Benar-benar nggak penting.
●●●
Akhir-akhir ini, aku sering mengoles madu ke wajah. Katanya bisa memperhalus dan memutihkan kulit secara alami. Aku percaya saja dengan opini itu, tetapi kenapa aku masih dekil bau bawang begini? Ah, suram bet.
Sisihkan bagian itu. Sekarang, aku ingin menceritakan kisah lucu tetapi tidak lucu.
Awalnya, ada seorang anak lelaki hiperaktif berusia tiga belas tahun yang terpisah dari keluarganya. Namanya Madudung, Madu Dung-Dung. Hobinya makan es teler campur madu.
"Enak lho gais," begitu spanduknya.
Ia berkeliling dunia Astralala sambil menjajakan madu yang entah dari mana asalnya. Bisa jadi orang dermawan memberinya segudang madu gratis lalu memerintah Madudung untuk menjual madu tersebut. Kasihan Madudung. Tetapi Ia tak punya pilihan, Ia memilih bekerja keras dari pada meminta pada manusia yang juga sedang kesulitan.
Begitulah Madudung. Terpisah, bekerja, dapat duit. Keluarganya panik sampai membuat pengumuman di masjid tentang anak hilang. Aduh, Madudung. Kamu ini lugu atau dungu, sih?
Tak rindu kau sama bapak emak?
Tapi kau tak menangis saat tersesat di tengah keramaian dunia. Kau malah mengiyakan tawaran untuk menjajakan madu. Huft.
365 hari berselang, Madudung tumbuh menjadi lelaki gagah perkasa. Gadeng, Madudung tetap berjualan madu. Tetapi pendapatannya meroket mengikuti arus gelombang. Naik turun maksudnya, satu amplitudo 30 cm.
Jangan dikasihani, Madudung tegar menghadapi hal semacam ini. Kan Madu Dung-Dung. Berjuta kali di hujam pukulan pun tetap dung-dung.
12 bulan berselang, orang tua Madudung merasa putus asa. Tapi kakak Madudung, Lebadun, Lebah berdaun, mencurahkan ide cemerlang yang dalam sekejap mendadak viral. Yakni,
KOMPETISI MADU TERBAIK SEPANJANG MASA BERHADIAH TIGA JUTA RUPIAH.
Aduhai Lebadun, gadis berusia 17 tahun yang memiliki akal cerdas dan digunakan untuk hal berguna macam saat ini. Ia sangat berorientasi pada masa depan dengan perencanaan akurat, bilang saja ambisius. Lebadun juga berulang kali mendapat prestasi Bintang Pelajar, ketua osis ter-telaten, serta bejibun piala berjejer di atas rak buku.
Kembali ke nasib Madudung.
Madudung tergiur atas ganjaran yang diimingkan si pembuat kompetisi. Ia nekat berkelana ke tiap wilayah di mana lebah madu bersarang. Ia mengunjungi berbagai hutan, peternakan, dan perkebunan.
Berjam-jam Ia berkeliling di dunia yang sama, fana. Akhirnya Ia memperoleh madu berkualitas yang dibeli dengan harga ekonomis. Gimana lagi kalau nggak nawar..
Madudung kan mewarisi bakat negosiasi dari Emak tercintanya sejak belia. Dulu Ia pernah menawar harga kelereng sampai si penjual kewalahan dan memberi satu kantung kelereng gratis. Ga bayar.
Hari perlombaan pun tiba.
Jeng jeng.
Kresek hitam berbobot seperempat kilo berisi madu itu digenggamnya begitu erat, sampai lecek. Mulutnya komat-kamit mengucap doa, supaya menang tentunya. Keringat bercucuran dari wajah berminyaknya seiring jantungnya berdegup kencang.
Madudung terlalu gugup ah, mau ketemu emak bapak soalnya, hehew.
29 menit berlalu. Juri memanggil lima peserta yang mengikuti perlombaan itu. Hanya lima? Iya, mau berapa lagi?
An hour later....
Pengumuman pemenang telah dibacakan. Madudung kalah, hasil dari usahanya mungkin belum setia. Suatu saat, Ia akan menggenggam impian terbesarnya, dan takkan seorang pun dapat merebutnya.
"MADUDUNG!!"
Madudung terkesiap. Siapa gerangan makhluk astralala yang mengetahui dirinya ada di kompetisi adu madu? Selain juri tentunya.
"NAK INI BAPAK,"
Weladalah, Madudung jelas terketjoet. Raut wajahnya menampilkan kebingungan luar binasa, eh biasa.
Bapak, Emak, dan Lebadun auto lari lalu memeluk Madudung biar nggak hilang lagi.
"Selamat kembali ke rumah, Madudung." Ujar Lebadun. Senyum tulus menghiasi parasnya yang rupawan.
Sementara itu, tangis Emak Madudung menghablur menumpahkan keresahan yang menakutinya dengan segala prasangka buruk. Aduhai Emak, afeksi yang Engkau berikan memang tak ada tandingan. Teruntuk Bapak juga, gusar dan sabarnya, penat dan nasihatnya, semua dilakonkan hanya untuk orang yang sangat dikasihinya.
Seperti deja vu, ingatan Madudung berkilas balik pada insiden dua tahun lalu. Sadarlah Ia jika masih ada orang baik yang menanti batang hidungnya.
"Terima kasih," gumamnya dalam dekapan Emak, Bapak, dan Lebadun.
Heheu, tiba-tiba ganti genre jadi menghurakan.
Ah, lupakan.
Karya absurd ini biarlah jadi dongeng teraneh yang pernah kalian baca. Awalnya mengoles madu, jadi membicarakan Madu Dung-Dung. Namanya eksentrik pula..
Sekian.
●●●
7 Mei 2019
Ohiya, selamat berpuasa kawan-kawan muslim dan muslimah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Diario
Non-Fictionkata orang menulis diari itu kekanakan. tapi kata saya menulis diari itu kebanggaan. karena saya.. dapat melihat, mendengar, dan merasakan, apa yang telah saya tulis dalam diari sepanjang hari. -maaf norak. #fiktif