6. Buku dan Cowok

70 14 4
                                    

"Apa persamaan buku dan cowok?"

"Pada akhirnya mereka sama-sama memberi kisah dan pelajaran di dalam hidup saya."

"Dan perbedaannya?"

"Buku meninggalkan kenangan manis, sedangkan cowok meninggalkan kenangan yang pahit."

-Nona Novel-


“Ehm... Nona kok ga jawab sih? Itu kenapa kamu bisa seakrab itu sama dia?”

Sepanjang jalan menuju kelas bahkan saat sudah sampai di kelas, Dina selalu menanyakan pertanyaan serupa yang sebenarnya sudah ku jawab dengan
Gatau. Kenal gitu aja. Dia yang ganggu.

Tapi, Dina malah semakin gencar bertanya, membuatku pusing, mual dan ingin muntah.
Aku tidak hamil kan?

Oke. Ngawur.

“Aku penasaran ya Nona, kok kamu ada rahasia-rahasia gini. Jawab akuuu.”

“Rahasia gimana aduh Dina? Beneran, aku kenal gitu aja. Ada insiden pas aku ga sekolah waktu itu. Emang kenapa coba sama dia? Udah ah kayak gada bahasan lain aja.” Aku menghela nafas berat.

“Oh kenalnya ga pas di sekolah? Sayangnya dia gamasuk kelas kita, padahal kan ganteng.”

“Dih, ganteng apaan? Gila iya.”

“Halaaahhh... “ Dina menyenggol lenganku bermaksud menggodaku.

“Eh tapi, emang dia murid baru apa gimana? Aku baru liat.”

“Lah, orang-orang pada nyeritain dia kali Non, dia masuk hari Rabu apa Kamis deh.”

“Kok aku baru tau sekarang ya?”

“Ya gimana mau tau, kalo istirahat main nya di perpus atau taman belakang. Mau dengar gosip darimana? Dari angin?” Dina memutar bola matanya malas.

“Dihh, kamu juga gada cerita.” Aku merengut kesal.

“Ya kan kamu gasuka bahas-bahas segala yang berhubungan dengan makhluk berbatang.”

“Heh, your language!!” Refleks aku menyentil dahinya.

“Muehehe, sori. Nyatanya gitu, kan? Kan Nona sekarang cinta matinya sama sebuah buku DOANG.” Dina menepuk-nepuk pipiku.

“Buku gabisa nyakitin. Cowok bisa.” jawabku datar.

“Buku gabisa diajak ngomong. Cowok bisa.” sela Dina cepat.

“Buku ngomong lewat tulisannya. Cowok ngomong banyak janji manisnya.” jawabku lagi tidak mau kalah.

“Buku gabisa ngapus air mata mu. Cowok bisa.” Dina memicingkan matanya menatapku.

“Buku ga melulu bikin nangis. Cowok sering.” Aku memutar bola mataku malas.

“Buku gabisa meluk kamu. Cowok bisa.”

“Buku meluk lewat karakter-karakter di dalamnya. Cowok cuman modus.”

“Buku dan karakter di dalamnya semu. Cowok nyata.”

“Buku bikin aku bahagia. Cowok bikin aku sedih terus.”

“Buat apa bahagia kalau cuman semu? Ga nyata? Kamu mau hidup di ruang imajinasi terus? Kamu mau bermimpi terus?”

“Kalau bahagia bisa di dapat hanya dengan sebuah buku, walaupun ga nyata. Aku milih itu. Sedih terus siapa yang mau? Dengan rasa yang nyata pula?”

Nona NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang