Ketika Tooru membuka mata, yang ia lihat adalah langit-langit ruangan begitu tinggi dari biasanya. Hawa dan udara dalam ruangan ini juga berbeda—lebih bersih. Keping demi keping ingatan mengisi kesadarannya bahwa sekarang ia sedang tidur di lantai, tapi bukan lantai kamarnya.
Tidak di lantai telanjang memang, ada selapis futon nyaman yang mengalasinya sepanjang ia terlelap. Buru-buru ia menegakkan tubuhnya, memeriksa seseorang yang harusnya berada di atas ranjang di sampingnya, (Fullname).
"Ah ... (Name)-chan?" panggil Tooru reflek ketika tak menemukan seorang pun di atas sini. Hanya sebuah tempat tidur yang telah rapi, cukup untuk membuat Tooru tau kalau kau bangun lebih awal darinya.
Tooru mendesah panjang seraya mengangkat wajah ke langit-langit membuat leher jenjangnya lebih terekspos, jakunnya naik-turun ketika ia melumasi kerongkongan lalu kembali menarik wajah ketika merasa kelakukannya tadi cukup menyakiti bagian belakang lehernya.
Ingatan Tooru kembali bergulir: Tadi malam, Tooru yang kesepian hampir menangis di pelukanmu dan meminta tidur bersamamu. Oikawa Tooru meyakinkan diri bahwa hanya itu saja yang terjadi tadi malam kemudian ia mengacak rambut cokelatnya frustasi.
"(Name)!" Tooru menyerukan namamu sementara tangan-tangannya dengan sigap—dan asal— melipat kembali futon yang ditidurinya.
Kakinya berderap di lantai yang dingin, menyeberangi kamar menuju pintu. "(Name)! Dimana kau?" Sesungguhnya Tooru merasa bahwa dirinya berlebihan, tingkahnya seperti anak TK yang panik saat tak bersama sang ibu. Perasaan yang mengikatnya kepadamu semakin tumbuh dan tumbuh, dan setelah yang ia lakukan padamu semalam ia takut kau akan ketakutan dan meninggalkannya.
"(Nam---"
"Ada apa, sih?" Kau muncul dari balik counter dengan sebuah panci panas di tanganmu, menatap Tooru heran dengan semua seruannya itu. "Kenapa mencariku?"
Tooru mencelos lega saat menemukanmu. Ia mengamati sepasang sarung tangan anti-panas dan celemek yang melengkapi penampilanmu. Ritme jantungnya yang sudah acak adut karena habis berlarian semakin berat kala melihatmu pagi ini.
"Bagaimana bisa seseorang bisa terlihat cantik saat membuat sarapan?" pikir Tooru. Ia tak menjawab pertanyaanmu sementara kakinya membawanya semakin dekat padamu. Tooru menarik kursi dari meja makan dan meletakkannya di depan counter sambil memangku tangan ia mengamatimu.
"Sudah berapa lama kau di sini?"
"Mungkin sekitar satu jam yang lalu, kau terlihat masih pulas jadi aku tidak mau membangunkanmu," jawabmu tersenyum kecil. "Kopi?"
Tooru mengangguk sambil tersenyum, hari ini adalah hari Minggu yang berarti ia akan bersama denganmu seharian. Hormon adrenalinnya semakin membuncah.
Kau menangkap senyum Tooru yang aneh ketika menatapmu. Bulu romamu meremang tepat di tengkuk. "Ap-apa sih?" tanyamu sambil meletakkan secangkir kopi hangat di depan Tooru.
"Tidak ada~ aku hanya senang melihatmu bersama denganku sekarang," jawab Tooru santai sebelum ia menyesap kopinya.
Itu tadi sedikit tidak adil bagimu, kau tidak sedang berlari namun derap jantungmu meliar bersamaan dengan suam aneh yang terasa dari kedua pipimu. Ditambah tatapan Tooru yang belum beralis seinchipun darimu, benar-benar membuatmu risi.
