"Andai saja kau terlahir bukan sebagai manusia, kau memilih jadi apa?"
"Monyet."
"Kenapa?"
"Agar setiap kali aku melihat pantulanku, aku teringat padamu."
-Nona Novel-
Terhitung sudah 10.800 detik sejak ayah menghilang atau kalau kamu pusing, kita bulatkan saja menjadi 11.000 detik.
Masih pusing? Ya sudah sana datang ke Barbie, pusing bareng.
Aku berjalan ke luar rumah, masih memakai piyama doraemon, rumah kami berada di daerah Komplek dengan banyak blok, letak persisnya berada di blok yang mengarah langsung ke jalan raya.
Awalnya, aku ingin mencari ke arah jalan raya, tapi kuurung kan dan memilih untuk berkeliling di setiap blok, berharap ayah sedang bertamu ke rumah tetangga atau siapa pun itu.
Tetapi, ayah tidak kunjung kutemukan dan setauku entah ini masih berlaku di jaman sekarang atau tidak, kalau ada orang hilang boleh dilaporkan ke pihak berwajib tapi harus 1 x 24 jam dan hilangnya ayah bahkan belum sampai setengah hari.
Aku cemas.
Terkesan alay nan lebay tapi bagaimana ya kujelaskan padamu? Jika pulpen hilang di kelas aja kamu cari apalagi orang yang membelikanmu pulpen, kan?
Aku sibuk berspekulasi tentang alasan juga tersangka atas hilangnya ayah.
Hanya satu orang yang diduga kuat.
Satu orang yang berpeluang jadi tersangka.
Bahkan aku ragu apa bisa menyebut dia orang.
Maaf bukan maksud untuk berprasangka buruk atau sejenisnya.
Aku hanya berpikir kritis. Bukankah di saat genting seperti ini pikiran, hati, jiwa dan semangat muda kita harusnya begini?Tetapi kalau benar seseorang itu yang melakukannya kurasa aku tidak dapat menemukan ayah.
Ya ... biar bagaimanapun aku tidak punya indra keenam, mencari seseorang yang diculik hantu sama mustahilnya mencari pelangi dimalam hari.
Aku jadi dilema harus ke kantor polisi atau ke kantor mbah dukun.
Sebenarnya aku tidak tau apakah ayah benar-benar menghilang atau ada urusan lain, tapi ayah tidak kunjung kembali setelah tadi–yang katanya–ingin menemui hantu yang kuceritakan.
Sebagian orang akan menganggap ini biasa saja, tetapi bagiku tidak.
Ayah adalah orang yang selalu memberi kabar entah sesibuk apa dirinya, selalu laporan pada ibu saat lagi di mana, ingin ke mana sama siapa–katanya sudah kebiasaan semenjak pacaran dulu. Ayah bukan tipe pria yang akan membuat cemas orang-orang di sekitarnya.
Ayah bekerja sebagai guru Matematika di Sekolah Dasar, mungkin karna sering bertemu anak-anak juga dengan tugasnya yang sudah mendidik puluhan tahun, ayah menjadi pribadi yang hangat, sabar dan sangat jarang marah terlepas dari kepribadiannya yang suka mengejek anak-anak perempuannya.
Pernah suatu kali.
Saat aku masih berumur 13 tahun, aku baru saja resmi menjadi siswa Sekolah Menengah Pertama dan adikku terpaut 2 tahun dariku yang kala itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar yang di tempatkan berbeda dengan Sekolah Dasar tempat ayahku bekerja.
Saat kutanya alasan kenapa tidak di sekolahkan di sana, ayah mengatakan tidak ingin adikku menjadi manja karna ada ayah di sana.
Letak sekolahku dan adikku tidak terlalu jauh, ada kalanya ketika kami pulang cepat aku akan menjemputnya.
Seperti hari itu, guru-guru sedang mengadakan rapat dan kami dipersilahkan pulang lebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Novel
Teen FictionKetika dengan mudahnya kamu mengabaikan dunia maya yang katanya membuatnya candu hanya untuk tenggelam dalam cerita khayalan milik orang lain. Ketika dengan mudahnya kamu mengabaikan segala bentuk kepedulian dan rasa seorang yang nyata hanya untuk t...