"Mari kita lihat, bintang mana yang cocok untukmu." Dia bangun dan mulai memutar teleskop itu lagi. "Sirus, Conopus, Artcurus, Alpha, Vega, Rigel ... bintang mana yang belum memiliki nama, Hurton?" tanyanya padaku sesaat setelah menyebutkan nama-nama bintang yang sempat kupikir sebuah mantra untuk memunculkan Alien atau semacamnya.
"Mana aku tahu." Aku menutup mata, membiarkan Daisy bersuara nyaring disampingku.
"Nah, itu dia. Kuharap bintang itu belum memiliki nama." Daisy menggoyangkan bahuku. "Hei, aku menemukan bintangmu."
Aku membuka mataku malas. "Jadi aku harus apa? Meloncat kegirangan sambil berteriak? Aku masih terlalu waras untuk melakukan itu."
"Ayolah, Hurton. Aku sudah bersusah payah mencarinya," katanya dengan nada memelas. Sambil mengguncang-guncang bahuku.
"Aku harus apa sekarang?" tanyaku, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana menghadapi gadis ini.
"Bangunlah, lihat mereka."
Aku kembali menutup mataku.
"Kau ini." Dia menarik-narik lengan bajuku. Sampai aku bangun dengan terpaksa, kutarik asal teleskopnya, kemudian mulai melihat ke langit sana.
"Tidak ada bintang sama sekali," kataku masih dengan mata tertempel di ujung teleskop.
"Jelas saja tidak ada bintang, kau belum membuka penutup lensanya." Tangannya meraih penutup lensa itu. Kemudian membukanya.
Oke, aku malu sekarang. Aku tahu Daisy sedang menahan tawa. Masih dengan perasaan malu, aku kembali menerawang ke atas langit.
"Bagaimana?" tanyanya.
"Yang mana?" Aku hanya melihat titik-titik kecil yang berwarna sama dan berukuran tak jauh berbeda di atas sana.
"Coba kulihat," katanya, lalu mengambil alih teleskop itu. "Di sana, itu dia bintang kita."
"Kita? Sudahlah, bisa saja bintang itu sudah punya nama."
"Iya, kita." Dia menutup kembali teleskopnya. Menyimpannya di sisi kanan tikar. "Aku akan menamainya kutub selatan, dan ... untuk bintangmu, kutub utara," sambungnya.
Aku menatapnya heran, ada banyak nama—aku tidak peduli dengan nama bintang itu, hanya saja merasa sedikit aneh dengan nama yang dia berikan—yang bisa dia gunakan, kenapa harus itu? Ah, aku lupa, itu hanyalah Daisy sedang menjadi Daisy.
"Apa kau tidak mau bertanya tentang kenapa aku memilih nama itu?"
"Tidak."
"Aku pikir, Pak Stev sepertinya memang harus membuat nilaiku lebih baik tahun ini." Lihatlah si licik ini, dia baru saja mengeluarkan senjata barunya itu, menyebalkan. Kalau saja ada bintang jatuh, tanpa perlu pikir panjang. Aku akan memohon agar makhluk menyebalkan ini bisa lenyap dari muka bumi.
"Baiklah, Daisy yang sangat baik hati sudah menamai bintangku, kenapa kau memilih nama aneh itu?" Aku berkata setengah frustrasi, ah tidak. Aku rasa kondisi kejiwaanku akan terancam jika terus-terusan bersama sahabat Alien ini.
"Sebentar, aku sedikit tersanjung dengan pujianmu itu." Dia memperbaiki posisi kacamatanya. "Untuk nama bintang, aku sengaja memilih nama itu karna tidak akan ada kutub selatan jika kutub utara tak ada, Hurton."
Aku menaikkan sebelah alisku. "Maksudmu tidak akan ada aku jika kau tidak ada?" tanyaku dengan nada lucu.
"Seperti yang kau duga."
"Sebenarnya, aku dan kau itu harus berjauhan layaknya kutub utara dan selatan." Aku tak akan membiarkan teorinya itu benar. Enak saja dia mengatakan kalau kami berkaitan. Tidak. Tidak akan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Rocket to the Moon
Teen FictionHurton, remaja pendiam yang benci basa-basi. Hidup dalam lingkaran yang di buatnya sendiri, membatasi diri dari kegaduhan dunia, yang tak sejalan dengan pemikirannya. Semua berubah sejak ia mengenal Daisy, gadis gila dengan sejuta mimpi. mengendarai...