Awal mula

152 16 9
                                    

Aku berjalan mondar-mandir tak tau arah, sempoyongan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Karena pikiranku sangat kacau, aku malah pergi ke bar dan menghabiskan lima botol sake seorang diri. 

Kini aku sedang mabuk berat. ini adalah bentuk kekesalanku pada diriku sendiri, aku menghukum diriku sendiri dengan cara membuat tubuhku ini mabuk.

Setelah mencari beberapa informasi. Aku menemukan dimana tempat Yuta ditemukan tewas, yakni Apartemen Jasmine, lantai delapan no.56, di distrik B. Di sanalah tempat trakhir kalinya ia hidup di dunia, sebelum ditemukan tewas oleh polisi.

Karena tak tahu tempat mana lagi yang harus aku tuju, Aku memutuskan untuk menuju ke sana dengan keadaan mabuk berat seperti ini. Pikiranku sudah tak jernih lagi, aku terus menangis dan menyalahkan diriku setelah mendengar kabar dari Kento tadi. Aku merasa bersalah atas kematian Yuta, andai saja dulu aku menolak tawaran untuk syuting film di Amerika, semua ini pasti tak akan terjadi.

Di gelapnya malam, hanya lampu jalanan yang menemaniku. Di distrik yang sudah lama ditinggalkan inj, aku berjalan seorang diri. Aku ingin melihat tempat dimana kejadian itu terjadi, walaupun ini belum tentu baik bagiku. 

Tapi, karena aku sayang pada Yuta, setidaknya aku bisa mengujungi tempat dimana ia mengakhiri hidupnya. Agar aku juga bisa merasakan bagaimana kesedihan yang melandanya saat itu.

Setelah berjalan cukup lama akupun sampai di tempat yang aku tuju. Tak bisa kupingkiri lagi, sekarang aku berada tepat dimana Yuta tewas. di ruangan gelap itu masih terpasang garis polisi. Aku tak peduli lagi pada lembaran plastik kuning yang tertempel di sana-sini. Kurobek satu per satu plastik itu dan akupun menerobos masuk ke dalam ruangan.

Di lantai marmer yang tertutup oleh debu, bercak darah kering bertebaran di sana sini. Kaca yang ada di samping ruangan pecah lengkap dengan bercak darah kering juga. Beberapa perabotan seperti lampu tidur, dan kursi juga dipenuhi dengan bercak darah kering.

Yah............. sudah bisa dipastikan kalau ini semua adalah darah Yuta. Di sini, ia disiksa. Mungkin semua perabotan yang ada disini digunakan untuk memukulnya. Dan mungkin juga kaca yang pecah itu disebabkan oleh hantaman dari tubuhnya.

Aku mundur beberapa langkah sambil menutup mulutku dengan kedua tanganku. Aku kaget bukan kepalang saat melihat bercak darah Yuta masih menghiasi ruangan itu. Aku merasa mual. Bukan karena jijik melihat sisa darah, namun aku malah terbayang-bayang bagaiman posisi Yuta pada saat dia mengakhirinya hidupnya disini.

Aku berlari menjauh dari ruangan itu. Tepat di sudut lorong, aku memuntahkan isi perutku yang sudah aku tahan sedari tadi. Aku membuka mataku yang mulai membuyar, aku melirik tempat itu sekali lagi, dan gambaran tentang Yuta teringat dengan jelas lagi. Pada akhirnya aku malah berlari dari tempat busuk yang sudah merenggut nyawa Yuta itu.

Aku berlari dari kenyataan yang kubuat sendiri. Pada akhirnya, sikap kuatku dikalah oleh perasaan bersalah yang amat mendalam ini. Air mataku terus mengucur, membasahi pipiku yang makin pucat.

"Ini semua salahku.................. ini semua salahku!" gumamku sendiri. Aku terus berlari hingga ke ujung lorong.

Tepat di ujung lorong, kutemukan sebuah cendela besar yang reot termakan usia. Cendela itu nampak sulit dibuka. Namun, karena pikiranku kacau, aku malah mendatanginya dan membukanya dengan paksa.

'Klek!' cendela itu terbuka.

Dan 'WUSH..........................' angin dari luar langsung masuk menerpaku.

Aku tersenyum kecut, aku berdiri di antara mulut cedela itu. Cendela ini adalah satu-satunya penghubung antara lorong  ini dengan dunia luar apartemen, sehingga Saat menengok ke bawah, aku sudah bisa melihat betapa jauhnya jarak pijakanku di lantai delapan sekarang dengan tanah yang ada tepat di bawah gedung ini.

