Dalam bahasa Prancis, espoir dapat diartikan sebagai harapan. Berbagai harapan aku punya. Berbagai harapan pun telah aku raih. Sampai kini, aku mengerti bagaimana rasanya berharap, berharap, dan terus berharap tanpa bisa meraih. Bukan sebabnya aku t...
"Seokmin–ah, tugasku sudah selesai. Aku akan pamit kalau begitu," teriaknya pada Seokmin yang sedang menulis laporan pemasukan keuangan hari ini.
"Iya, hyung. Jangan lupa untuk mampir membeli hadiah untuk kekasihmu," balasnya. "Hati-hati di jalan."
Jihoon pun segera melangkahkan kakinya pada sebuah toko bunga milik salah satu temannya. Langit malam sedikit lebih hitam dari biasanya. Cuacanya sedang tidak mendukung. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, Jihoon harus cepat.
Ting!
Bunyi dari bel yang dipasang di atas pintu pun berbunyi kala Seungkwan sedang merapikan bunga-bunga miliknya. "Selamat datang," katanya tanpa melihat sosok siapa yang datang.
"Seungkwan–ah, aku ingin mawar putih," tutur Jihoon seraya berdiri di depan Seungkwan yang sedang berjongkok.
"Mawar putih? Untuk siapa, hyung?"
"Soonyoung," katanya. Lelaki itu menghela napasnya sejenak. "Kami terlibat pertengkaran kecil pagi ini," tambahnya.
"Kalau begitu, kenapa tidak tulip saja? Tulip putih itu melambangkan permintaan maaf yang tulus," jelasnya.
Jihoon sedikit memikirkan tawaran Seungkwan. "Boleh juga," gumamnya. "Baiklah, aku pesan bunga tulip saja."
"Nah, kebetulan sekali aku ada satu buket bunga tulip yang sudah aku rangkai." Ia memberikan rangkaian bunga tersebut pada Jihoon. "Ini sebenarnya pesanan orang lain, tapi aku berikan saja dulu padamu. Aku akan merangkainya lagi yang baru untuk pelangganku itu."
Jihoon cukup terpana dengan rangkaian indah dari bunga tulip tersebut. Hasil karya dari tangan-tangan terampil milik Seungkwan itu menciptakan suatu keindahan tersendiri bagi sang bunga. Menambah kesan cantik pada bunga tersebut. Soonyoung pasti suka, batinnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Baiklah, aku ambil itu. Jadi, berapa semua harganya?" tanya Jihoon.
Seungkwan menepuk bahunya pelan. "Cukup datang lagi kemarin dengan tidak membawa berita buruk seperti tadi. Anggaplah ini sedikit bantuan kecil dariku untuk memperbaiki hubungan kalian," jelasnya dengan senyum tulus yang terlukis di bibirnya.
Lelaki mungil itu tersenyum tak kalah manisnya. "Terima kasih, Seungkwan–ah..."
"Iya. Sekarang datangilah kekasihmu itu. Di luar sudah mau hujan." Bersamaan dengan anggukkan dari kepala Jihoon, lelaki itu sesegera mungkin melesat menuju kediaman kekasihnya.