Setelah beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya di taman, dia tak pernah lepas dariku di sekolah. Kecuali saat jam masuk dan saat aku berada di kamar mandi. Beruntung dia tak mengetahui alamat rumahku, bisa sangat kacau jika dia tiba-tiba muncul melalui jendela kamar dan memandangiku sepanjang malam.
Rasanya sangat malas ke sekolah jika tiap hari harus bertemu dengannya, harus mendengar kata-katanya yang tak masuk akal.
Mulai dari cita-citanya mengemudikan roket dalam keadaan mabuk, lalu ke daratan Mars hanya untuk mengambil bebatuan indah di sana, dan membawanya pulang untuk melempari rumah tetangganya yang selalu memutar musik dengan volume keras. Dia juga bilang jika di perjalanannya pulang dari Mars dan bertemu Alien, maka dia akan bertanya tentang apakah Alien makan roti selai? Apakah Alien minum susu sebelum tidur? Apa Alien didatangi mimpi buruk ketika malam hari? Aku benar-benar pusing dibuatnya, dia sangat terobsesi dengan benda langit. Dia pernah berkata suatu saat akan melangsungkan pernikahan di Bulan dan akan mengundang seluruh Alien. Lalu memaksanya untuk menyayikannya lagu romantis, aku khawatir kalau calon suaminya adalah Alien.
Jangan tanya dari mana aku mengetahui semua cerita itu, hampir setiap saat dia berbicara tentang benda langit.
Seperti sekarang, aku bahkan tidak bisa fokus membaca karena dia sibuk mengoceh di sampingku, bahkan, tempat favoritku. Perpustakaan. Juga diambil alih olehnya.
"Aku tadi mengira buku ini membosankan," katanya jelas tertuju padaku, hanya kami berdua yang berada di perpustakaan sekarang, kecuali penjaga ruangan ini.
Aku sedikit mendongak melihat buku apa yang membuatnya tertarik, itu sebuah buku tentang rasi bintang, atau benda langit. Yang kutahu judulnya An Astrophile.
"Kau suka bintang, Hurten?" tanyanya ketika mendapatiku tengah melihat ke arahnya. "Apa kau seorang Astrophile?"
"Tidak," jawabku cepat.
"Kuanggap itu kode dari rasa penasaranmu." Aku memandangnya tajam, tapi ia biasa saja.
"Bintang adalah benda langit yang paling indah, Hurten. Kata Antoine de Saint, jika seseorang mencintai satu bintang diantara jutaan bintang yang lainnya, itu sudah cukup untuk membuatnya bahagia ketika ia melihat bintang-bintang," katanya lalu mengambil jeda beberapa saat sebelum melanjutkan kembali.
"Sekali-kali, lihatlah keindahan bintang itu, Hurten," sambungnya.
Aku menarik buku dari hadapannya lalu menunjuk sebuah gambar bintang. "Aku bisa melihat bintang tanpa harus bersusah payah mendongak ke atas langit."
Daisy menatapku malas. "Malam nanti, kau harus ikut denganku."
Aku mengangkat satu alisku. "Ikut? Kemana?" tanyaku bingung.
"Kita akan melihat Aldebaran."
"Alde ... apa?" Aku tak begitu mendengar ucapannya.
"Aldebaran, salah satu bintang terbesar di semesta."
"Aku tak peduli, aku tak mau berurusan dengan hal-hal tak masuk akal yang kau lakukan." Aku merapikan bukuku, bermaksud meninggalkannya dan pergi ke kelas, sebelum dia tambah gila—lagi.
"Kau harus ikut, Hurton. Kalau tidak aku akan—"
"Kau akan menmbuatku kawin silang dengan Alien?" Dengan cepat aku memotong kalimatnya.
"Ide yang bagus, tapi bukan itu."Dia tersenyum sungging di tempatnya, sangat menyebalkan.
"Lalu?" tanyaku tak sabar.
"Aku akan membuat Pak Steven menyuruhmu mengajariku pelajaran Sastra. Karena nilaiku di pelajaran terkutuk itu sangat rendah."
"Apa kau sudah gila?" tanyaku frustrasi, demi apa pun itu aku benci mahluk licik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Rocket to the Moon
Teen FictionHurton, remaja pendiam yang benci basa-basi. Hidup dalam lingkaran yang di buatnya sendiri, membatasi diri dari kegaduhan dunia, yang tak sejalan dengan pemikirannya. Semua berubah sejak ia mengenal Daisy, gadis gila dengan sejuta mimpi. mengendarai...