"Ha-hari ini aku membuat nasi untuk sarapan. Aku tidak tau bagaimana bisa kau bertahan sejauh ini tanpa sarapan nasi, setiap hari pakai sereal, roti, kuharap kau tak keberatan, Oikawa-san," jelasmu sambil menyiapkan sarapan kalian di atas counter. Tooru mengangguk, mengangkat jempolnya.
Kalian memulai sarapan dengan tenang.
"Aku mengira kau kabur dari sini tadi," ucap Tooru tiba-tiba ketika ia baru saja menyelesaikan sarapannya.
Kau masih belum selesai dengan sarapanmu dan mendadak terdiam ketika mendengar pernyataan abstrak dari Tooru. "Aku kabur? Kenapa?" ulangmu.
"Kau mungkin berpikir kalau aku melecehkanmu tadi malam."
"...." Tentu saja kau tidak setuju dengan ucapan Tooru, tapi pemilihan kata yang gawat itu benar-benar sukses membuatmu mati kata dan justru membawa pikiranmu ke arah yang salah. "KOK—"
"Habisnya, kau selama ini bersikap dingin kepadaku, mengucilkanku dan tiba-tiba aku memelukmu tadi malam ...."
"Itu juga tidak benar!" serumu dalam hati.
"Kupikir kau akan jijik dan meninggalkanku."
"Aku sudah jijik padamu sejak awal, jadi karena sudah sejauh ini kenapa aku harus mundur sekarang?"
"Hah?!"
Ah—
Keceplosan, kau mulai membuang muka. Menghindari tatapan melas dari Tooru.
"Itu kejam!"
Kau memang menyesal, namun kau tetap tidak bisa menyembunyikan senyum geli dari bibirmu membuat Tooru semakin meracau.
"Aku mau membereskan meja saja." Kau langsung memotong kekacauan ini dan segera meraih mangkuk kotor milik Tooru di seberang.
"Heh, kau mau melarikan diri ya?" Tooru reflek menarik tanganmu begitu kau mengambil mangkuknya. "Memangnya akan kubiar ... kan ...." Namun, tenaga yang ia berikan berlebihan sehingga seluruh tubuhmu ikut tertarik. Konter menghalangi kalian, namun wajah kalian hanya berjarak sejengkal saja. Kalian saling memandang, tercekat.
"O-Oikawa-san?"
Tooru menemukan manik matamu menyerupai bola berkilau, ia bisa melihat kegetiran di dalam matamu.
Bibir gemetaran ketika suhu wajahmu semakin naik, memandang kedua mata, alis, hidung, dan bibir Tooru membuatmu resah. Kedua tanganmu mengepal tidak nyaman kemudian beringsut menarik diri.
Tetapi Tooru tidak membiarkanmu, justru terus menagih jarak semakin dekat hingga ujung hidung kalian bersentuhan. Kedua alis Tooru menegas, mengisyaratkan sesuatu padamu, maksud yang bisa kau terjemahkan dalam pikir namun tak bisa kau terima dengan lapang. Tatapan itu jelas menginginkan sesuatu.
Tooru ingin menciummu.
Ia semakin meremas tanganmu untuk memberi kesan yang semakin meyakinkan.
Napasmu tercekat sekarang, tidak tau harus berbuat apa. Mungkin kau hanya harus membiarkan Tooru mencium—
"Sedang apa kalian?"
.
.
=Tell me, how can we keep holding on?=
.
.
###
A/N : ini sebenarnya pub telat dari jadwal yang seharusnya. Tapi kemarin lusa memang enggak sempat karena--- mmm, yah :' See ya next chapter! Hope you like this, and keep support this work :"D
YOU ARE READING
7 Days » Haikyu!!
Fanfiction[✔] Oikawa Tooru dan (Name) ibaratkan dua kutub magnet. Utara dan selatan, merah dan biru. Secara insting keduanya saling tarik-menarik, namun kenyataanya hubungan mereka lebih dingin dari batu es berumur tujuh hari dalam almari es. Tooru mungkin se...