#10 - Tragedi Mekdi

78 15 5
                                    

September 2016

- Zefira -

Gue punya pertanyaan,

Kalian sering nggak sih punya pikiran yang sama, sama sahabat kalian?

Hal ini sering banget kejadian sama gue dan Lena, maka dari itu sekarang gue lagi di salah satu restoran fast food di deket kampus yang buka 24 jam ini.

Berawal dari rutinitas pulang bareng kita berdua dan kebiasaan Lena yang laperan anaknya, ditambah dengan perkataan "gue pengen cerita" yang dilontarkan kita berdua sebelum masuk gedung parkiran.

Alhasil, gue sama Lena duduk di depan kentang goreng dan cola float yang baru aja dipesen tadi.

"Kenapa lagi lu?" Tanya Lena sambil memangku dagunya di tangan kanannya "Sawan lagi? Hahaha" lanjutnya.

"Ih gue tuh pengen cerita dari MPA cuman gue lupa mulu" Kata gue sambil mengambil kentang goreng di tengah tumpukan dua porsi kentang yang kita pesan tadi.

Potongan kentang itulah yang memulai cerita pagi di hari pertama opening MPA sebulan lalu. Dimana gue bertemu dengan sesosok Nizar Pramana Setya.

Awalnya gue belom tau namanya, karena cowok berambut cepak ini nggak pake name tag, alias name tagnya di simpan di kantong almamater, bisa dilihat dari tali kur berwarna hijau yang menggantung di kantongnya.

Pertemuan kita nggak ada romantis romantisnya sama sekali, malahan cuman dia yang minta tolong sesuatu ke gue.

Minta tolong dia simple,

"Tolong pasangin pitanya dong"

Percakapan ini dimulai dengan gue yang baru keluar dari ruang panitia sehabis menaruh tas gue. Di depan ruang panitia gue melihat dia yang lagi kesusahan melipat pita warna pink di tangannya.

Gue dengan jiwa kemanusiaan yang adil dan beradab masa nggak gue tolongin, yakan?

"Bisa nggak bang?" Kata gue sambil menghampiri sosok berkemeja batik ini.

Mendengar suara gue, dia menoleh arah pintu ruang panitia dimana gue beridiri "Ini sebelah kanan apa kiri sih?"

"Kanan bang, penitinya bisa nggak?"

"Susah yak hahaha" Jawabnya sambil tertawa kecil "Tolong pasangin pitanya dong"

"Sini"

Sebenernya adegan ini nggak seromantis adegan cliche yang biasa kalian temuin di novel remaja, tapi untuk gue yang punya pengalaman yang bisa dibilang seumur jagung sama hal romansa, kegiatan se-simple masang pita dengan peniti di lengan kanan almamater panitia random dari fakultas gue ini udah cukup membuat jantung gue ngedangdut.

Cemen banget lo Ze gini aja deg-degan.

Mungkin karena faktor pafrumnya yang baunya hampir mirip dengan sabun antiseptic, atau lucunya ketawa nggak bersalahnya setelah minta tolong gue untuk hal se-sepele ini.

Kalau menurut gue sih suara berat dia yang nggak cocok sama mukanya yang terlalu muda untuk jadi senior di fakultas gue.

Kayaknya sih itu.

Karena jantung gue udah nggak dangdutan lagi pas dia bilang makasih dengan senyum semeringah ke gue yang cuma bisa berdiri diam nyaingin pantung pancoran.

Iya udah nggak dangdutan, sekarang jantung gue lagi moshing,

Kacau deh.

Lebih kacau lagi setelah gue sadar kalau gue gatau namanya. Tapi gue masih bisa nenangin diri gue karena dia satu fakultas sama gue, hence the pink ribbon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Calon GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang