TTUUUUTTTTT!!
Bunyi uap teko di kompor mengagetkan dua sejoli itu. Yeeun melepaskan pelukannya lalu langsung berlari ke kompor dan mematikannya. Ia mengambil serbet dan mengangkat teko itu cepat agar suara uapnya berhenti. Ia tidak mau anggota rumah yang lain terbangun karenanya.
Elkie terdiam setelah Yeeun melepaskan pelukannya. Tangannya menahan tubuhnya yang lemas pada meja counter dapur. Tangan yang satu lagi menyentuh pelan bibirnya. Bibir yang bersentuhan dengan bibir Yeeun walau hanya sedetik. Pikirannya kacau dan ia tidak tahu bagaimana caranya bernapas.
"AW!" teriak Yeeun. Elkie menoleh ke arah Yeeun dan melihatnya meringis kesakitan sambil memegangi tangannya. Ia langsung berlari ke Yeeun.
"Kamu tidak apa-apa?!" kata Elkie setengah berteriak saking terkejutnya.
"Ssstt," kata Yeeun sambil meringis kesakitan. "Tidak apa-apa, aku hanya kaget karena memegang teko yang panas,"
Elkie menatap Yeeun yang mengangkat tangannya. "Lihat. Tidak apa-apa," kata Yeeun melambaikan tangannya di depan Elkie. Ia menghela napas lega melihat tidak ada luka yang serius. Yeeun tersenyum malu lalu mengambil serbet yang tadi dilemparnya. Tapi Elkie merebut serbet itu sebelum Yeeun menyentuh kembali teko.
"Biar aku saja," kata Elkie. Ia lalu menuangkan air panas ke dalam gelas teh dan mengaduk tehnya. Ia memberikan gelas kepada Yeeun lalu membawa gelasnya sendiri ke sofa di depan TV. Yeeun terheran melihat Elkie yang tiba-tiba marah padanya. Sebenarnya ia juga tidak paham kenapa hatinya gondok ketika Yeeun membuatnya khawatir tadi.
Elkie hanya duduk sambil meneguk teh panasnya. Matanya menatap layar TV yang hitam dan ia menyadari Yeeun menghampirinya. Lagi-lagi napasnya tersekat. Yeeun duduk di sampingnya dan badannya menghadap Elkie. Elkie meneguk lagi teh panasnya.
"Kenapa kamu marah?" tanya Yeeun. Ugh, suaranya. Elkie mencoba tenang walaupun jantungnya berdegub kencang. "Hm?" tanya Yeeun lagi setelah Elkie tetap tidak mau menjawab.
Elkie mengangkat bahunya. Alisnya mengerut dan bibirnya tertutup rapat. Dalam hati Elkie mulai memaki dirinya sendiri kenapa ia bertingkah seperti anak kecil. Ini bukan dirinya sendiri yang biasa.
"Maaf sudah membuatmu khawatir," kata Yeeun seakan tahu apa yang sedang dipikirkannya. Tidak, kamu tidak perlu minta maaf.
Elkie menoleh pada Yeeun. Walau hanya sebelah wajah yang terlihat karena sinar bulan, Yeeun tetap wanita tercantik yang pernah ia lihat—jantungnya kembali berdegub kencang. Ia melihat tangan Yeeun yang tadi terkena teko panas. Tangannya meraih tangan Yeeun dan memperhatikan jari-jari yang memerah. Dengan lembut ia mengelus jari itu satu persatu. Yeeun hanya diam memperhatikan apa yang sedang dilakukannya.
Ia menaruh gelas teh di meja di depannya lalu bangkit dari duduknya dan masuk ke kamarnya. Ia mengambil obat oles serbaguna yang dibawanya dari Hongkong. Ibunya selalu mengoleskan obat itu untuk segala luka luar. Elkie kembali ke ruang TV dan duduk di sofa. Ia mengoleskan obat itu ke jari Yeeun satu persatu.
Elkie mengangkat wajahnya dan menatap Yeeun. Yeeun masih terdiam. Ia masih menggenggam tangan Yeeun. Matanya dan mata Yeeun saling memandang. Tak ada kata-kata yang keluar, tetapi kehangatan menyeruak di dada Elkie. Ia tak sadar betapa ia merindukan wanita di depannya ini. Rambut Yeeun mulai panjang sebahu, kantung matanya terlihat lebih tebal, tulang pipinya lebih terlihat. Elkie memuaskan diri mengamati setiap inci tubuh Yeeun.
Mereka berdua terdiam. Senyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita #yeelkie
Fanfiction"Kamu bekerja terlalu keras," kata Yeeun pelan. Wajahnya masih di pundak Elkie. Wangi shampoo Elkie menjadi wangi favoritnya sekarang. Yeeun dan Elkie sama-sama memendam perasaan lebih. Tapi mereka hanya bisa saling menahan rindu. Apakah dengan tan...