Sebuah Langkah Sunyi

Bayangmu

Semuanya, berubah begitu saja. Awan putih yang selalu bergerak diantara langit biru, kini hilang akal untuk tersenyum bersama mentari. Berganti warna hitam, yang selalu berteman dengan rintik hujan. Sakit rasanya untuk mengakui bahwa aku hanyalah seorang anak gadis dari seorang ayah yang mencintai anak gadis dari perempuan lain. Aku hanya rindu menjadi putri kecilnya. Yang kadang ingin merasa tidak peduli sehancur apa isi rumahku, dan hanya mengetahui bahwa pelangi memiliki 7 warna. Menggambar sepasang manusia yang berpegangan tangan diatas kertas gambar yang bertuliskan ayah dan ibu. Rasanya hidupku baik- baik saja ketika aku hanya menjadu seorang gadis kecil. Namun, waktu memaksaku untuk tumbuh dan membuatku bisa merasakan bahwa kepalsuan itu menyakitkan.

Ayah, kapan semua ini akan berakhir? Akankah aku menjadi anak gadismu yang sekedar memiliki status bahwa aku memiliki ayah. Aku lelah mendengar suaramu dengan ibu saling bergema diantara dinding rumah. Aku lelah dengan diamnya malam yang biasanya kita seduhkan segelas teh manis atau kopi sambil menonton televisi.

Aku ingin, bisa menjadikanmu sebagai sahabatku ayah. Sebagai diari kisah cintaku. Sebagai tempatku untuk mengeluh tentang kerasnya dunia menamparku. Namun ayah, tangan kecilku ini sulit meraih ragamu yang sepertinya hanya bayangmu saja kudapatkan. Beruntungnya gadis itu, memilikimu dengan penuh cinta. Ingin aku bisa memelukmu sebagaimana disaat aku menjadi gadis kecilmu yang menangis debgan alasan kau harus bertugas jauh dari rumah.

Angan, mengapa kau hadir sebagai ingin? Membawa angin dingin yang menjadikan daun putus harapan untuk tetap bergantung pada ranting yang rapuh. Pergilah angan, kau hanya akan selalu menjadi bayangan.  Lalu membuat batu bertepuk tangan bersama rintik hujan dan membentuk tangisan rindu akan belaian.