"Yuuta!" gumamku lirih, air mataku mengalir tak ada hentinya.

Angin terus menerpaku, seolah-olah membujukku untuk mundur, menjauh dari mulut cendela yang sangat berbahaya ini. Tapi aku menolaknya! Pada akhirnya aku malah putus asa. Aku ingin mengakhiri hidupku saat ini.

Banyak kesalahan yang aku buat hingga membuat teman-temanku kerepotan. Aku salah, dan aku harus menanggung semua masalah ini. Apalagi masalah yang dialami oleh Yuta.

Aku menutup mataku, walaupun air mata ini tak kunjung juga berhenti. Kurentangkan tanganku, kurasakan kebebasan yang selama ini aku ingin-inginkan. 

Aku ingin mati, meninggalkan semua masalah yang tak terpecahkan ini. Dan setidaknya aku bisa mati di tempat yang sama seperti Yuta. Aku sudah muak dengan kehidupanku dan ingin segera menyusulnya.

Tepat di lantai delapan ini, aku akan mengakhiri hidupku. Aku tersenyum kecil "Yuta, Aku akan menyusulmu!" ucapku, lalu aku terjun begitu saja.

.

.

.

.

"Hei laki-laki malang!"

"Siapa itu?"

"Apa kau ingin mengubah segalanya dari nol. Kembali ke masa lalumu, dan memperbaiki nasib teman-temanmu?"

"Iya aku mau!"

"Baiklah kalau itu maumu. Tapi jasa yang kuberikan tak gratis, kau harus membayar upah!"

"Walaupun aku harus membayar mahal, walau nyawaku jadi taruhannya. Aku akan tetap mengambil tawaranmu itu."

"Ufu...fu....fu....fu....fu......, ternyata aku memilih orang yang tepat. Baiklah, akan kuberi satu kesempatan bagimu untuk mencobanya. Karena ini adalah pengalaman pertamamu, aku akan mengratiskannya."

"Ba.... baiklah!"

"Tapi hanya satu kesempatan saja loh. Jika kamu menginginkan jasaku lagi, kau harus membayarnya."

"Baik!"

"Baiklah anak manis. Jadilah anak yang patuh, dan gunakan kesempatanmu dengan baik ya! Soreja....... Sayonara!"

.

.

.

.

"Hoi Goshi! Sampai kapan kau mau bengong? cepat habiskan ramenmu sebelum dingin!" ucap seseorang di sampingku.

Aku menoleh, dan kudapati Kento ada di sebelahku. Ia sibuk memakan Gyoza miliknya.

"Hmmm........ Gouchin! Apa kau sudah bosan makan ramen?" Suara yang sudah lama tak kudengar ini menhampiriku begitu saja. Aku............. Aku.......... aku ingat suara ini, suara ini adalah........

Aku segera menengok ke lawan arah, dan mendapati Yuta ada di sampingku. Wajah manisnya masih terpampang nyata di mataku. Tanpa sadar, air mataku keluar.

"Go....Go...Gouchin? kenapa kau menangis?"

"Eh!" aku terbangun dari lamunanku. Kuusap air mataku, dan kukembangkan senyumku. "Tak apa!" jawabku simpel. Tanpa ba bi bu lagi aku segera memeluk laki-laki berambut pink di hadapanku ini, kupeluk erat, sangat erat. Tak kubiarkan siapapun melepaskan pelukanku ini, bahkan Kento sekalipun.

"Gouchin! Ada apa? Kau aneh!"

"Yuta, jangan tinggalkan aku lagi. Oke!" ucapku lirih.

Tiba-tiba tubuhku lemas, dan perlahan mataku memburam. Aku terjatuh dari tempat dudukku dan pingsan begitu saja.

Yah.......... kejadian yang sungguh tak terduga, aku juga tak tahu bagaimana caranya. Kini aku berada tepat satu setengah tahun sebelum aku terjun dari lantai delapan itu.

________________________________________________________________________________


Uwu~~~~~~~

Hello everyone! \(★^∀^★)/

ini Fanfic B-project pertamaku. aku harap kalian menikmatinya.

Dan ini juga pertamakalinya bagiku menulis dengan tema time lapse kayak gini, gimana nggak ngebingungngin kan? Alurnya kecepetan yah! WWWWWWW (*>艸<)

Yah itu pesen nistah singkat dari mimin, harap dimaklumi.

Kalau kalian suka, jangan lupa comment ya! biar ada dorongan semangat buat nulis gitu! (MODUS DETECTED)

I'll Protect YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang