8-A Pretty Day

63 9 4
                                    

Pakaian yang tidak biasa Karin gunakan sudah tergantung di luar lemarinya. Pagi ini makhluk satu itu sudah bersenandung dengan handuk di pundaknya menuju ke kamar mandi. Melihat kedua orang tuanya sudah ada di depan meja makan, Karin menunjukkan senyum cerahnya. "Morning Mommy and Daddy!"

Rais memandang Malihah yang sedang menata makanan untuk sarapan. Mengetahui makna tatapan itu, Malihah menjawab, "Lagi kumat."

"Apaan kumat, Mak?" Adam muncul untuk mengambil gorengan yang tersedia di atas meja.

"Adek lu tuh lagi kumat, entar aja kalau udah ditinggalin meweknya gak tau kapan kelarnya."

"Oh Emak udah tau, Mak?"

"Ya kudu tau lah, kalau kenapa-napa tuh anak kan gua juga yang repot entarannya. Babe lu kan mana mau ngurusin."

Rais hanya melirik Malihah dan menghela napasnya. Merasa akan sia-sia kalau dia membela dirinya, nanti cuma akan merusak suasana pagi hari yang cerah kayak perasaan anak perawan satu-satunya.

Adam mengembang-ngempiskan hidungnya melihat kedua orang tuanya. Ia sedikit bersyukur punya babe seperti Rais yang tidak terlalu peduli dengan ucapan dari emaknya. Setidaknya dengan begitu, tidak akan terlalu banyak pertengkaran di rumah tangga mereka.

"Rin, mandi jangan banyak-banyak aernya. Sayang-sayang cuma buat lu doang mah," teriak Malihah.

"Tau lu, mandi lama-lama juga tetep aja bakal buluk bege lu Rin," tambah Adam.

"Buluk-buluk juga adek lu itu, Dam." Rais tentu saja membela anak perempuannya itu. Biar buluk begitu juga kan tetap saja anaknya.

Karin keluar dari kamar mandi sambil mendecakkan lidahnya. "Elah punya emak sama abang kagak ada yang dukung amat dah. Babe doang emang yang tersuyung." Karin menghampiri Rais dan memeluknya dari belakang.

Melepaskan pelukannya pada Rais, Karin meletakkan handuk di kursi dan duduk untuk bersiap sarapan pagi. "Wih lagi ada apaan nih, tumben bikin nasi uduk pagi-pagi, Mak?"

Malihah mengambil tempat duduknya. "Lah suka-suka gua lah mau masak apaan pagi-pagi."

"Lagi ngapa si Mak, gerutu bae pagi-pagi?" tanya Karin.

Malihah menelan makanannya. "Itu laki nanti ke sini dulu apa lu langsung ketemuan?"

Karin mengerutkan dahinya. "Oh Pak Kai?"

"Pak?!" Adam mencoba untuk menyamakan pendengarannya dengan ucapan Karin barusan. "Udah tua?"

"Enggak elah. Kayaknya sih beda delapan tahunan lah dari gua."

Adam menyuap kembali makanannya sambil menganggukkan kepala. "Suka yang tua ternyata lu ya. Terus itu si Ical jadi ikut kan?"

"Oh iya ya, dia gak jadi ikut katanya. Mau anterin Maknya."

Adam berhenti mengunyah makanannya. "Lu sendirian dong?"

"Ya kaga lah, sama Pak Kai. Ya kali gua sendirian. Untuk menjalin hubungan kan harus sepasang." Karin tersenyum mengakhiri ucapannya.

Lain dengan Karin, Adam tersedak makanannya, kopi yang baru diseruput Rais masuk ke hidungnya. Sedangkan Malihah menghela napasnya seakan sudah paham betul tingkah perawannya satu itu kalau lagi jatuh cinta.

Melihat Karin tersenyum sudah seperti orang yang hilang akal, Adam mengambil centong nasi dari meja dan melemparkan tepat di dahi Karin untuk menyadarkan adik satu-satunya itu.

"Aduh ish." Karin mengelus dahinya. "Kenapa si ih?!"

"Sadar orang sadar! Kayak orang lagi mabok lu mah, gua bantuin aja biar gak mabok lagi," sahut Adam setelah menelan makanan di dalam mulutnya. "Entar tuh lakik jemput lu ke sini kan? Suruh ke sini, ketemu sama gua."

Small #Inferiority SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang