Changbin tidak pernah bilang hal ini terang-terangan, tetapi ia paling suka menyentuh dagu dan rahang Felix.
Jika ditanyakan alasannya, Changbin tidak bisa menjawab dengan gamblang. Ia akan berpikir sangat lama sebelum berujar, "Nggak tahu, ah. Jangan tanya." Wajahnya pun akan merona samar karena pertanyaan itu.
Changbin memang tidak bisa mengatakan alasannya, tetapi ia bisa menunjukkannya.
Seperti biasa, Changbin akan menemukan Felix terkapar di sampingnya pagi hari, saat matahari baru menyusup dari balik gorden gelap yang menutupi jendela kamar mereka. Dia pasti pulang larut lagi, pikir Changbin sembari mengacak rambut Felix yang masih mendengkur pelan. Setelah sadar sepenuhnya, Changbin memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu, dilanjutkan dengan membuatkan sarapan untuk mereka berdua.
Lantaran Felix belum ada tanda-tanda akan bangun, Changbin membawa senampan sarapan ke kamar. Setelah meletakkan nampan tersebut di nakas tempat tidur, Changbin duduk tepat di samping tubuh Felix yang sedang berbaring telungkup.
"Hei, bangun," Changbin kembali mengusap rambut kekasihnya, "Kenapa nggak bangunin aku waktu sudah pulang? Mabuk ya semalam?"
Felix ternyata sudah setengah bangun. Ia menggerutu protes mendengar pertanyaan Changbin sambil berkata, "Aku nggak mabuk!" di balik bantal. Rambut pirangnya yang mencuat ke segala arah membuat Changbin refleks menyisirnya dengan jemari. Pemuda itu terkekeh.
"Ya sudah. Sarapan dulu biar nggak sakit perut. Habis itu baru tidur lagi."
"Nggak mau...capek...," Felix masih menolak bangun.
Changbin mengerutkan kening, heran, "Tumben nggak mau disuruh sarapan. Nggak lapar memangnya, Lix? Aku masak french toast dan ada sosisnya juga."
Perkataan Changbin dibalas dengan gelengan. Lalu hening kembali menggelayut, ditingkahi oleh dengkuran halus Felix yang sepertinya kembali tertidur. Changbin menghela napas berat.
Tangannya berpindah dari rambut Felix menuju rahangnya, lalu menyelip di balik dagu sang pemuda untuk menggelitik permukaan kulitnya. Kalau Felix mengantisipasi, biasanya ia tidak akan merasa geli. Namun karena Changbin melakukannya diam-diam, maka Felix sontak terlonjak sampai kepalanya tidak sengaja terbentur kepala tempat tidur.
"Fuck! Sakiiiiit!" pemuda itu mengerang kesakitan. Changbin yang ikut terkejut langsung merasa bersalah hingga ia terpaksa menindih Felix untuk mengusap kepalanya yang terbentur.
"Sori, sori," Changbin menggigit bibir. Lalu tiba-tiba saja tubuh Changbin didorong menjauh oleh Felix yang memanyunkan bibirnya karena kesal.
"Aku masih ngantuk, hyung," Felix merengek lagi dengan suaranya yang berat dan serak. Changbin nyaris tertawa mendengarnya.
"Makan dulu. Nanti tidur lagi. Udah dibilangin juga."
Mendecakkan lidah, Felix menggaruk rambutnya kasar. Meskipun begitu ia tetap mengambil cangkir kopi yang masih mengepul dengan satu tangan dan mencomot roti dengan tangan yang lain. Changbin tersenyum memperhatikan Felix menandaskan sarapan dengan mata setengah terpejam. Hatinya menghangat.
Meskipun sudah berkali-kali ia lakukan, Changbin tidak pernah bosan mengagumi wajah Lee Felix. Dalam keadaan berantakan seperti ini pun Felix masih terlihat tampan di matanya. Atau cantik. Keindahan yang selalu menenggelamkan Changbin dalam angan meskipun ia sudah memiliki hati Felix sepenuhnya.
"Hyung? Ngelamun?"
Changbin mengerjap saat Felix melambaikan tangan di depan wajahnya. Ia menggeleng sembari tersenyum, lalu mengedikkan dagu pada piring sarapan Felix yang sudah kosong. "Kalau sudah selesai taruh saja dulu di meja."
Felix mengangguk patuh dan melakukan yang diminta Changbin. Setelah membersihkan tangan dengan tisu, Felix menepuk permukaan ranjang di sampingnya. Changbin beringsut mendekat. Felix melingkarkan lengan ke leher Changbin sebelum menghenyakkan tubuh ke ranjang dan menarik Changbin untuk jatuh bersamanya.
"Baru juga habis sarapan, Lix. Easy there, tiger," ledek Changbin. Felix tidak mendengarkan. Ia sibuk menempelkan hidung dan bibirnya di leher Changbin, membuat pemuda itu terkekeh geli.
Hanya ketika Changbin merasakan urgensi dalam perlakuan Felix, ia segera melepas dekapan. Membiarkan pemuda itu mencebik protes dan mengikutinya duduk. Changbin mengelus dagu dan rahang Felix untuk menenangkannya, seolah menenangkan kucing. Anehnya, Felix menyukai perlakuannya ini.
"Mandi dulu, Lixie."
Felix menggeleng. Changbin mengecup rahang Felix sekilas karena gemas. "Kok nggak mau?"
"Dingin."
"Ya, pakai air hangatlah," Changbin tertawa, kembali mendekatkan wajahnya ke arah Felix hanya untuk mengecup dagunya. "Atau mau mandi sama-sama?"
Mendengar ajakan Changbin, pemuda itu langsung tersenyum nakal sambil menaik-turunkan alisnya. "Hehehehehe," Felix terkekeh. Changbin menghembuskan napas keras-keras.
"Sudah dibuatkan sarapan masih aja lapar," Changbin menyentil kening Felix, "Ya sudah, sana duluan. Aku mau membersihkan piring kotor dulu." Felix beranjak ke kamar mandi dengan semangat, membuat Changbin menggelengkan kepala sambil tersenyum geli.***
YOU ARE READING
of all the places worth to be kissed ✓
FanfictionWhenever Changbin is tired, he likes to think about kissing Felix. And he does like kissing his boyfriend in different places. [ alternate universe; seo changbin/lee felix; dj!felix and producer!changbin ]