#6- Kesepakatan

21 2 0
                                    

"Ren, Rena, jangan tidur! Dengarkan pelajaran saya,"

"Ck. Saya gak tidur bu..." bantah Rena parau. Bola matanya memerah. Dengung suaranya serak. Wajahnya bagai tumpukan baju yang belum digosok. Kusut.

"Udahlah,kamu gak usah berbohong. Tadi saya liat sendiri mata kamu merem," sergah Bu Yuni,guru fisika yang terkenal dengan parasnya yang rupawan. "Terserah apa kata ibu lah..."

"Coba kamu kerjakan soal nomer 3,"

Rena menyipitkan matanya guna memfokuskan soal di urutan ke-3. "Oh nomer 3..."gumamnya. "Bu! Jawabannya--"

"Loh kok disitu? Sini maju kedepan. Kasih tau temen temen kamu gimana caranya," bu Yuni menyodorkan sebuah spidol hitam kepada Rena yang menetap di kursinya. "Saya mau disini," tegas Rena. "Eh lu Ren. Songong banget lu. Alig dasar!".

"Lah suka gue. Yang butuh sapa.."

"Ish lu bacot banget sih!"

"Lu yang bacot. Repot amat,"

"Ih capek gue ngomong ama lu Ren. Batu banget dasar!"

"Udah tau batu,ngapa lo ladenin kutil..." sekelas mendadak ricuh diselingi gelak tawa. Karena aksi Rena yang menjulukinya 'kutil'.

"WOY APA LO BILANG?!! MUKA GUE KAYA GINI DIBILANG KUTIL? BUTA APA YA?? TAU GA SIH TIAP MALEM TUH GUE MASKERAN--"

"Ck. Berisik lo,"

"Rena. Kamu jadi mengerjakan atau tidak?! dan Dhea,jangan buat kegaduhan di jam saya! " tutur bu Yuni geram. "Intinya hasilnya -12 bu. Tanpa pake cara pun pasti pada ngerti. Ini soal diulang mulu pas saya SMA, ya kali pada gak tau caranya," Bu Yuni menepuk dahinya penat. "Ya sudahlah Rena. Terserah kamu. Yang lain? Ada yang mau menjelaskan?"salah seorang siswa mengacungkan tangannya. "Oke,kamu."

  *-*-*-*

"Duhh.. Kampret sialan! Gak bawa duit,"  Rena mendengus kesal seraya merogoh saku seragamnya. "Yaudah lah ya,gausah jajan. Toh,bentar lagi pulang.E anjir! Kan pulangnya jam 5," gumam Rena. Daripada ambil pusing,Rena pasrah dan memilih pergi ke lapangan basket.

Jdug!Jdug!

Rena men-dribble bola basket itu perlahan. Mengitari lapangan basket dengan atap langit semesta. Terik sang surya menyebabkan peluh Rena tak hentinya mengucur di pelipisnya. Sesekali Rena menyeka keringat yang mulai menderas. "Ish gila! Aus banget. Udahan ah!" ucap Rena seraya meraih bola basket yang melambung tinggi karena gaya gravitasi.

Rena meletakkan bola itu pada tempatnya. Dan berjalan pelan seraya bersenandung menuju kelasnya.

"Udah lah~ Jadi pacar gue aja. Lu mau apa? Shopping setiap hari? Make up mahal? Gampang! Pacaran aja dulu ama gue,"

Deg! Rena menghentikan langkah kecilnya. Samar-samar ia mendengar suara bariton yang begitu asing. Asal suara itu tak jauh dari sini.

"Gak! Gue gak bakal jatoh ke ucapan busuk lo! Lo gak sepantasnya punya cewe yang baik,"

"Dasar cewek. Udahlah gak usah banyak ba bi bu. Cewe tuh sama aja. Sok jual mahal,"

Rena mencari asal suara tersebut. Rena terbelalak kaget. Ada Vian dan Devi. Ya,Vian. Anak kelas 6-D IPS yang dikenal dengan paras badboy. Usut punya usut,banyak yang bilang,Vian ini hobi ke club. Keadaan keluarganya yang broken home membuat ia begitu terpuruk dan ya.... Menjadi anak liar. Kabar buruknya lagi, mantannya banyak.

Rena menguping pembicaraan mereka. Ia tak ingin langsung terlibat antara dua pihak ini.

