"Jelasin ke gue, kenapa lo dan si iblis itu bisa kayak gitu.."
Rena bersender diantara dua pilar koridor yang tampak sepi. Wajahnya lebam, luka disudut bibirnya masih mengeluarkan darah segar. Walau dirinya sudah sedikit membasuh luka itu dengan air. Berbeda dengan Devi, gadis itu masih bungkam. Masih memilih untuk bisu sementara. Rambut lurus yang tergerai panjang kini menjadi kusut tak beraturan.
"Gue gak tau Ren. Gu-gue juga gak tau apa-apa waktu dia bilang dia pernah liat gue di kamar mandi sekolah. Gue bener-bener gak waras tadi. Gue gak tau harus gimana lagi. Gue nyesel,Ren. Andai kejadian tadi gak bakal terjadi. Lo jadi lebam gini wajahnya," Devi tertunduk. Rena menatapnya heran sekaligus bingung. "Gini aja deh. Lo pengen kejadian tadi gak terjadi? Haha. Mustahil,Dev! Itu juga termasuk masa lalu. Masa lalu gak bakal pernah bisa hilang. Cuma bisa diterima sebagai bagian dari hidup. Dan soal ini..." Rena menunjuk wajahnya.
"Gue berterimakasih,Devi Tamara Audry. Karena lo,dan karena luka ini,gue sedikit bernostalgia sama masa lalu yang biasa tubir sama..."
Dan lagi, Rena kembali menatap singkat laki-laki yang mengubah mood seorang Rena. Awalnya,Rena hanya sekadar menatap. Tak lebih dari itu. Namun Revan justru terpaku pada luka disudut bibir Rena.
"Napa lu?"
Rena tuli untuk sesaat. Benar. Dirinya sedang tidak selera meladeni sang ketos berkharisma tersebut. "Hello. Gue harap lo gak bikin gue jadi gila," Revan melambai-lambai didepan wajah Rena. Sedangkan Devi? Ia hanya tersenyum.
"Gila aja sono. Ngamen di tol," sinis Rena kesal. "Ck. Btw,kenapa--"
"Kenapa ini berdarah?" sergah Rena cekatan seraya menekan ujung bibirnya. Oke,sekarang,darah segar itu semakin keluar.
"Bego aja lo mah! Luka tuh jangan dipencet! Lo kira apaan," tukas Revan dengan wajah kaget. "Dev,temen lo ini kenapa?" tanya Revan pada Devi.
"Eumm.. Dijotos Vian--" Grep! Rena langsung menutup mulut Devi cepat. "Ember lo ah! Diem aja! Gausah ngasih tau si sempak ini!" Entah Rena menutup mulutnya terlalu kencang atau Devi sulit bernapas, Devi hanya mengangguk dan meronta. "Vian? Vian Erick?"
"Bangsul. Gini nih kalo ketemu cowok rupanya macam soal. Nanya mulu.." batin Rena kesal. "Otak lo tuh di dengkul apa betis sih! Ya iyalah pe'a!! Duh gue tahan ini ya. Kalo enggak ragunan keluar semua!--Akh!" Rena meringis kesakitan ketika mulutnya terbuka lebar dan membuat lukanya semakin melebar. "Ren,mendingan kita obatin dulu aja lah bibir lo," ucap Devi cemas. "Duh apasih Dev, ketimbang gini doang. Balik aja dah gue ke kelas. Bye!" Rena melangkah pergi dari kedua insan yang terpaku.
"Duh,Rev. Maafin Rena ya. Suka gitu emang orangnya," Devi menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Revan masih bingung dengan logikanya. Sepertinya, fikiran mengajaknya bermain-main sebentar.
"Sadis. Baru liat anak cewek kaya dia bonyok gara-gara Vian. Parah banget emang. Untung cantik. Astaga Revan apasih lo!!" Revan menggeleng sendiri.
"Bye the way, lo gak ke kelas Rev?" tanya Devi. Revan menoleh. "Gak. Gue masih ada urusan. Duluan aja,"
*-*-*-*
"TETETET WAITING FOR YOU ANPANMAAAAAAN~ NANANA," Rena menutup telinganya kesal. Yap,ia sudah pulang sekolah sekitar...kurang lebih 6 jam yang lalu. "IM SO SORRY BUT ITS FAKE LOVE FAKE LOVE FAKE LOVE!!"
"Etdah ya buset! Berisik amat lo elah!" Rena melempar sebuah bantal kearah kakaknya, yang tak lain adalah Arlena Kayla Baskara. Lena sedang melanjutkan studinya di salah satu universitas. Jarak umurnya dengan Rena hanya 1 tahun. "Ck. Suka-suka gue elah. Lagian lagunya enak kok. Gue resep," Lena hanya tersenyum polos tanpa dosa. "Tapi suara lo macem kaleng sarden, Kakak gue tercinta Arlena! Lo mah ganggu," Rena kembali berkutat dengan buku sketsanya. Yap,Rena suka sekali menggambar. Jika ditanya, ia ingin dunia khayalan seperti apa. Pasti Rena akan jawab 'Dunia serba hitam putih kayak yang di sketchbook gue'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush On
Teen Fiction•-TEEN FICT-•💕 Adalah rasa. Yang perlahan merekah tak kunjung mereda. Memberi efek luar biasa hingga rona memerah. Menciptakan duka,lara,bahagia dan tawa. Adalah cinta. Yang diam-diam menyulamkan benang cinta. Tanpa gema dan isyarat yang bersua. Be...