#8-Awkward

17 1 0
                                    

Please Voment and Enjoy It!😉

"Huah!!" Lena menghempaskan tubuhnya ke sofa yang sedari tadi ia asyik disitu. Ketika pandangannya berputar pada adiknya yang akan duduk juga....

"Heh! Mau ngapain?" tanya Lena sinis. Rena hanya menatapnya heran dan duduk.

"Duduk lah,"

"Jelasin dulu ke gue gak mau tau ah! Kok bisa ada cogan asing disono? Bibir lo kenapa dek?Cukup skripsi bikin gue pusing," Lena menunjuk sebuah kamar tamu didekat ruang tamu mereka. "Siapa? si kutil?"

"Ish! Kok kutil sih?! Ganteng-ganteng dipanggil kutil??" protes Lena tak terima. Wajar,penganggum cogan.

"Tau ah bomat. Intinya gue lagi di market tiba-tiba dia pingsan. Cuma ada gue sama kutil doang disana. Daripada dikata apa-apa,gue bawa pulang aja," jawab Rena santai seraya melanjutkan pspnya. "Ya tapi. Sekarang siapa yang mau ngurusin? ih bodoh,"

"Ya elu lah! Siapa yang lebih tua?"

Lena geram. Remote televisi yang ia genggam,ia banting ke sofa. Rena menoleh dan memperhatikannya takut. Lena mengeluarkan senyum setannya. "Dek. Kalo gue yang ngurusin. Jangan harap temen lo ada di sekolah besok. Karenaa,gue gak bisa ngerawat. Inget kejadian 2 bulan lalu?" Rena mengangguk pelan. Ya,2 bulan yang lalu. Ketika Lena memberikan obat sakit kepala pada Rena yang tengah sakit perut. Alias, tidak berprofesi dibidang pengobatan.

"Ck. Jadi gondok gue," Rena meletakkan Pspnya diatas sofa dominan coklat putih. Melangkah gusar,bergegas melangkah ke ruang tamu yang hanya ditempati setiap 2 tahun sekali.

Cklek! Knop pintu terbuka. Menampakkan seorang dengan perawakan tampan,pucat,sedang terbaring lemah. Matanya terpejam. Tubuhnya tertutup selimut abu-abu. Suhu pendingin ruangan bertuliskan "24°". Tapi,peluh tak henti membasahi dahinya.

"Dih. Tampang gini banyak yang suka? Mending muka ondel-ondel di perempatan,"gumam Rena seraya menyentuh dahi Revan kasar. "Anjir. Panas beudh.." Rena menatapnya heran. "Woi dek. Ngapain lo pegang-pegang tu jidat cogan?" ucap Lena yang membuat Rena setengah terlonjak dan menoleh.

"Kak,panas. Gimana?" tanya Rena dingin. Mungkin,tuhan menciptakan Rena dengan suhu 25° sampai -1° saking dinginnya. Dan yang membuat orang geram,ketika dinginnya kumat,secara tiba-tiba.

"Ya kompres lah! Kayak gak pernah demam lo--" Rena menghampiri Lena dan menarik tangan kakaknya. Lalu meletakkannya paksa diatas dahi Revan,lagi. "Dih kok panas banget ya? Keringet dingin pula. Pucet lagi. Gue takut tipes,Ren. Ambil kompresan ama termometer kek samping dispenser,"

"Yeu,geleuh lo! Tadi bilang gak bisa ngerawat. Omdo emang. Taek banget," Lena dengan cekatan menyentil mulut Rena yang bisa dihitung lah. Dalam sehari,berapa kalimat yang terpeleset tanpa etika dan adab. "Maap keles. 'amdan 'amdan," sergah Rena dengan logat arab yang dia ketahui dari pak Hamza,yang konon punya keturunan dan marga arab. "Halah! Sok pake arab lo! Bahasa inggris aja masih belepotan. Udah ah banyak bacot nih. Cepet! Ambil!"

"I am quite proud to be able to speak other than Indonesian. What is important is me in the learning process," ucap Rena dan meninggalkan kakaknya keadaan setengah beku. Kaget bukan kepalang. Nilai bahasa inggris Rena yang terakhir ia ketahui adalah 79.

"Kakk!!! Termometer paan?! Kompresannya mana?!" seru Rena setengah berteriak dari dapur. Lena mengernyitkan dahinya. "Duh gimana ngejelasinnya ya? Males amat gue kesana. Oh!"

"Dek! Termometer alatnya yang kaya -ehhmmm testpack. Kalo kompresan,ambil air dingin di baskom sama lap. Kalo gaada air dingin cari disitu bentuknya kaya plester tapi lebih gedekk!!!" Lena terengah-engah. Mengumpulkan oksigen sebentar,lalu membuangnya. Tiba-tiba saja,sesuatu memaksa Lena untuk mengeluarkannya sekarang. "Duhhhh pengen buang air lagi! Ren,gue ke toilet--ah bodo!" Len berlari sejadi-jadinya menuju toilet yang jaraknya lumayan jauh dari kamar tersebut.

Crush OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang