05

801 90 21
                                    

Kepalaku terasa berat, seluruh badanku terasa sakit. Aku tidak bisa mendengar apa-apa, penglihatanku menjadi buram.

Tanganku berusaha meraih sebuah objek-aku merasa badanku akan jatuh seketika karena sekarang kedua kaki-ku sudah lemas. Aku terus mencari sesuatu yang bisa ku cengkram, tapi hasilnya nihil.

Yang ada dipikiranku hanyalah; Sakit, sakit, badanku sakit. Tolong, siapapun tolong.

Aku rasanya ingin menangis saja-tapi percuma, bahkan aku tidak bisa merasakan wajahku sendiri. otot-otot diseluruh tubuhku terasa kaku, lumpuh.

Hanya ada satu nama dikepalaku,
Jeno, Jeno dan Jeno.

Tapi tetap saja, pandanganku sekarang sudah kabur. Badanku terasa terangkat tapi beban dikepalaku semakin berat. Bahkan untuk sekedar mencengkram tangan pun susah sekali rasanya.

Didalam kepalaku, aku berteriak nama Jeno. Tapi entah apakah aku benar-benar melakukannya, karena aku tidak bisa mendengar apa-apa selain bisikan-bisikan kecil yang datang dari mulutku.

Entah apa yang terjadi, aku hanya bisa pasrah.

Lalu, semuanya gelap.

━─┉┈◈❖◈┈┉─━

Aku terbangun dengan deburan keras dikepalaku. Bahkan untuk sekedar melihat ke sekitar aku butuh waktu beberapa detik untuk menyesuaikan mataku dengan pencahayaan diruangan ini.

Aku berusaha memfokuskan pandanganku kepada objek diseberangku.

Aku dimana?

Perlahan aku membuka mata, mencari ke sekitarku.

Aku dimana?

Aku melihat seseorang diseberangku, kepalanya menunduk.

Aku dimana?

Dinding dan lantai ruangan ini dilapisi dengan logam berwarna gelap-yang membuat kaus putih yang dipakai orang diseberangku terlihat sedikit mencolok.

Ia menundukkan kepalanya. Membuatku jadi agak susah mengenali siapa dia sebenarnya.

Aku meraba kepalaku, meringis karena rasa pening yang tak kunjung pergi.

Mungkin aku mengeluh terlalu keras sampai-sampai orang yang ada diseberangku tersentak dan refleks menengadahkan kepalanya-menatapku secara langsung.

deg.

Deja vu. Apa ini? Kenapa aku merasakan sesuatu yang aneh? Deja vu? Bahkan aku belum pernah bertemu dengan orang ini.

Mata coklatnya membuatku merinding. Entah, padahal matanya begitu indah walaupun dari jauh sekalipun.

Orang itu menatapku dengan mata yang melebar-tapi posisinya masih sama. Duduk dengan satu kaki dilipat dan satu lagi dibiarkan berselonjor, kira-kira satu atau dua meter dari tempatku duduk.

Namun tak lama setelah itu, ia kembali mengubur wajahnya diatas lututnya.

Aku menghela nafas. Rasa pusing yang aku rasakan tak tertahankan. Aku ingin pulang.

"Kamu tau kita dimana?" tanyaku dengan suara yang bergetar. Ia menengadah lagi, menatapku dengan tatapan lesu.

"Tau, tapi tidak tau." jawabnya. Aku berdecak, maksud orang ini apa?

"Bisa jawab dengan jawaban yang lebih rasional?" tanyaku lagi. Sekarang gilirannya yang berdecak. "Ilusi. Kita berada dibawah ilusi." ucapnya lagi yang membuatku frustasi.

"Bisa kasih jawaban yang masuk akal? Berhenti membual." ucapku kesal sendiri. "Itu sudah jawaban yang paling rasional dan masuk akal, nona." ucapnya. Menirukan nada bicaraku tadi.

everlasting «na jaemin» √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang