Doyoung, dan Rasa Sakit Tak Tertahan

3K 494 70
                                    

• Wanita bernama Jennie itu menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












• Wanita bernama Jennie itu menghilang. Beritanya terpampang di layar televisi layar lebar yang terpasang di dinding berlapis cat biru tua kamar Doyoung. Beberapa kali menekan remote untuk mengganti siaran, tapi tetap saja semua stasiun televisi itu menyiarkan berita tentang Jennie.




Memang siapa, sih, wanita itu? Hanya seorang penyanyi solo biasa yang bahkan menurut Doyoung tak memiliki suara yang lebih bagus darinya. Pakaian-pakaian yang melekat di tubuhnya pun tak mampu membuat wanita itu menjadi tampak lebih elegan, malah menjadi semakin kampungan.





Ewh, Doyoung tidak akan pernah membiarkan wanita itu memakai pakaian rancangannya.




Remote televisi dilempar begitu saja ke atas lantai. Doyoung yang sedari tadi bergelung dalam selimut sambil memasukkan bersendok-sendok es krim ke dalam mulut mendadak terisak sedih. Kepalanya pening dan tak mampu lagi berpikir secara jernih. Seluruh pekerjaannya tertunda, bahkan sama sekali tidak bisa Ia kerjakan. Lelaki itu tampak sangat kacau dengan wajah bengkak dan mata sembabnya.





"Sialan! Bangsat! Bajingan!"




Berteriak entah mengatai siapa. Bucket es krim dan sendok logam mendarat mengotori karpet mahalnya. Kaki kurus berlari ke kamar mandi setelah merasa ada gejolak tak tertahan yang berusaha keluar dari dalam tubuhnya.

Doyoung memuntahkan apa yang baru saja Ia makan. Mengeluarkan seluruh isi perut yang bahkan belum tercerna dengan sempurna. Bahkan berkali-kali Doyoung memasukkan jari hingga menjangkau kerongkongan agar seluruhnya bisa keluar tak tersisa.

Lemas. Kaki bahkan tak mampu menumpu tubuhnya yang tak seberapa berat, tapi sekuat tenaga Doyoung berusaha untuk meraih wastafel di samping kloset, mencuci tangan dan mulut, serta wajah dan helai rambut hitamnya.

Pantulan diri di cermin tampak sangat mengerikan, namun belum cukup untuk membuat Doyoung bergidik.

Dia sudah pernah melihat sesuatu yang lebih mengerikan dari keadaannya sekarang.




"Aku harus beres-beres," gumamnya.




Dengan gontai berjalan keluar dari kamar. Tak ada siapapun yang berkeliaran di dalam rumah besarnya. Memang sudah menjadi kebiasaan bagi Doyoung untuk meliburkan asisten rumah tangga agar bisa berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaannya, jadi wajar saja kalau rumahnya beberapa hari itu tampak begitu sunyi senyap.

Kantung sampah berwarna hitam besar yang tersimpan di kabinet atas dapur kini sudah berpindah ke genggaman tangan. Peralatan bersih-bersih juga sudah disiapkan. Doyoung sengaja melakukan ini sendirian, karena katanya bersih-bersih dan membereskan sesuatu akan membuat perasaan menjadi lega.

Butuh waktu sekitar empat jam bagi Doyoung untuk bersih-bersih. Cukup lama, namun sebanding dengan apa yang sekarang dia rasakan. Setidaknya, rasa sakit yang tak tertahankan itu kini sedikit menghilang. Seperti dibawa oleh sampah-sampah yang kini memenuhi kantung sampah hitam besarnya.

Pukul empat lebih lima belas menit, dan setelah dirasa semuanya selesai, Doyoung segera menyeret sampah besarnya keluar pagar besi. Seingatnya ada tempat sampah besar yang terletak di seberang kediamannya.




"Ah, Kim Doyoung-ssi."

Doyoung menoleh ke sumber suara, suara lembut yang berasal dari salah seorang tetangga yang juga sedang membuang sampah di sana.

"Selamat sore." Doyoung menyapa dengan senyum lembut. "Kim Jungwoo, benar?"

Yang bernama Kim Jungwoo itu mengangguk pelan sambil meletakkan sampahnya. "Adikku menyukai rancangan yang kau buat! Dia mengadu padaku saat tidak mendapat koleksi tas terbarumu itu," kata Jungwoo tiba-tiba.

Doyoung tertawa pelan, "Nanti kuberikan satu untuknya. Kebetulan aku menyimpan satu dari tiap serinya untuk koleksi pribadi," tawar Doyoung.

Jungwoo tampak terkejut mendengar tawaran dari Doyoung, tangannya sudah bergerak memberi isyarat agar Doyoung tidak melakukan itu. Rasanya tidak enak hati untuk menerima barang dari perancang terkenal itu, apalagi itu koleksi pribadinya.

"Jangan sungkan. Pokoknya nanti akan kuberikan satu," kata Doyoung.

"Uuhh... Terima kasih," ujar Jungwoo. "Sejujurnya... aku sedikit khawatir. Akhir-akhir ini sering ada berita orang hilang. Ah, kau tahu Jennie, kan? Dia diberitakan menghilang juga tadi. Aku jadi khawatir pada adikku... Dia sering keluar ke pasar malam untuk mencari tas yang bentuknya seperti tas milikmu. Katanya sudah ada yang membuat tiruannya..."

Penjelasan yang keluar dari mulut Jungwoo entah kenapa membuat Doyoung terkekeh geli. Tasnya sudah ada tiruannya? Ah, dia tidak peduli.

"Kalau begitu jangan sungkan untuk menerima tas yang asli dariku," kata Doyoung. "Yang asli tak akan pernah kalah indah, kan?"

Setelah mempertimbangkan apa yang Doyoung katakan, Jungwoo akhirnya menerima tawaran dari Doyoung. Lelaki itu sempat berdiri di depan tempat sampah beberapa menit untuk menunggu Doyoung yang mengambil tas di dalam rumahnya.

Dalam penantiannya, Jungwoo berkali-kali melihat kantung sampah hitam yang Doyoung tinggalkan jalanan. Penasaran dengan apa yang ada di dalam sana sehingga membuat kantung sampah itu sangat penuh. Meski begitu tak ada niatan dari Jungwoo untuk mencari tahu apa itu.

Tak lama Doyoung keluar dengan sebuah tas di tangannya. Masih tersimpan dengan rapi di dalam bungkusan plastik, bahkan diletakkan dalam totebag kertas dengan desain yang menandakan kalau tas itu memang original di atasnya.

"Terima kasih! Adikku pasti sangat senang!"

"Semoga saja begitu," kata Doyoung. Lelaki itu kini kembali mengurusi sampahnya, mengangkatnya dengan susah payah untuk dimasukkan ke dalam bak sampah besar berwarna kuning di sana.

Jungwoo masih memerhatikan, hingga akhirnya rasa penasarannya tidak bisa terbendung lagi. "Doyoung-ssi, baru selesai beres-beres? Kantung sampah yang digunakan besar juga, ya."

Terdiam untuk beberapa lama, hingga akhirnya sebuah senyum yang muncul di wajah Doyoung membuah Jungwoo merasa tidak enak. Sepertinya dia baru saja mencampuri urusan pribadi sang perancang busana itu.










"Aku harus membuang apapun yang tidak perlu," timpal Doyoung santai, "Jadi paling tidak aku harus menggunakan kantung sampah yang mampu menampung satu kepala."





"Satu... kepala?"



Doyoung masih tersenyum, kemudian tangannya menepuk pundak Jungwoo ringan. "Ada kepala manekin yang sudah rusak, aku sudah membeli yang baru jadi harus segera kubuang. Aku masuk dulu, dan katakan pada adikmu jangan keluar ke pasar malam lagi. Selamat sore."

Berlari kecil menuju kembali ke dalam rumah, meninggalkan Jungwoo yang masih terpaku di depan bak sampah besar yang busuk baunya. Kedua tangan yang merentang udara seakan mengatakan kalau rasa sakit tak tertahan itu sudah menguap.

Hanya tinggal sedikit lagi. Sebentar lagi hingga Jaehyun akan pulang ke dalam pelukannya.


"Aku sudah melakukan segalanya untukmu. Aku sudah menjadi orang yang kau suka sekarang, Jaehyun," bisik Doyoung.







"Baju merah, tas hijau, anting panjang berwarna emas."









Ah, rasanya Doyoung tidak sabar untuk menunggu.



























•*•*•*•

Masih sabar nunggu Jaehyun interaksi sama Doyoung?

Tenang, dikiiiiit lagi.

Dear • JaeDo✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang