya Jeno malas.

"Kamu papah jodohin" kata papahnya, mata Jeno langsung bangun dari duduknya mau protes kenapa hubungan percintaan juga orang tuanya yg ikut campur? "Nurut atau kamu pulang ke Busan atau papah pindahkan ke Amerika" ancam sang kepala keluarga itu.

"Pahh, aku bisa nyari pacar!! Ngapain juga ake jodohan kaya gitu, udah lah gak jaman. Perasaan orang gak bisa dipaksa Pah!" protes Jeno.

Papahnya senyum creepy nepuk bahu Jeno pelan, "Gakpapa kalau kamu gak mau, siap-siap angkat barang"

"TERSERAH PAPAH AH" Jeno ngelangkah pergi kekamarnya muka nya kusut kaya gak disetrika.

"Jangan lupa, sabtu malam kita ketemu calon kamu"

"BODO AMAT!!"teriak Jeno.

Jeno benci hal yang kaya gini, dia masih menata hati, meratapi kebodohannya. Bukan nya malah ditambah dengan masalah rumit kaya gini, papahnya terlalu kuno pikir Jeno. Mana anak jaman sekarang yang mau dijodohin? Dikira gak laku kali ya, Jeno tampan, ada yang suka. Dia cuman pengen sendiri terlebih dahulu.

𝐋𝐢𝐟𝐞 : 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐋𝐢𝐟𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang