Sebuah Pilihan

106 12 5
                                    


"Oh....... kau gagal menyelamatkan temanmu?" Suara itu tiba-tiba muncul di telingaku.

"Siapa kau?"

"Ayolah...... jangan berlagak bodoh! Masa kau lupa denganku?"

Aku terdiam sejenak, Kuputar ingatanku kembali.

Waktu itu, aku berada di bandara. Lalu..... aku berlari bersama Kento untuk mencari pemilik koper berwarna cokelat hazel. Setelah itu, kami memutuskan untuk berpencar agar memudahkan perncarian.
Setelah kami berpencar, aku menuju ke........ mana? Aku lupa. Yg kuingat saat itu adalah, sebuah pita biru yang terselip di reselting koper.

Tunggu dulu!

Sepertinya aku baru saja melupakan hal terpenting. Tapi apa ya?

Pita biru? Koper coklat hazel? Reselting koper? Lalu.............

Merah...... yah, ubin bandara berwarna merah. Baunya juga sangat khas, hingga membuatku lemas.

Ubin merah ya?

"Masih belum ingat juga? Ah.... kau bodoh sekali!" Pekik orang itu kesal. "Kalau begitu akan aku ceritakanya."

"Baiklah" aku menganggukkan kepalaku.

"Waktu itu, Yuta teman satu unitmu diculik. Kau, dan Kento pergi ke bandara untuk mencarinya. Dengan bantuan petugas, kau berhasil menemukan penculik itu di CCTV. Lalu kalian berpencar, dan kau memutuskan untuk mencari penculik itu di tempat penjualan tiket. Dan tanpa diduga-diga, kau berpas-pasan langsung dengan si penculik. Si penculik yang tak terima dengan keberadaanmu, langsung menusukmu dengan sebilah pisau kecil. Lalu kau jatuh lemas ke lantai, kehilangan banyak darahmu, dan yah..... bisa kau pikirkan sendiri kan kelanjutannya?"

"Tunggu! Apa aku mati setelah itu?"

"Ya, kau benar sekali. Karena kehabisan darahmu, kau mati kaku di situ! Jadi, masih belum ingat aku juga siapa aku?"

Aku berpikir lagi sejenak. Hal ini, pernah terjadi sebelumnya.

Di mana waktu itu, aku terjun bebas dari gedung. Lalu..................

"Ah aku ingat!" Pekikku keras

"Ya, bagaimana. Apa kau ingat aku?"

"Kau, adalah orang yang memberiku kesempatan untuk hidup kedua kalinya setelah aku mecoba untuk bunuh diri waktu itu"

"Yap" dia bertepuk tangan. "Kau benar! Aku adalah orang yang menghidupkanmu waktu itu!"

"Jadi kenapa kau menemuiku lagi?"

"Hmmm.... langsung ke intinya saja ya! Jadi begini, kali ini aku ingin menawarimu sebuah kehidupan lagi."

"Kenapa?"

"Kenapa? Bukannya kau ingin menyelamatkan temanmu yang bernma Yuta itu? Kau sayang padanya kan?"

"Iya. Aku sangat menyayanginya. Aku ingin melindunginya!"

"He....he...he...he..." dia terkekeh. "Jadi bagaimana? Mau menerima tawaranku?"

"Ya!" Jawabku mantap.

"Baiklah............." dia tersenyum sinis. "Tapi ingatlah, semua layananku ini tak gratis, kau harus membayarnya."

"Membayar dengan apa?" Tanyaku bingung. Karena jujur saja, saat ini aku tak memiliki apapun untuk membayarnya.

"Kau harus membayarnya dengan umur kehidupanmu!"

"Hah, umur? Bukankah aku sudah mati? Kenapa kau meminta imbalan umurku?"

"Apa kau tidak mendengarku? Aku mengatakan umur kehidupan kan? Itu tidak ada hubungannya dengan kematian!"

"Apa itu umur kehidupan?" Tanyaku lagi.

"Semua manusia selalu memiliki sebuah 'Garis Takdir', garis takdir inilah yang menetukan kapan manusia tersenyum atau menangis, bahagia atau sedih, menentukan dengan siapa kau akan berjodoh, menentukan sakit atau sehat, dan yang paling utama adalah menentukan umur kehidupanmu. Umur kehidupan adalah jangka waktumu hidup di dunia. Saat umur kehidupanmu habis, maka kau akan mati. Tapi beda lagi dengan kasusmu, kau mati sebelum umur kehidupanmu habis Karena hal-hal yang manusia perbuat, seperti bunuh diri, atau pembunuhan."

"Lalu?"

"Manusia pilihan yang mati sebelum 'umur kehidupannya habis' akan diberi kesempatan untuk hidup sekali lagi, tentunya dengan menyetujui tawaranku ini. Dan kenapa aku minta imbalan unur kehidupanmu? Saat manusia yang sudah 'mati' tadi dihudupkan kembali, maka garis takdir yang ia miliki di kehidupan sebelumnya akan kembali menentukan takdirnya, otomatis umur kehidupanmu juga akan kembali seperti semula. Nah, tapi, sebagai imbalan dari jasaku ini. Aku meminta sebagian dari umurmu saat kau hidup kembali nanti. Jadi, umur kehidupanmu akan berkurang secara otomatis."

"Tunggu, bukannya itu terlalu kejam? Itu sama saja dengan membunuh manusia secara perlahan kan?"

"Ya, memang begitulah aturannya. Kau ingin terus mati, atau kau ingin kembali hidup? Itu saja kan?"

"Tapi!" Pekikku kesal.

"Tapi apa? Kau tak tertarik dengan tawaranku? Huft.......... baiklah kalau begitu, aku akan pergi!"

"Tunggu! Dengarkan aku dulu!" Cegahku dengan keras.

"Ya? Ada apa?"

"Berapa imbalan yang kau minta?"

Dia kembali menatapku dengan sinis, "tidak mahal kok! Cukup lima tahun saja!"

"HAH! APA KAU GILA?" Pekikku kaget.

"Itu cukup murah lho. Jadi bagimana, kau mau tidak?"

"Ba...ba...baiklah, tolong berikan jasamu itu sekali lagi. Aku ingin menyelamatkan kedua temanku, dan aku ingin menyukseskan Thrive."

"Hmmmmm baiklah, pilihan yang bagus!"

"Cepat lakukan!"

"Karena itu pilihanmu okelah! Semoga harimu baik ya! Dan semoga kau dapat...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kembali hidup dengan tenang"

I'll Protect YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang