Dua Persimpangan

10K 403 5
                                    

Di sebuah rumah di komplek permata indah. Terdengar suara isak seorang perempuan. Ia tengah bersimpuh di kaki ibunya.

"Keputusan sepenuhnya ada padamu nak." Ibu Sarah -ibunya Gina- mengelus pucuk rambutnya dengan sangat halus "kau pasti tahu apa yang semestinya kau perbuat. Dan kaupun merasakan jasa Nita terhadap hidupmu nak. Dia sudah seperti kakak perempuanmu, dia bagaikan malaikat penyambung nyawamu. Allah telah menitipkan satu ginjalnya dalam tubuhmu."

"Tapi bu, sejatinya tidak ada wanita yang rela membagi suaminya." Gina beralih menatap tajam ke arah mata ibunya, dia sangat bingung dengan situasi saat ini. Jiwanya seperti sedang ada di dua persimpangan, yang keduanya pun sangat sulit untuk di lalui.

"Tapi kali ini situasinya berbeda nak."

Gina kembali memendamkan wajahnya, dia menangis di pangkuan sesenggukan.

***

Pagi dengan mentari yang enggan menampakan diri. Bau yang khas sangat menyeruak dari setiap sudut ruangan rumah sakit.

Nita tengah berbaring di sebuah ranjang pesakitan itu dengan selang-selang yang tertancap di tubuhnya. Dia menatap nanar dua orang yang tengah duduk berdampingan dengan sehelai kain yang menutup pucuk kepala mereka. Dia tengah menyaksikan pernikahan suami dan sepupunya.

Cairan hangat mulai merembes dari ujung matanya, nafasnya tak beraturan, dan ada rasa sakit yang perlahan mencengkeram hatinya. Menurutnya ini adalah hal yang wajar saja. Wanita mana yang tidak sakit melihat suaminya menggenggam tangan laki-laki yang menjadi wali wanita lain.

"Saya terima nikahnya Gina binti Salman dengan mas kawin seperangkat alat salat di bayar tunai" Khoirul mengucapkannya dengan sangat lantang dan penuh percaya diri.

"Sah" Ucap saksi serempak.

Tiba-tiba tubuh Nita bergetar hebat. Semua orang yang berada di ruangan panik, termasuk Khoirul. Di menggenggam erat tangan istri pertamanya itu.

Nita segera dilarikan ke ruangan oprasi. Dokter mengatakan bahwa kondisinya semakin memburuk, dia harus segera melakukan operasi sesar.

***

Suasana lorong-lorong rumah sakit sangat lenggang. Semua orang tak henti-hentinya melangit kan doa untuk keselamatan Nita.

Sudah dua jam lebih dia diruangan operasi, tapi belum ada tanda-tanda dokter keluar ruangan.

Khoirul terduduk di depan pintu ruang operasi, dia menyandarkan kepalanya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Ada kegelisahan yang terpancar dari wajahnya. Dia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukannya, Nita menjadi seperti ini karena pernikahannya. Dia telah sangat berdosa, batinnya.

Di sudut yang lain ada Gina yang tengah memendam kan wajahnya di pangkuan sang ibu. Diapun tidak luput dengan perasaan bersalah. Seandainya saja dia tidak menerima lamaran itu dan akhirnya menikah dengan suami sepupunya, maka mungkin sepupunya itu tidak akan berakhir di ruangan operasi. Pasti akan ada jalan lain.

Beberapa saat kemudian, dokter keluar. Dan mengatakan bahwa kondisi Nita dan bayi selamat. Semua orang mengucap syukur. Begitupun dengan Khoirul yang menangis terharu di pelukan ibunya.

Sedangkan Gina? Entahlah, tidak ada yang mengetahui kondisinya saat ini, entah bahagia atau kah? Hanya dia dan Allah yang tahu, doa apa yang sedang ia langit kan selepas ucapan syukur yang keluar dari mulutnya. Matanya memancarkan sinar yang berbeda kali ini.

Sang PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang