Pulang

9.4K 366 4
                                    

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Rasa sakit dalam hati Gina telah sembuh sempurna, dia telah melupakan segalanya.

Setelah perceraiannya dengan Khoirul, empat tahun yang lalu, Gina memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di ibu kota. Pada awalnya kedua orang tuanya melarang dia untuk tinggal berjauhan dengan mereka lagi, tetapi dia tetap membujuk orang tuanya itu. "Aku ingin mengejar mimpi-mimpi ku yang sempat tertunda, Bu, bah" ucapnya.

Kini dia telah menjadi sarjana di sebuah universitas negri. Ia berniat untuk segera pulang kerumah dan menemui kedua orangtuanya, dia sangat merindukan mereka. Pada saat wisuda kemarin, mereka tidak bisa datang untuk menemaninya, abahnya jatuh sakit sehari sebelum wisuda, ibunya pun tidak tega jika harus meninggalkan suaminya di rumah. Ginapun merasa kahawatir, akhir-akhir ini abahnya sering sekali sakit, semoga saja Allah segera memberikan kesembuhan pada abahnya, doanya dalam hati.

Dua hari sebelumnya dia sudah memesan tiket kereta untuk kepulangannya kali ini. Kereta adalah kendaraan paling dia sukai, karena dia bisa bebas dari macetnya ibu kota.

Sangat disayangkan kali ini ia tidak bisa mendapatkan tempat duduk dekat jendela. Dia sangat berharap orang yang duduk disampingnya akan bersedia untuk bertukar posisi dengannya. Dan satu lagi Doanya, semoga dia adalah perempuan.

Sepuluh menit lagi kereta akan berangkat, tetapi belum ada tanda-tanda orang yang akan duduk di samping nya datang. Mungkin ini adalah kasih sayang Allah kepadanya, Allah telah mengijinkan dia kembali merasakan kenikmatan yang ia inginkan, batinnya.

Tetapi sayang, di satu menit terakhir keberangkatan kereta, orang itu datang, dan dia adalah laki-laki. Dia langsung saja duduk di sampingnya.

Dengan malas Gina mulai membuka novel yang dia bawa, dan mulai membacanya. Memang itu adalah salah satu kebiasaannya, kemanapun dia selalu membawa novel, dia akan menghabiskan waktu membosankan nya dengan membaca.

Seakan membaca isi pikiran Gina, orang yang duduk disampingnya menawarkan bertukar posisi tempat duduk, dengan senang hati dia mengiyakan.

"Tapi ada syaratnya." Ucapnya kemudian.

"Sayarat?" Tanya Gina tidak mengerti.

"Saya pinjam novel kamu, boleh?"

"Tentu saja" jawab Gina penuh semangat. Dia lebih suka membaca alam, melibehi rasa sukanya kepada membaca buku.

Setelah menukar posisi tempat duduk, akhirnya Gina tenggelam dalam pikirannya. Dia sesekali mengucap syukur ketika melihat rumah-rumah kumuh di samping rel kereta, dia bersyukur keran Allah telah memberikannya tempat tinggal yang layak, tidak pernah kekurangan makanan, dan bisa melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Sesekali juga Gina memanjatkan doa ketika keretanya berpapasan dengan seorang kakek-kakek tua yang terlihat sangat ringkih, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan kepadanya.

Dan di sampingnya, ada seseorang yang sama sekali tidak Gina kenali, dia larut dalam bacaannya. Novel Tere Liye, Pulang. Khayalannya terbang ke sana kesini, dia membayangkan bujang yang berlari tanpa alas kaki, mabayangkan bujang yang menghadapi babi hutan liar yang besarnya berkali-kali lipat dari tubuhnya, dan bayangan-bayangan lainnya.

"Kamu suka novel Tere Liye?" Tanya laki-laki itu yang beralih menatap Gina.

"Suka" jawab Gina singkat, dia masih fokus dengan pandangannya.

"Kamu juga Suka melihat pemandangan nya, ya?"

"Suka."

"Kamu juga suka laki-laki yang saat ini sedang duduk di sampingmu, ya?"

"Su..." Sebelum melanjutkan jawabannya, Gina keburu sadar pertanyaan laki-laki itu. Dia beralih memandanganya. 'Kenpa orang ini? Aneh banget.' batinnya.

"Bercanda, bak." Dia nyengir menunjukkan gigi rapinya itu "abisnya dari tadi saya tanya Mbak jawabannya singkat-singkat amat."

"Maaf mas, saya tadi terlalu fokus sama pemandangan di luar." Jawab Gina acuh, dia tidak mau terlalu mempedulikan orang di sampingnya ini.

"Memang si mbak, saat melihat alam sekitar, juga melihat orang yang kehidupannya jauh dibawah, rasanya semakin terasa saja bahwa diri ini sangat kurang dalam bersyukur." Ucapnya kemudian. Dia tersenyum pada Gina. "Mbak jangan panggil saya Mas, panggil aja Lintang. Aku tahu ko kalau umur Mbak itu satu tahun di atas aku." Lintang- laki-laki yang duduk di samping Gina, mengalihkan pandangannya kembali pada novel yang sedang dia baca.

"Kamu kenal saya?" Selidik Gina.

"Kenal si nggak, tapi tahu, kan kita satu universitas." Dia menjawab pertanyaan Gina tanpa mengalihkan pandangannya.

"Jurusan akuntansi juga?"

"FK, bak" lagi-lagi dia menjawab pertanyaan Gina tanpa menoleh sedikitpun, dia kembali tenggelam dalam bacaannya.

"Oh.." Gina mengangguk-anguk, seakan paham akan jawaban Lintang barusan. Tetapi sebenarnya masih banyak hal yang ia ingin tanyakan. Tapi ya sudahlah, tidak ada pentingnya juga.

Sampai akhir perjalananpun tidak ada lagi obrolan antara mereka berdua. Setelah turun dari kereta, Gina langsung naik buru-buru mencari taksi, dia sudah tidak sabar melihat keadaan Abahnya.

Makin kesini, ko ceritanya terasa semakin aneh saja.
Tapi ya sudahlah, bagaimanapun, kemanapun akhirnya, aku akan berusaha menyelesaikannya 😊.

Terimakasih udah baca ceritanyaa 🤗🤗

Sang PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang