Karin dengan santainya membuka bungkus makanan ringan, sedangkan Faisal sedang mencurahkan rasa kesalnya pada Karin sepulang dari pernikahan temannya Karin.
"Anjir banget dah. Gua malu banget tadi ngeliat lu yang SKSD gitu ke orang yang baru ketemu sekali doang. Di kereta pula. Udah mana nyapanya udah kayak yang kenal dari kecil aja lagi. Malu anjir, malu!"
Karin menoleh. "Ya emang kenapa sih? Orang dianya aja gak masalah gua sapa gitu."
"Lu gak ngeliat dia tadi kayak linglung gitu ngeliat muka lu? Orang temennya aja sampe ngeliatin lu ama gua, Njay!"
"Emang iya?" Karin mencoba untuk mengingat ekspresi yang ditampilkan oleh Kai, belum sampai dua detik, ia sudah segera menggelengkan kepalanya. "Ya udah sih biarin. Habis itu juga dia langsung ngenalin gua kan?"
"Dih anjir pede banget. Dia juga kayaknya inget lu gara-gara liat muka gua sih."
Kali ini Karin menatap lurus ke wajah Faisal. "Bentar, jadi maksud lu dia lebih notice muka lu daripada gua gitu?"
Faisal mengangguk sambil merebut makanan ringan dari tangan Karin dan mengambil beberapa isinya untuk dimasukkan ke dalam mulutnya.
Karin mengerutkan dahinya. "Bentar deh. Ini kenapa juga dia mesti ingetnya muka lu? Lu ada maksud tertentu ngomong kayak gitu?"
Menggaruk rambutnya yang sudah dua hari tidak keramas, Faisal menghadap ke Karin. "Maksud gimana nih maksud lu?"
"Lu gak berpikiran kalau dia itu belok kan?" Karin mengutipkan dua jari di tangan kanan dan kirinya.
"Lah mana gua tau." Faisal mengambil alat musik yang menjadi kesukaannya. Mulai memetik gitarnya, menikmati suara yang dihasilkan dari permainan jarinya. Karin berdecak melihat tingkah Faisal.
Faisal itu tipe yang bisa cuek tapi bisa perhatian juga. Hanya saja cara Faisal memerhatikannya bukan seperti yang ada di bayangan orang-orang, memberi tahu dengan lembut atau semacamnya. Itu bukan seorang Faisal sekali. Bukan hal yang jarang Karin merasa senewen dengan tingkat cueknya Faisal.
Karin pikir Faisal memang seperti itu hanya pada dia. Ternyata, setelah memiliki pacar pun dia memperlakukan pacarnya dengan cuek. Bahkan Karin sampai harus menegur Faisal karena pacarnya curhat pada Karin mengenai sikap Faisal yang sulit untuk diubah itu. Ditegur seperti itu, Faisal hanya mengatakan, "Ya udah, kalo dia gak mau pacaran sama orang cuek mah ya cari yang romantis lah." Saat mendengar jawabannya waktu itu, Karin tanpa pikir panjang segera menoyor kepala Faisal.
Sebenarnya Karin tahu kalau Faisal itu sebenarnya tipe pemerhati, hanya saja laki-laki itu tidak tahu cara mengungkapkannya dengan baik dan benar versi cewek-cewek. Karin mau memberikan saran, tapi dia bahkan belum pernah merasakan pacaran. Kalau ia kasih wejangan, yang ada ucapan Karin menjadi boomerang baginya.
"Eh mainin lagu kangennya Dewa 19 dong, Cal."
"Lagi kangen ama siapa lu?" Faisal meliriknya sekilas sebelum mencari chord gitar di mesin serba tahu pada ponselnya.
"Yeu mau tau aja lu, kayak wartawan gosip."
"Jadi wartawan gosip gajinya berapa tuh ya, Rin?"
"Lah ya gak tau. Jangan bilang lu beneran mau jadi wartawan gosip lagi?"
"Kalo gajinya gede sih," sahut Faisal sambil mulai memetik senar gitarnya.
"Buset ya jangan, Cal. Nih ya, gua kasih tau. Kan kita harus menutupi aib orang lain, kalo lu jadi wartawan gosip, ya otomatis lu tuh ngebuka aib orang lain. Ngeri ah, Cal. Kerja yang beneran aja."
Faisal tertawa mendengar celotehan Karin. Perempuan yang sedang memberi wejangan padanya itu terlihat seperti lebih tua darinya, padahal mereka lahir pada tanggal, hari, dan tahun yang sama, hanya beda jam saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Small #Inferiority Series
ChickLitPernah merasa kecil di hadapan seseorang? Begitulah yang dirasakan oleh seorang Khairina Ananda Putri. Berkat sebuah pertemuan yang kebetulan, ia bertemu dengan laki-laki yang membuatnya merasa kecil, meski sebelumnya ia tidak pernah merasa begini. ...