***
Terlepas dari bagaimana orang memperlakukanmu, teruslah perlakukan orang lain dengan baik.
- Alifa Fadheela -
***
Matahari mulai menampakkan diri, suara sendok dan garpu yang bertemu terdengar dari sebuah rumah mewah yang penghuninya tengah sarapan pagi ini. Rumah keluarga Irawan.
"Rendy?" panggil Andi setelah menyelesaikan sarapannya.
"Hmm," deham Rendy sebagai jawaban dari panggilan Andi.
"Papa mau kamu putuskan hubunganmu dengan gadis itu! Kamu sudah di jodohkan dengan Alifa, jadi kamu tidak boleh berhubungan lagi dengan yang namanya Sheira!" tegas Andi.
"Nggak janji," balas Rendy dingin.
"Rendy-- yang dikatakan papa kamu itu benar, mending kamu putusin aja Sheira itu ya sayang, kalau Alifa tahu kamu tetap berhubungan dengan Sheira nanti dia sakit hati." ucap sang mama berusaha menemukan titik lembut putranya.
Rendy tak menjawab, ia berdiri dari tempat duduknya, menyambar tas di atas sofa kemudian berlalu keluar menuju motornya tanpa mengatakan apapun.
"Rendy! Papa sama Mama belum selesai bicara!" teriak Andi kesal dengan tingkah anaknya yang sulit di ajak bicara.
"Sabar, Pa," ucap Aisha berusaha menenangkan sang suami.
Andi tertunduk lesu, sang putra menjadi semakin dingin "Papa rindu anak kita Ma, semenjak kejadian itu Rendy selalu bersikap seperti ini, semua ini salah Papa," sesal Andi menyalahkan diri.
"Nggak pa, ini bukan salah Papa, ini semua sudah takdir, kita nggak bisa melawan takdir. Mama yakin Rendy kita yang dulu pasti akan kembali, semua hanya soal waktu!" ucap Aisha sembari mengusap punggung tangan sang suami.
"Iya, Ma, semoga Rendy kita cepat kembali." jawab Andi sembari menggenggam tangan sang istri.
***
Seorang gadis turun dari sedan hitam di depan gerbang sekolah, senyumnya ramah beterbangan menghinggapi bibir-bibir orang yang memandang.
"Assalamu'alaikum Al.." sapa seorang gadis sebaya Alifa yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
"Wa'alaikumsalam warahmatullah Nai.." balas Alifa dengan senyum yang masih melekat di wajahnya.
"Al, kamu udah ngerjain tugas Kimia belum?" tanya Naina-sahabat Alifa. Walau dia tahu Alifa pasti tak akan melupakan tugas sekolahnya, namun basa-basi untuk memulai pagi hari tidak salah bukan?
Langkah Alifa terhenti seketika, "Astaghfirullah!" ia lupa mengerjakan tugas dari guru terkiller, karena acara makan malam bersama keluarga Irawan usainya terlalu larut, ia benar-benar lupa. Setelah sampai rumah tadi malam ia langsung membaringkan tubuhnya dan terbangun tadi subuh dengan pakaian yang bahkan tak sempat ia ganti karena sangat mengantuk.
Kimia ada di jam pertama hari ini, semoga saja dia sempat mengerjakan lima soal dengan anak dua di satu soalnya itu.
Ya Allah bantu Alifa. Batin Alifa memohon.
"Jangan bilang kamu belum ngerjain Al?!" sahut Naina saat melihat ekspresi syok Alifa.
Alifa tak menjawab, ia langsung menarik tangan Naina dan membawanya berlari ditengah koridor yang sudah ramai, karena memang bel masuk akan berbunyi sekitar sepuluh menit lagi.
BRUKK!!
"BISMILLAH!" teriak Alifa yang terjatuh karena tersandung kaki seseorang akibat berlari tanpa melihat sekitar. Naina yang melihat sahabatnya jatuh langsung membantunya berdiri.
"Ya Allah, Al, yang mana yang sakit? Kita ke UKS ya," raut wajah Naina nampak sangat khawatir.
"Nai aku nggak apa-apa, nggak perlu ke UKS," tolak Alifa lembut. Sahabatnya ini memang terlalu berlebihan jika mengenai dirinya.
"Serius nggak apa-apa?" tanya Naina masih dengan kekhawatiran yang begitu kentara.
"Iya, Nainaaa" jawab Alifa merasa geram pada sahabatnya itu, ia hanya tersandung, tidak ada darah sedikitpun.
"Ah iya, aku minta maaf ya, aku nggak sengaja," ucap Alifa pada seseorang yang berdiri disebelah kirinya.
"Makanya nggak usah lari-lari, caper banget, sih!" balas gadis dengan badge-name Riska yang tertempel di bajunya.
"Pake jilbab lebar, eh! Ternyata hobinya caper sama cowok!" celetuk gadis di samping Riska.
"Munafik!" ucap Riska sarkas.
Naina mengeratkan genggaman tangannya pada Alifa, ia tidak suka sahabatnya diperlakukan seperti ini. Ingin sekali rasanya Naina membalas setiap ucap kasar Riska dan temannya, tetapi Alifa tidak pernah mengizinkan.
"Udah Al, nggak usah didengerin. Kita pergi aja, yuk!" bisik Naina pada Alifa. Tetapi Alifa tak menanggapinya.
"Sekali lagi, maaf ya." ucap Alifa sekali lagi dengan perkataan maaf dan senyuman tulus diwajahnya. Naina heran kenapa Alifa bisa tetap terlihat tenang berhadap dengan orang seperti Riska.
Setelah mengucapkan maaf Alifa langsung berpamitan dan menarik tangan Naina menuju kelas yang memang sudah terlihat oleh mata keduanya.
"Awas lo Alifa!" gumam Riska penuh kebencian.
Bersambung . . .
Assalamualaikum teman-teman. Terima kasih sudah membaca cerita Alifa^^
Jangan lupa kasih bintang dan komentar kalian ya. Berikan juga masukan kalian tentang cerita ini lewat komentar ya.
Mohon bantuannya untuk koreksi typo, ataupun teknik penulisan yang salah yah. Biah pun manusia yang tidak luput dari khilaf, jadi mohon kerjasamanya teman-teman:)))
Wassalamualaikum.
See u next chapter gais!
Luv u <3
Salabiah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alifa
Spiritual[ Spiritual ] Seperti bunga daisy; dia polos, indah dan setia Tatapannya meneduhkan, senyumnya menenangkan Bersama sabar dia menyusuri rumitnya labirin kehidupan Dia adalah kakak yang baik untuk sahabatnya Dia pendengar yang baik, namun tidak pernah...