"Gue bilang gue gak mau!" Vian menarik paksa tangan Devi dan hendak menciumnya. Namun,aksi tersebut gagal karena Devi menamparnya dan menendang perutnya dengan lutut. "Sialan! Jangan harap lo bisa kabur! Dasar jalang!" Vian menarik kasar rambut Devi yang terkuncir kuda. "Kyaa!! Lepasin gue! Dasar gila! Pedofil! Sakit otak! MATI AJA LO ANJING!!" Devi terisak lemah. Tubuhnya tak sanggup melawan Vian. Karena,kekuatannya 1:10 dengam Vian. Pun jika Devi meronta-ronta,tubuhnya malah akan semakin sakit. Vian mencengkram tangannya kuat. "Kalo lo dari awal terima permintaan gue,lo gak bakal kayak gini!!-"

"Woi,berandal," seru Rena dari kejauhan. Gadis itu kini berjalan mendekati Vian dengan tangan didepan dada. "Dia udah bilanga gak suka sama lo. So? jauhin," Rena menepis kencang lengan kekar Vian yang tengah menggenggam pergelangan tangan Devi. Setelah genggaman itu lepas,Devi terduduk dan kembali terisak. Vian menatap tajam Rena. Jarak keduanya hanya sekitar 5 cm. "Wah wah wah. Anak ingusan gak seharusnya ada disini," Vian menoyor pelipis Rena. Rena mundur sedikit dan menatapnya tajam.

"Maaf. Ini sekolah. Tempat para siswa yang dididik,bukan tempat om-om yang hobi clubbing dan gonta-ganti cewek. Orang kayak lo gini pantesnya ngamen aja di terminal," sungguh tajam perkataan yang keluar dari mulut seorang Renaya Asha Baskara. Vian marah dan tak terima. Amarahnya sedari tadu meluap,dan mungkin sekarang tengah meledak.

"Sepertinya,gue masih wajar. Ya gak? Masih jadi bocah ingusan. Bukan jadi bocah penjilat--" Bug! Vian menghantam gadis itu kuat-kuat. Sehingga Rena jatuh terjembab dan ujung bibirnya berdarah. "Pergi. Gue masih kasih peringatan buat lo. Sekali lagi lo gak pergi,mungkin tangan lo bisa patah atau mati," tukas Vian menendang pelan lutut Rena yang sedang berusaha untuk berdiri. Hening. Seketika Rena tertawa terbahak-bahak.

"Ahahahaha.Apa? Patah tangan? Mati? Parah gila humor lo anjrit!!! Hahaha,bakat ngelawak lo tinggi!" Rena tertawa seakan itu adalah lelucon. Padahal bagi sebagian orang,akan memilih meninggalkan tempat itu daripada terlibat masalah.

"Kayaknya...Lo lebih milih kehilangan tangan kanan lo daripada pergi ya?" Vian mendekati Rena dengan senyum smirk. Rena memilih mundur dengan dalih tidak mau berdekatan dengan rupawan bak iblis ini.

"Haha. Lo cukup menantang Ren, kenapa..." Vian menggapai dagu Rena. Rena mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bersiap siaga jika Vian berbuat semena-mena. "Gue gak mainin lo aja ya?"

"Cuih!" Rena meludahi wajah kakak kelasnya tersebut. Sungguh, siapapun yang melihat adegan ini akan beranggapan bahwa Rena bukanlah tipikal adik kelas yang baik.

"Iblis! Mati aja lo!" Rena berseru keras. Bagai aungan raja hutan yang marah melihat umpannya di ambil. Vian tak peduli. Ia justru mendekati Devi yang terisak lemah. "Heh! Lemah banget. Tu badan apa karet?" Vian menarik dagu Devi dan menepisnya. Dan menatap Rena remeh. Rena mendekati Vian kesal. Sangat sangat kesal. Benci. Kini,tingginya yang hanya sebahu
Vian menjinjit. Dan menarik keras kerah baju lelaki jangkung tersebut.  "Setan! Gue peringatin! Lo nyentuh satu senti kulit sahabat gue, dua senti kulit lo bakal gue silet! Lima senti nyentuh,lo gue bunuh idup-idup! Dan satu lagi, JANGAN NGEDEKETIN CEWEK. KALO LO CUMA BISA NYAKITIN.. " Rena melepas genggamannya yang sedari tadi mencengkram kerah seragam Vian yang sudah lusuh dan dinodai darah. Lalu berjalan kearah Devi.

"Dev,ayo," lubuk terdalam Devi merasakan sedikit kehangatan setelah Rena mengatakan 'sahabat gue'. "Re-Ren.." Devi menatap Rena sendu. Air matanya menumpuk sudah di pelupuk matanya. "Gak. Jangan nangis disini. Ayo," Rena mengulurkan tangan Devi dan menariknya guna membawanya pergi dari tempat yang sekarang Rena juluki 'Neraka'. Meninggalkan sesosok iblis yang menjelma menjadi Vian Erick Jonathan..


Crush OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang