5-Pertemuan Ketiga

92 18 4
                                    

Faisal langsung jogging sesampainya di stasiun sudirman, sedangkan Karin sudah misuh-misuh sendiri ditinggal sahabatnya itu. Sepanjang perjalanan dia berjalan sambil memperhatikan sekitarnya, mencari teman-teman sesama organisasinya yang sudah hadir. Tidak lama, pucuk dicinta ulam pun tiba, teman-temannya sudah hadir di sana dengan beberapa kardus air mineral yang mereka dapat dari distributor langsung.

"Weh, tumben udah dateng lu, Shar," sapa Karin pada Shara, temannya.

"Iya lah, gua mah anaknya semangat 45."

"Halah gaya lu, Shar, macem pejuang SBM."

"Anjir lah, Rin. Pejuang SBM lagi dah."

Tidak lama dari kehadiran Karin, teman-temannya yang lain juga sudah menunjukkan batang hidungnya. Kalau sudah ramai begini, semangat Karin justru memuncak. Air mineralnya harus habis sebelum tengah hari.

"Woy ayolah kita pake yel-yel yang kemarin," ajak Karin.

"Lu lah palain dulu, Rin."

"Ashiyap."

"Anjir lah, pasti lu salah satu dari sembilan juta followers nya ya?"

"Wah enggak dong, gua mah ikut-ikutan aja. Udah ah, yuk yel-yel."

Karin memimpin yel-yel dengan semangatnya. Tidak sedikit pula para pengunjung car free day merasa tertarik untuk membeli produk dari mereka. Hal ini dinamakan sebagai strategi pemasaran kalau kata Karin. Setidaknya akan meningkatkan penjualan biarpun hanya sedikit peningkatannya, yang penting adalah dia berhasil menarik minat pembeli untuk membeli air mineral di tempatnya.

Merasa haus karena sudah meneriakkan yel-yel sejak tadi, Karin memilih untuk duduk dan melepas dahaganya. Sesaat setelah ia beristirahat dan yel-yel digantikan oleh temannya yang lain, pembeli air mineral yang Karin layani berhasil membuat matanya kembali segar. Bagaimana tidak? Pasalnya si Mas-Mas tampan—buah dari usahanya menggunakan angkutan umum kereta—muncul di hadapannya.

"Lho, Pak Kai?" sapanya.

"Eh, Mbak Karin? Ketemu lagi kita."

Karin tertawa. "Iya nih, Pak Kai. Jangan-jangan kita jo—"

Kai tertawa dengan menunjukkan lesung pipinya mendengar penggalan kata yang dilontarkan oleh Karin. "Jo—apa nih, Mbak? Lagi cari dana ya buat kampusnya?"

"Oh iya nih, Pak. Beli yang banyak dong, Pak," tawar Karin.

Kai tersenyum, menaikkan bola matanya ke atas. "Teman-teman kamu ada berapa yang jualan?"

"Ada sekitar sepuluh orang, Pak. Kenapa?"

"Ya udah saya beli deh sepuluh ditambah sama punya saya satu."

Karin membelalakkan matanya dan menunjukkan cengiran yang berlebihan. "Serius, Pak?"

"Iya serius. Kasian kalian jualan panas-panasan gini."

"Wah mantap." Tidak mengambil jeda, Karin segera memanggil teman-temannya. "Ini minum kalian dibeliin sama Pak Kai. Makasih tuh," ucap Karin saat teman-temannya sudah mendekat.

"Wah serius, Pak?" Tidak jauh berbeda dari setiap temannya melontarkan pertanyaan yang hampir sama. Sedangkan Karin masih saja terus tersenyum girang. Menyombongkan diri karena memiliki relasi yang bagus, ada di selipan kegirangannya.

Setelah memberikan minum kepada teman-temannya, Karin kembali menghampiri Kai. "Bapak jogging sendirian aja, Pak?"

"Iya nih, teman saya diajak pada mager semua katanya."

"Emang gandengannya gak mau ikut juga, Pak?" Namanya juga Karin, setiap ada kesempatan barang sekecil lubang tikus juga tetap digunakan.

"Lumayan, sekalian cari tahu nih mas-mas udah ada gandengan apa belum 'kan," batin Karin.

Small #Inferiority SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang